Palembang Masuk 10 Besar Kota Paling Tidak Toleran 2023

Ampera di kala senja (rmolsumsel)
Ampera di kala senja (rmolsumsel)

SETARA Institute baru saja merilis Indeks Kota Toleran (IKT) untuk tahun 2023. Dalam daftar tersebut, Kota Palembang menduduki peringkat 87 di antara 94 kota yang dinilai, dengan skor akhir untuk Kota Palembang yaitu 4,433.


IKT sendiri merupakan studi pengukuran kinerja kota, meliputi pemerintah kota dan elemen masyarakat dalam mengelola keberagaman, toleransi dan inklusi sosial. Pengukuran IKT mengkombinasikan pradigma hak konstitusional warga sesuai jaminan konstitusi, hak asasi manusia sesuai standar hukum HAM melalui IKT.

Ada empat variabel dengan 8 indikator sebagai alat ukur penentuan IKT ini. Yaitu Regulasi Pemerintah Kota yang indikatornya meliputi rencana pembangunan dalam bentuk RPJMD dan produk hukum pendukung lainnya serta ada tidaknya kebijakan diskriminatif.

Kemudian variabel kedua yakni Regulasi Sosial yang indikatornya meliputi peristiwa intoleransi dan dinamika masyarakat sipil terkait isu toleransi. 

Ketiga yakni Tindakan Pemerintah yang indikatornya meliputi pernyataan pejabat kunci tentang isu toleransi serta tindakan nyata terkait isu toleransi. Terakhir, mengenai Demografi Sosio-Keagamaan yang meliputi heterogenitas keagamaan penduduk serta inklusi sosial keagamaan. 

Atas hasil tersebut, SETARA Institute mengeluarkan 6 rekomendasi terhadap 10 kota dengan IKT terendah se Indonesia. Rekomendasi tersebut yakni pemerintah pusat, terutama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila perlu melakukan peninjauan ulang terhadap produk hukum daerah yang diskriminatif, baik produk hukum daerah terdahulu maupun produk hukum daerah yang terbit dalam beberapa tahun terakhir. 

Aneka produk hukum tersebut tersebut nyata-nyata menjadi landasan pacu tumbuh suburnya praktik intoleransi, baik dilakukan aktor negara maupun non-negara.

SETARA Institute juga merekomendasikan pemerintah pusat perlu mendesain dan menerbitkan peraturan di tingkat nasional, seperti Peraturan Presiden, yang menjadi rujukan kota-kota dalam membuat peraturan untuk memastikan kokohnya kerangka hukum pemajuan toleransi di kota/kabupaten. 

Tata kelola pemerintahan inklusif (inclusive governance) didorong sebagai prinsip utama dalam menjawab tantangan virus intoleransi yang berada pada lapis negara maupun non-negara. 

Rekomendasi lainnya yakni Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), mendorong maupun memfasilitasi kolaborasi antar kota/kabupaten dalam pemajuan toleransi melalui perencanaan pembangunan yang toleran-inklusif pada 2024-2025, dimana proses penyusunan RPJMN dan RPJMD akan berlangsung secara serentak. 

Kebutuhan ini sejalan dengan Visi Indonesia 2045 yang menaruh perhatian pada aspek toleransi, kohesisosial, inklusivitas, hingga kemajemukan. 

SETARA Institute juga mendorong pemerintah provinsi untuk terlibat aktif dalam mengorkestrasi pembangunan ekosistem toleransi di wilayahnya, baik level kota maupun kabupaten. Produk hukum yang promotif terhadap toleransi pada tingkat provinsi perlu didorong agar diadopsi menjadi produk hukum level kabupaten/kota.

Kemudian, pemerintah pusat, provinsi dan kota/kabupaten didorong memberikan dukungan anggaran memadai bagi FKUB dan bagi inisiatif-inisiatif pemajuan toleransi-inklusi di kota/kabupaten. Selanjutnya, mendorong kota-kota (dan kabupaten), baik antar pemerintah kota maupun elemen masyarakat sipil, untuk saling membangun kolaborasi dan gotong royong dalam rangka pemajuan toleransi. Kondisi ini terbukti berhasil dalam tular-menular pemajuan toleransi antar-kota. 

Ilustrasi toleransi beragama

Inklusivitas, Ruang Publik yang Minim dan Kriminalitas yang Tinggi

Pakar Kebijakan Publik Universitas Sriwijaya, Husni Thamrin menilai, masuknya Palembang sebagai Kota Intoleran diduga karena dinamika masyarakat sipil seperti persoalan humanisasi. Mengingat, Palembang kerap kali terjadinya ketegangan, seperti kriminalitas yang tinggi.

Menurutnya, tingginya angka kriminalitas ini karena tekanan hidup, hingga persoalan ekonomi. Meski demikian, pemerintah jangan hanya mengharapkan pihak keamanan atau kepolisian yang bergerak, tetapi juga harus melakukan upaya dan membangun humanisasi.

Dia menilai, perlu pembangunan ruang publik. Sehingga masyarakat dapat berinteraksi dan menciptakan hal toleransi antar sesama mereka. "Jadi masyarakat juga harus dibekali interaksi sehingga menciptakan toleransi. Jangan hanya mengandalkan pihak keamanan saja," tegasnya.

Menurutnya, pembangunan ruang publik yang dilakukan Pemerintah Kota Palembang masih minim. Sehingga kedepan, dia berharap ruang publik ini semakin diperbanyak. Selain itu, masyarakat juga diharapkan lebih bersabar. Karena, sebagai manusia tentunya harus hidup berdampingan dan bertoleransi.

Akademisi Unsri ini juga mengimbau untuk tidak mengenyampingkan agama lainnnya. Meskipun visi kepemimpinan saat ini menciptakan Palembang Darussalam. "Palembang Darussalam ini menciptakan masyarakat Palembang yang sejahtera, tapi tentunya harus bertoleransi," ungkapnya. 

Menjawab hal ini, Penjabat (Pj) Wali Kota Palembang, Ratu Dewa mengatakan, dari sejumlah aspek yang dinilai dalam IKT 2023 tersebut, kota Palembang sudah cukup baik. Meskipun diakuinya ada beberapa regulasi yang akan dikaji ulang dan disempurnakan. 

Regulasi ini terkait masalah toleransi beragama. Seperti, Perwali bantuan ustaz dan ustazah serta sholat subuh berjemaah. "Sekarang sedang kita sedang buat Raperda yang berkaitan dengan ini, dan lagi dibahas oleh pansus Raperda Pengembangan Semangat Kesatuan Palembang Darussalam (PSKK PD)" singkatnya.