MK Wajibkan Sekolah 9 Tahun Gratis, Komisi V DPRD Sumsel Desak Pemerintah Bertindak

Ketua Komisi V DPRD Sumsel, Alwis Gani. (ist/rmolsumsel.id)
Ketua Komisi V DPRD Sumsel, Alwis Gani. (ist/rmolsumsel.id)

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pendidikan dasar sembilan tahun, mulai dari SD hingga SMP, harus digratiskan oleh negara tanpa terkecuali, baik di sekolah negeri maupun swasta. Putusan ini langsung memantik respons dari DPRD Sumatera Selatan (Sumsel).


Ketua Komisi V DPRD Sumsel, Alwis Gani, menegaskan bahwa Sumsel mendukung penuh putusan tersebut karena merupakan amanat Undang-Undang. Namun, ia menyoroti bahwa implementasi di lapangan masih menghadapi tantangan serius, terutama soal kemampuan keuangan daerah.

"Putusan MK itu hanya menegaskan kembali perintah undang-undang: sekolah wajib sembilan tahun harus ditanggung negara. Tapi realitanya, tidak semua daerah punya kemampuan fiskal yang sama. DKI Jakarta bisa, mereka punya dana besar. Sumsel? Kita akan lihat dan rencanakan bertahap," tegas Alwis, Rabu (28/5).

Alwis mencontohkan langkah Provinsi Jawa Barat yang tetap menampung siswa SMP ke SMA, bahkan jika tidak tertampung di sekolah negeri, mereka disalurkan ke sekolah swasta berkualitas dengan biaya ditanggung pemerintah.

"Kalau Sumsel memungkinkan, kita akan dorong skema yang sama mulai 2026. Tapi perlu pembahasan anggaran. Kita realistis," ujarnya.

Lebih jauh, politisi Gerindra ini mendorong model sekolah afiliasi sebagai solusi jangka menengah. Dalam skema ini, sekolah negeri bekerja sama dengan sekolah swasta atau membuka kelas kecil di daerah yang belum terjangkau layanan pendidikan lanjutan.

"Tahun pertama mungkin baru 15-20 murid. Tapi kalau minatnya tinggi, bisa kita dorong jadi sekolah baru. Ini cara kita tekan angka anak tidak sekolah (ATS) setelah SMP. Sekarang ada 12 ribu lebih anak di Sumsel yang mandek setelah lulus SMP. Ini darurat pendidikan," tegasnya.

Komisi V DPRD Sumsel berjanji akan membawa persoalan ini ke pembahasan APBD dan mendorong eksekutif agar tak lagi menjadikan keterbatasan anggaran sebagai alasan pembiaran.

"Negara sudah diperintah MK. Sekarang tinggal kemauan politik daerah. Kalau tidak sanggup, berarti kita menelantarkan hak dasar anak-anak kita sendiri," pungkas Alwis dengan nada serius.