Mendalami Penunjukkan Penjabat Kepala Daerah di Sumsel, Pj Gubernur Agus Fatoni Permalukan Mendagri? [Bagian Ketiga]

Direktur Dirjen Bina Keuangan Daerah Agus Fatoni saat ditunjuk oleh Mendagri Tito Karnavian sebagai Pj Gubernur Sumsel. (ist)
Direktur Dirjen Bina Keuangan Daerah Agus Fatoni saat ditunjuk oleh Mendagri Tito Karnavian sebagai Pj Gubernur Sumsel. (ist)

Penunjukkan Pelaksana Tugas (Plt) dan bukan Pelaksana Harian (Plh) sebagai pejabat pengganti mereka yang ditunjuk sebagai Penjabat (Pj) Bupati dan Pj Wali Kota di Sumsel dinilai sebagai perbuatan melawan aturan.


Tidak hanya karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tetapi menurut aktivis anti korupsi Sumsel Feri Kurniawan, kasus ini akan bermuara pada tindakan dan perilaku koruptif. Bahkan lebih jauh, apabila terdapat unsur kesengajaan maka menurutnya hukuman yang diterima bisa lebih berat. 

"Sekarang ini, ada hak pejabat yang diambil alih oleh Plt ini, mulai dari tunjangan, mobil dinas dan sebagainya karena proses (penunjukkan pejabat pengganti) ini tidak sesuai aturan," katanya. Semakin parah, karena menurutnya sampai saat ini semua yang berwenang seolah tidak peduli dengan kesalahan prosedur yang terjadi di Sumsel.

Seperti belum lama ini saat Mahkamah Agung menolak kasasi atas hasil Pilwabup Muara Enim, yang kemudian membawa Ahmad Usmarwi Kaffah sebagai Kepala Daerah. Maka, menurut Feri semua kebijakan yang dikeluarkan olehnya saat menjabat dinilai tidak sah dan harus dipertanggungjawabkan. 

"Tidak jauh berbeda dengan kondisi saat ini, semua Plt (yang ditunjuk) harus bertanggung jawab karena terpilih lewat prosedur yang tidak sesuai aturan, menikmati penghasilan dari cara yang salah, harus dikembalikan (kepada negara)," ungkapnya. 

Feri juga menilai jika penunjukkan Plt ini terindikasi disengaja oleh Gubernur Sumsel, sehingga menurutnya telah terjadi pula abuse of power yang kemudian mengangkangi peraturan yang telah dibuat oleh Mendagri. Pasalnya, selama ini penunjukkan dan penempatan pejabat di lingkup Pemprov Sumsel kerap menimbulkan polemik dan berpotensi memunculkan masalah.

Contoh lain menurut Feri adalah penunjukkan JPT Pratama di Pemprov Sumsel yang berasal dari pejabat daerah. "Seharusnya kalau masuk provinsi, diparkir dulu. Ini, setelah pindah dari daerah, tiba-tiba langsung menjabat kepala dinas. Harusnya ada job fit, sistem merit, kemana aturan yang seharusnya diberlakukan itu?" tandasnya. 

Mendagri Sudah Tunjuk Pj Gubernur Agus Fatoni Untuk Membenahi Sumsel 

Mendagri Tito Karnavian telah mengeluarkan Permendagri No.4 tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Wali Kota pada April lalu. 

Seiring habisnya masa jabatan Gubernur Sumsel Herman Deru, Mendagri kemudian menunjuk Agus Fatoni yang berstatus sebagai JPT Madya Kemendagri dan menjabat Direktur Dirjen Bina Keuangan Daerah sebagai Pj Gubernur Sumsel pada Oktober 2023.

Apabila dikaitkan dengan Permendagri tersebut, maka menurut Pengamat Politik Sumsel Bagindo Togar, jauh sebelum Agus ditunjuk. Mengingat jabatan yang diembannya di Kementerian itu, Agus bisa jadi ikut terlibat dalam perumusan dan mengetahui persis isi dari belaid tersebut.

Sehingga menjadi ironis, jika sampai saat ini kebijakan yang salah mengenai penunjukkan Plt sebagai pejabat pengganti Pj Bupati dan Pj Wali Kota di Sumsel itu masih tetap dijalankan. 

"Ada sejumlah dugaan yang meliputi kesalahan ini. Pertama yang harus dipertanyakan adalah Biro Hukum dan Biro Otda Pemprov Sumsel. Lalu kemudian Pj Gubernur, yang merupakan orangnya Mendagri tetapi sampai sekarang membiarkan kesalahan ini tetap terjadi. Secara tidak langsung ini mempermalukan Mendagri karena aturan yang dikeluarkannya dikangkangi," ungkap Bagindo. 

Tidak terlepas dari hal itu, Bagindo juga menilai ada faktor lain yang muncul, yakni berupa desakan untuk tetap mempertahankan kesalahan ini karena berkaitan dengan kepentingan tertentu. 

Yaitu mengenai dugaan adanya upaya melanggengkan kekuasaan dengan tujuan politik sehingga penunjukkan pejabat tersebut dapat mengakomodir keinginan satu kelompok tertentu dengan agenda Pilkada 2024. 

"Lumrah di setiap daerah pun indikasinya seperti itu, tapi bukan berarti harus menabrak aturan seenaknya. Inilah yang harus diluruskan (oleh Pj Gubernur Agus Fatoni)," katanya.

Terlepas dari tugas yang dibebankan pada Agus seperti penanganan stunting, menurunkan inflasi sampai memaksimalkan penanganan karhutla, Bagindo menilai Agus juga punya tanggung jawab untuk membenahi Sumsel termasuk mengenai hal ini. 

Sudah ada payung hukum yang jelas, sudah ada kewenangan yang diberikan oleh negara kepada Agus Fatoni untuk memperbaiki kesalahan ini, namun sampai saat ini Bagindo mengaku belum melihat ketegasan Agus soal ini.

"Kenapa bisa lolos (penunjukkan Plt), mungkin karena Biro yang menangani tidak update aturan. Atau sudah tahu ada aturan baru namun karena keinginan Gubernurnya sendiri mereka tetap melaksanakannya. Apapun itu, Pj Gubernurlah yang saat ini bertanggung jawab untuk memperbaikinya," kata Bagindo. 

Oleh sebab itu, mantan Ketua IKA FISIP Unsri ini mendorong Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni untuk mengambil langkah tegas. Apalagi, jika mengutip dari aturan tersebut, maka posisi Pj Kepala Daerah di Sumsel ini bisa digugurkan. Hal ini bisa berdampak serius terkait stabilitas pemerintahan di Sumsel. 

"Atau pilihan lainnya hak mereka dikembalikan lagi dengan menganulir penunjukkan Plt, dikembalikan lagi ke Plh. Hal ini kan seharusnya bisa dilakukan oleh Pj Gubernur yang memang pejabat utama di Kemendagri. Tinggal melapor kepada menteri, ada kesalahan yang terjadi," ujarnya. 

Sebab, apabila tetap dibiarkan seperti ini maka menurut Bagindo masyarakat bisa berasumsi macam-macam terhadap kepemimpinan Agus Fatoni. Lalu, pilihan mana yang terbaik untuk warga Sumsel?