Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) dingatkan agar menjaga masjid supaya tidak digunakan sebagai tempat berpolitik praktis. Terlebih saat ini memasuki tahun politik.
- Yuk, Ngabuburit dan Wisata Religi ke Masjid Merah Lubuklinggau, Masjid Unik Bergaya Arsitektur Tionghoa
- Miris, Maling Kuras Celengan Anak Yatim di Masjid Talang Jambe
- Gegara Uang Rp 100.000, Jari Jempol Marbot Masjid Nyaris Putus Ditikam Tetangga
Baca Juga
Hal itu disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam Rakernas BKM di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur pada Rabu malam (8/11).
Menag mengatakan, semestinya kalau ingin berpolitik di masjid maka harus mencontoh apa yang dilakukan pada masa Rasulullah. Pada masa Rasulullah, menurut Menag, masjid adalah tempat membicarakan politik untuk persatuan umat dan tidak terkait dengan perbedaan kepentingan.
"Dulu Nabi Muhammad SAW di masjid melakukan politik keumatan atau istilahnya sekarang high politics, tidak terkait dengan perbedaan kepentingan, dan justru sebaliknya mempersatukan perbedaan dari berbagai kabilah di sana," kata Menag Yaqut dikutip dari laman resmi Kemenag, Kamis (9/11).
Hal ini berbeda dengan yang terjadi saat ini. Dimana kegiatan politisasi yang dilakukan di masjid pada saat ini justru cenderung memecah belah umat dan mengkotak-kotakkan umat.
"Ketika melakukan konsolidasi politik di masjid, justru terjadi pengkotakan. Ini tidak boleh kita biarkan," kata Menag.
Namun sayangnya, menurut Menag, banyak orang yang beranggapan konsolidasi politik yang dilakukan di masjid menjadi bagian yang dicontohkan Rasulullah. Hal ini yang menurutnya, pengurus BKM perlu mengambil peran untuk menjelaskan kesalahpahaman tersebut.
Ia mengungkapkan aktivitas politik di masjid saat ini sering dikaitkan dengan aktivitas Nabi Muhammad SAW saat membangun peradaban di Madinah dengan berpolitik di masjid pada zaman dahulu. Menurutnya, hal ini berbeda dengan yang terjadi pada zaman sekarang dan tidak bisa disamakan dengan yang terjadi di zaman dahulu.
"Pada masa Nabi, politik yang berjalan di masjid itu adalah politik yang mempersatukan banyaknya kabilah-kabilah yang berbeda. jika masjid dijadikan alat berpolitik justru yang terjadi adalah pengkotak-kotakkan. Itu berbanding terbalik dengan politik pada masa Rasulullah," demikian Menag.
- Yuk, Ngabuburit dan Wisata Religi ke Masjid Merah Lubuklinggau, Masjid Unik Bergaya Arsitektur Tionghoa
- Menag Yaqut: Perjuangan Politik Telah Usai, Sekarang Mari Berjuang Meraih Fitri
- Keluarkan Surat Imbauan, Rektor Unsri Tak Restui Forum Dosen Gelar Deklarasi di Kampus