Mandor Tewas Terlindas Truk di Areal Tambang, Tanggung Jawab Siapa?

Aparat kepolisian dari Polres Muara Enim dan Polsek Rambang Dangku saat berada di rumah duka korban Nurhidayat. (ist/rmolsumsel.id)
Aparat kepolisian dari Polres Muara Enim dan Polsek Rambang Dangku saat berada di rumah duka korban Nurhidayat. (ist/rmolsumsel.id)

Aparat Polres Muara Enim tengah melakukan penyelidikan terkait kejadian tewasnya seorang mandor yang bertugas di areal tambang, kawasan Muara Enim tewas terlindas truk, pada Kamis (12/8) lalu.


Tidak hanya menewaskan korban Nurhidayat alias Dayat (32), dalam kejadian ini seorang pegawai lain bernama Mardani juga diketahui menderita patah kaki setelah terlindas truk yang sama.

Saat kejadian kedua korban dan pegawai lain sedang duduk usai makan malam di depan truk yang tiba-tiba berjalan dikemudikan oleh pegawai lain.  

Lalu, apakah kejadian itu bisa dikategorikan kecelakaan tambang yang selalu menjadi alasan pihak perusahaan setiap terjadinya kecelakaan tambang atau murni kelalaian sehingga pihak yang bertanggung jawab bisa dipidana? 

Aparat kepolisian juga dapat merujuk pada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 1827K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang baik. 

Dimana kecelakaan tambang harus memenuhi 5 (lima) unsur sebagai berikut : (1) Benar-benar terjadi, yaitu tidak diinginkan, tidak direncanakan, dan tanpa unsur kesengajaan; (2) Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh kepala teknik tambang (KTT) atau penanggungjawab teknik dan lingkungan (PTL); (3) Akibat kegiatan usaha pertambangan atau pengolahan dan/atau pemurnian atau akibat kegiatan penunjang lainnya; (4) Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap saat orang yang diberi izin; dan (5) Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek.

Sehingga bisa ditentukan apakah kejadian tersebut merupakan kecelakaan tambang atau murni tindak pidana yang disebabkan kelalaian, sesuai dengan jeratan pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Murni kelalaian, tapi masih dilakukan penyelidikan,"kata Kapolres Muara Enim, AKBP Danny Sianipar melalui Kasatreskrim, AKP Widhi Andika Darma kepada Kantor Berita RMOLSumsel saat dikonfirmasi.

Kelalaian yang menyebabkan terjadinya kecelakaan dalam setiap aktifitas pertambangan disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu yang utama adalah lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh regulator atau pemerintah, termasuk pihak perusahaan yang abai.

Hal ini telah diungkapkan oleh akademisi Universitas Sriwijaya, Dr Sena Putra Prabujaya beberapa waktu lalu. Apa yang terjadi menurutnya adalah “mismanagement” yang pengertiannya adalah manajemen yang sengaja atau tidak, ditangani dengan cara yang dapat dikategorikan sebagai "salah, buruk, ceroboh, tidak efisien atau tidak kompeten.

Menurut Sena, ini merupakan suatu penyakit yang amat berbahaya dalam tubuh aparatur pemerintahan atau dalam organisasi usaha apapun.

"Semisal seluruh pihak terkait ini tunduk aturan atau sama-sama patuh, akan selesai masalahnya, karena mekanisme kepatuhan terhadap aturan pertambangan yang terjadi saat ini juga tidak didampingi dengan mekanisme reward and punishment yang fair dari pemerintah” ujarnya.

Padahal, upaya maksimal dari pihak terkait, termasuk didalamnya pengawasan terhadap aktifitas dan keberlangsungan kebijakan dalam pertambangan ini merupakan kesempatan bagi semua pihak untuk menjaga dan menciptakan masa depan yang lebih baik. 

"Bukan untuk saat ini, melainkan menjadi peringatan untuk masa depan ekosistem, lingkungan dan sumber daya manusia di dalam dan di kawasan sekitar tambang,"ungkapnya.