[Laporan Khusus] Fakta Baru Kasus Pengoplosan Solar: Pali Lau Mandiri Ternyata Terdaftar Resmi di Ditjen Migas

Kapolda Sumsel, Irjen Pol Toni Harmanto. (Istimewa/rmolsumsel.id)
Kapolda Sumsel, Irjen Pol Toni Harmanto. (Istimewa/rmolsumsel.id)

Polda Sumsel terus mendalami kasus kasus pengoplosan BBM jenis solar yang berhasil diungkap pada Maret lalu.


Terbaru, konsentrasi BBM yang disita itu akan dicek di laboratorium, untuk melihat sejauh mana kandungan yang mungkin bisa memberikan dampak kerusakan pada kendaraan.  

Di sisi lain, Kapolda Irjen Pol Toni Harmanto juga mengatakan bahwa ia memerintahkan jajarannya untuk terus melakukan penyelidikan dan pengembangan kasus ini, untuk mengejar tersangka lain yang mungkin terlibat. Termasuk pemilik PT Pali Lau Mandiri yang sampai saat ini belum terungkap ke publik.

Menurut Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Kombes Pol Barly Ramadani yang dibincangi Kantor Berita RMOLSumsel pada Rabu (6/4), pihaknya kini tengah mengejar cukong (pemodal) dalam praktik bisnis ilegal ini.

"Sudah ada beberapa nama. Kalau tersangka baru, sedang kita lakukan pengejaran (termasuk pemodal), yang kita dapat dari penelusuran dan keterangan pemeriksaan," ujarnya.

Barly meyakini apabila cukong pengoplos solar ini dapat tertangkap, maka tidak menutup kemungkinan akan ada nama lain yang turut terbongkar. Namun pihaknya masih membutuhkan sedikit waktu untuk membuat kasus ini menjadi terang-benderang.

"Selain (mengejar) tersangka (pemodal) yang tinggal di perumahan elit (Citra Grand City - sesuai dengan alamat PT Pali Lau Mandiri), kita juga masih kembangkan. Kalau sudah tertangkap, maka yang lain juga akan terbongkar," janji Barly.

Lokasi pengoplosan solar yang dilakukan PT Pali Lau Mandiri di Desa Tanjung Terang Kecamatan Gunung Megang, Muara Enim. (rmolsumsel)

Lantas apa yang dimaksud Barly dengan terbongkar? Apakah ada oknum Pertamina yang bermain dalam kasus ini?

Berdasarkan keterangan dalam ungkap perkara pada 22 Maret lalu, pengakuan para tersangka yang diamankan dari PT Pali Lau Mandiri dan pengembangan yang dilakukan, Barly menjelaskan jika tersangka atau pemodal meminta jumlah BBM tersebut langsung kepada Pertamina sebagai penyedia dan operator pendistribusian BBM.

"Solar subsidi didapatkan dengan cara meminta, karena mereka bisa meminta kepada pihak pertamina dengan mengatasnamakan PT. Pali Lau Mandiri, baru kemudian dioplos," ungkapnya.

Namun Barly tidak mau bicara terlalu jauh terkait kemungkinan adanya permainan dalam distribusi BBM ini, yang kemudian dioplos sebelum diedarkan kepada masyarakat. "Waduh saya gak tahu soal kemungkinan itu (permainan orang dalam), langsung saja tanyakan ke Pertamina," cetusnya.

Hal lain yang juga terkuak dalam ungkap perkara ini adalah BBM yang dioplos itu ternyata juga dicampur dengan minyak ilegal yang didapatkan para tersangka dari kawasan Musi Banyuasin. Terkait hal ini, Barly mengatakan jika Polda Sumsel tetap melakukan pengawasan terhadap aktivitas illegal drilling ini.

"Kalau untuk masih adanya aktivitas ilegal drilling disana (Muba) sekarang kan sudah ada tim dan (Polda melakukan) pengawasan kepada mereka. Kami tidak pernah berhenti melakukan pengawasan itu," terangnya.

"Kalau untuk jumlahnya bisa tanyakan ke Polres yang bersangkutan, sebab sebelumnya kami (Polda Sumsel) sudah melakukan penutupan sebanyak 1000 aktivitas bahkan lebih," sambungnya.

Truk tangki PT Pali Lau Mandiri yang menggunakan logo Pertamina. (ist/rmolsumsel)

Kronologi Ungkap Kasus BBM Solar Oplosan

Tim dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sumsel menindaklanjuti informasi yang disampaikan oleh BPH Migas ke Polda Sumsel pada 10 Maret 2022. Tim kemudian melakukan penggerebekan di Desa Tanjung Terang Keacamatan Gunung Megang, Muara Enim sehari setelahnya, pada Jumat (11/3).

Dalam penggerebekan itu, tim berhasil mengungkap kasus pengoplosan BBM solar yang telah berlangsung sekitar 1 tahun tujuh bulan dan menghasilkan omzet miliaran rupih perhari bagi para pelaku. Polisi menangkap enam orang tersangka berinisial SA, 41; TR, 40; ED, 53; HO, 41; LE, 41; dan Tr, 50. Mereka warga Desa Karang Agung, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (Pali), Sumsel.

Polisi juga menyita sejumlah barang bukti, yakni dua unit mobil truk tangki berisi BBM solar 16 ribu liter masing-masing bernomor polisi BG 8125 NL dan BG 8126 NL, empat truk tangki berkapasitas masing-masin lima ribu liter, 34 sak tepung pemurnian minyak nabati, lima ribu liter minyak yang sudah dioplos, dan 10 ribu liter minyak sulingan.

Selain itu, lima lembar surat operasional pengantaran barang PT PLM, satu lembar tiket timbangan berwarna kuning PT GMS, satu nota, buku catatan, dan beberapa jeriken plastik berisi minyak. ”Para tersangka dikenakan pasal 54 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (Migas) dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar,” tegas Kapolda dalam gelar ungkap perkara pada Selasa (22/3) lalu.

Sementara itu, Direktur Reskrimsus Polda Sumsel, Kombes Barly Ramadhani saat itu menerangkan, modus yang digunakan pelaku dalam praktik pengoplosan ini adalah dengan mencampur BBM yang diperoleh dari Pertamina dengan minyak mentah dan berbagai bahan lainnya.

"BBM dan bahan-bahan tersebut dicampur dalam satu kolam penampungan lalu di mixer. Hasilnya disimpan di tangki-tangki dan toren untuk selanjutnya dipompa ke truk tangki. Setelah itu baru didistribusikan ke sejumlah konsumen di Muara Enim dan Lahat," terang Barly.

Para pelaku, kata Barly, memiliki peran masing-masing dalam setiap beraksi. Ada yang berperan sebagai penerima minyak mentah dari Muba, memasukkan bahan pencampur, dan yang melakukan mixing. Mereka semua bekerja dibawah PT Pali Lau Mandiri, sebuah perusahaan distribusi BBM yang beralamat di Citra Grand City Valley Blok Sc 2 No. 23 Palembang.

"Pelaku juga menyiasati pengiriman dengan menggunakan mobil tangki berlogo Pertamina agar lebih terlihat rapi dan tidak mencurigakan. Tujuan mereka agar tindakan mereka tidak dicurigai polisi, maka mobil tersebut mereka beri logo pertamina," kata Barly saat itu.

Gelar ungkap perkara BBM Solar Oplosan di Mapolda Sumsel  22 Maret lalu, dihadiri oleh Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Erika Retnowati. (ist/rmolsumsel)

BPH Migas Sebagai Regulator, Pertamina Patra Niaga Sebagai Operator

Industri Minyak dan Gas Bumi merupakan sektor penting di dalam pembangunan nasional baik dalam hal pemenuhan kebutuhan energi dan bahan baku industri di dalam negeri maupun sebagai penghasil devisa negara sehingga pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin.

Dalam upaya menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional, sehingga mampu mendukung kesinambungan pembangunan nasional guna mewujudkan peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, telah ditetapkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Undang-undang tersebut memberikan landasan hukum bagi pembaharuan dan penataan kembali kegiatan usaha Migas nasional mengingat peraturan perundang-undangan sebelumnya (UU  No.44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan UU No.8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara) sudah tidak lagi sesuai dengan keadaan sekarang maupun tantangan yang akan dihadapi di masa yang akan datang.

Sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 22 Tahun 2001, Kegiatan Usaha Hilir Migas berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan. Namun Pemerintah tetap berkewajiban menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mengatur kegiatan usaha pengangkutan Gas Bumi melalui pipa agar pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai dan mendorong peningkatan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri.

Didalam melaksanakan tanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM dan usaha pengangkutan Gas Bumi melalui pipa guna menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM di seluruh wilayah NKRI dan mendorong peningkatan pemanfaatan gas bumi dalam negeri, Pemerintah sesuai amanat Undang-undang No. 22 Tahun 2001 telah membentuk suatu badan independen yaitu Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa (Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 2002 jo Keputusan Presiden No. 86 Tahun 2002), yang selanjutnya Badan ini disebut Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

BPH Migas melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam UU No.22 Tahun 2001 khususnya yang menyangkut kegiatan usaha hilir Migas. Terdapat beberapa tugas dari BPH Migas yaitu: 1. Mengatur dan menetapkan ketersediaan dan distribusi BBM; 2. Mengatur dan menetapkan cadangan BBM nasional; 3. Mengatur dan menetapkan pemanfaatan bersama fasilitas pengangkutan dan penyimpanan BBM; 4. Mengatur dan menetapkan tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa; 5. Mengatur dan menetapkan harga gas bumi untuk rumah tangga dan usaha pelanggan kecil; dan 6. Mengatur dan menetapkan pengusahaan transmisi dan distribusi gas bumi.

Dalam proses distribusi yang menyangkuti kegiatan usaha hilir migas terkait BBM, BPH Migas berkoordinasi dengan PT Patra Niaga, anak perusahaan PT Pertamina yang diluncurkan pada tahun 2004, sebagai entitas yang fokus pada bisnis hilir minyak dan gas, setelah sebelumnya terdaftar sebagai PT Elnusa Harapan di tahun 1997.

Pada tahun 2011, PT Pertamina (Persero) mulai menyelaraskan semua logo anak perusahaannya melalui Direktorat Pemasaran dan Perdagangan Pertamina. Direktorat mulai mengganti nama masing-masing logo anak perusahaan termasuk logo PT Patra Niaga dan mengubah nama perusahaan menjadi PT Pertamina Patra Niaga.

Pada tanggal 13 Juni 2020, PT Pertamina Patra Niaga telah ditunjuk sebagai Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) secara virtual, dan resmi legal end-state di tanggal 1 September 2021. Disamping mengelola bisnis dan operasional eksisting Pertamina Patra Niaga berupa perdagangan dan penanganan bahan bakar, serta manajemen armada dan depot, kini Sub Holding Commercial & Trading bertugas menjalankan rantai kegiatan bisnis hilir Pertamina.

Area Manager Communication, Relation, & CSR Pertamina Regional Sumbagsel, Tjahyo Nikho Indrawan, saat dikonfirmasi Kantor Berita RMOLSumsel menjelaskan secara sederhana bahwa kuota per SPBU diatur oleh BPH Migas sebagai badan regulator. "Sementara kami (Pertamina Patra Niaga) hanya sebagai operator yg ditugaskan Pemerintah untuk mendistribusikan BBM kepada Masyarakat sesuai yang ditetapkan oleh badan regulator tersebut, dalam upaya menjamin ketersediaan BBM bagi masyarakat," ujarnya.

Antrian Solar di salah satu SPBU di Palembang, foto diambil beberapa waktu lalu. (rmolsumsel)

Pertamina Patra Niaga Tegaskan Tidak Ada Hubungan Pali Lau Mandiri dengan Pertamina, Tapi Menolak Lapor Pencatutan

Fakta dalam ungkap kasus ini memunculkan sejumlah pertanyaan. Pertama, bagaimana kemudian PT Pali Lau Mandiri mendapatkan BBM Solar secara resmi seperti yang terungkap dalam gelar ungkap perkara pada 22 Maret 2022 lalu. Apakah kemudian ada oknum yang bermain, sengaja memberikan (menjual) minyak tersebut kepada para tersangka. Ataukan PT Pali Lau Mandiri memang distributor resmi?

Bagaimana pula kemudian perusahaan tersebut berani memasang logo Pertamina di mobil tangki yang disita polisi? Kalaupun sengaja dilakukan tentu bisa dijerat dengan sanksi hukum lain (pencatutan), yang bisa menambah berat ancaman hukuman saat ini.

Hal ini tertuang sesuai dengan bunyi Pasal 100 ayat 1, UU No.20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yakni:  “Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Begitu juga dengan fakta mengenai proses pencampuran BBM Solar Pertamina dengan minyak mentah yang berasal dari Muba. Hal ini memunculkan asumsi jika proses illegal drilling yang terjadi di kabupaten tersebut masih berlangsung. Sehingga masyarakat kemudian mempertanyakan bagaimana peran dan fungsi pengawasan regulator dalam hal ini BPH Migas dan aparat penegak hukum.

Kepala BPH Migas, Erika Retnowati, mengatakan solar oplosan yang diproduksi pabrik BBM ilegal itu, sangat merugikan pengguna karena tidak sesuai standar dan mutu (spesifikasi) BBM yang ditetapkan pemerintah. "Pengelola pabrik BBM ilegal ini jelas merugikan masyarakat dan pemerintah. Penyediaan dan pendistribusi BBM yang semestinya lancar jadi tersendat, karena ulah sementara pihak yang tidak bertanggung jawab", ungkap Erika dalam gelar ungkap perkara pada 22 Maret 2022 tersebut.

Dia mengatakan, pentingnya distribusi yang tepat sasaran menjadi hal yang harus sangat diperhatikan, terlebih disparitas harga BBM bersubsidi dan non subsidi saat ini relatif tinggi. Kerja sama yang baik dengan Polri serta pemerintah daerah menjadi salah satu upaya dalam pengawasan distribusi BBM.

Sementara itu, Pertamina Patra Niaga Sumbagsel selaku operator yang ditugaskan pemerintah untuk mendistribusikan BBM kepada masyarakat, sebelumnya telah angkat bicara atas kasus ini. Area Manager Communication, Relation, & CSR Pertamina Regional Sumbagsel, Tjahyo Nikho Indrawan mengatakan PT Pali Lau Mandiri yang diduga menyalurkan Bahan Bakar Minyak jenis solar oplosan itu, bukan merupakan agen ataupun transportir BBM PT Pertamina Patra Niaga maupun PT Elnusa Petrofin.

“Kami menegaskan bahwa PT Pali Lau mandiri bukan merupakan agen ataupun transportir BBM PT Pertamina Patra Niaga maupun PT Elnusa Petrofin,” Ujar Nikho pada 22 Maret 2022 lalu. Kantor Berita RMOLSumsel kembali mengonfirmasi Nikho terkait penggunaan logo pertamina pada barang bukti truk tangki yang disita, Nikho enggan berkomentar. "Untuk itu saya no komen. Karena PT itu bukan mitra kami," kata Nikho melalui pesan singkat sehari setelahnya.

Tim Kantor Berita RMOLSumsel kembali melakukan konfirmasi kepada Nikho pada Rabu (6/4) terkait perkembangan terbaru penyelidikan ungkap perkara pengoplosan BBM Solar ini.  "Saya tidak mau komentar untuk PT Pali Lau Mandiri, karena mereka sama sekali tidak ada hubungan bisnis dengan Pertamina," tulis Nikho pada pesan WhatsApp.

Nikho kembali menjelaskan bahwa secara aturan, BPH Migas memiliki kewajiban berkoordinasi dengan pemerintah daerah (Pemda) mengenai total atau kuota pendistribusian BBM ke seluruh SPBU yang ada. Sedangkan pertamina patra niaga, hanya sebagai operator yang ditugaskan pemerintah untuk menditribusikan BBM kepada masyarakat sesuai dengan permintaan badan regulator (BPH Migas).

Atas dasar perkembangan penyelidikan terbaru oleh Polda Sumsel, tim Kantor Berita RMOLSumsel juga sempat menanyakan kepada Nikho terkait kemungkinan untuk melakukan audit internal, mengantisipasi adanya oknum yang bermain.

Tim juga menanyakan kepada Nikho mengenai kemungkinan Pertamina melaporkan PT Pali Lau Mandiri, yang dalam ungkap perkara lalu disebutkan mencatut logo pertamina. Sehingga bisa pula dikenakan pidana. Hanya saja, Nikho bersikeras bahwa pihaknya tidak memiliki hubungan dengan PT Pali Lau Mandiri, dan pencatutan logo yang dilakukan oleh perusahaan pengoplos BBM itu tidak akan dilaporkan.

"Tidak ada laporan yang akan dibuat, kalau untuk audit sendiri itu buat siapa? tidak ada yang salah dari kami, memang PT itu gak ada afiliasi atau hubungan apapun dengan kami," pungkasnya.

Tangkapan layar dokumen yang didapat RMOLSumsel menunjukkan PT Pali Lau Mandiri (highlight biru) terdaftar resmi di Ditjen Migas. (rmolsumsel)

PT Pali Lau Mandiri Ternyata Terdaftar Resmi di Ditjen Migas Sebagai Badan Usaha Pengangkutan

Keterangan disampaikan oleh Area Manager Communication, Relation, & CSR Pertamina Regional Sumbagsel, Tjahyo Nikho Indrawan terkait status PT Pali Lau Mandiri yang bukan merupakan mitra pertamina beredar luas.

Keterangan itu dilansir oleh berbagai media nasional setelah ungkap kasus pengopolosan BBM Solar yang dilakukan oleh Polda Sumsel pada Maret lalu.

Akan tetapi, penelusuran yang dilakukan oleh Kantor Berita RMOLSumsel nama PT Pali Lau Mandiri ternyata terdaftar secara resmi di Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, berdasarkan data yang diperoleh redaksi.

PT Pali Lau Mandiri terdaftar sebagai badan usaha pemegang Izin Usaha Pengangkutan Migas dalam daftar yang dirilis sejak triwulan pertama (Januari-Maret) tahun 2021 lalu, pada urutan ke-1698. Urutan itu tidak berubah sampai Ditjen Migas merilis daftar badan usaha pemegang Izin Usaha Pengangkutan Migas untuk untuk triwulan pertama (Januari-Maret) tahun 2022.

Itu artinya, PT Pali Lau Mandiri tetap terdaftar secara resmi saat ungkap perkara yang dilakukan Polda Sumsel, PT Pali Lau Mandiri masih terdaftar resmi.

Sebagai badan usaha resmi pengangkutan, PT Pali Lau Mandiri memiliki hak untuk mendistribusikan BBM kepada masyarakat. Sehingga apabila didasarkan pada alur pendistribusian BBM, seperti yang sempat dijelaskan Nikho kepada Kantor Berita RMOLSumsel dan media lain, PT Pali Lau Mandiri mau tidak mau harus berhubungan dengan Pertamina untuk sebelum mendistribusikan BBM itu ke SPBU (masyarakat).

Hal ini tentunya bertolak belakang dengan keterangan Nikho kepada awak media beberapa waktu lalu. Kalaupun PT Pali Lau Mandiri tidak memiliki hubungan dengan Pertamina Patra Niaga, lantas bagaimana PT Pali Lau Mandiri bisa mendapatkan BBM bersubsidi untuk didistribusikan kepada masyarakat? (*/bersambung)