Langkah Mendikbud Nadiem Bak Dagelan dan Sandiwara, Lucu !

Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Dudung Nurullah Koswara menyesalkan langkah Menteri Pendidkan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengizinkan sekolah-sekolah di zona kuning dibuka.


Kebijakan ini dinilai berisiko tinggi dan membahayakan para siswa, guru, dan orang tua murid.

“Tersenyum saya saat pemerintah melakukan revisi surat keputusan bersama (SKB) empat menteri yakni Mendikbud, Menteri Kesehatan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri untuk memperbolehkan tatap muka di zona kuning. Rasanya seperti dagelan dan sandiwara. Dalam benak saya, buat anak kok coba-coba," kata Dudung, Senin (10/8).

Dia menambahkan, sungguh sebuah kecerobohan yang dilakukan empat menteri bila sekolah di zona kuning dibolehkan melakukan tatap muka.

Saat ini Dudung mengaku menerima dan membaca beberapa info anak didik yang terpapar dan staf sebuah cabang dinas pendidikan terpapar. "Akankah kita spekulasi?," cetusnya.

Adaptasi Kebiasan Baru (AKB) identik dengan modus tersulit bagi pemerintah pada orang dewasa agar produktif. Dia mengatakan produktivitas orang dewasa terkait ekonomi dan layanan publik memang sangat dibutuhkan. Bila masyarakat terus nonproduktif, pemerintah bisa kerepotan dan bahkan jatuh.

Secara politik bagi pemerintah kehidupan ekonomi apapun situasinya, bagaimana pun caranya harus segera dihidupakan.

Masyarakat, tuturnya, dipaksa berdampingan dengan COVID-19. Ini simalakama dan simalakarma. Mau tidak mau manusia dewasa dan sehat harus produktif menghasilkan sesuatu dalam sikon sulit, penuh ancaman wabah.

"Orang dewasa harus produktif, anak-anak tidak diwajibkan produktif. Termasuk produktif belajar," ujarnya. Dia menegaskan anak adalah anak, entitas yang harus dilayani, dilindungi, diprotek dari bahaya wabah.

"Menggiring anak tatap muka dan bergerak menuju sekolah di wilayah zona kuning adalah sebuah proses kuningisasi risiko tinggi!," serunya.