Korit Sumsel Dinilai Lemah, Kawali: Percuma Diberi Kewenangan Jika Kecelakaan dan Kerusakan Lingkungan Terus Berulang

ilustrasi: Salah satu kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT Musi Prima Coal menjadi sorotan beberapa waktu ke belakang. (rmolsumsel)
ilustrasi: Salah satu kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT Musi Prima Coal menjadi sorotan beberapa waktu ke belakang. (rmolsumsel)

Kewenangan Inspektur Tambang untuk menyetop aktivitas perusahaan tambang yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan di Sumsel dinilai masih belum berjalan. 


Hal ini disampaikan oleh Ketua Kawali Sumsel, Chandra Anugerah saat dibincangi Kantor Berita RMOLSumsel, Rabu (14/12). Bahkan menurutnya inspektur tambang Sumsel terkesan lemah meski memiliki kewenangan pembinaan dan pengawasan.

"Sampai sejauh ini kami belum melihat ada tindakan tegas dari Korit Sumsel atas apa yang terjadi (pencemaran dan kerusakan lingkungan) di sejumlah wilayah, khususnya di sekitar tambang di Sumsel," ungkap Chandra. 

Perusahaan masih bisa terus beroperasi walaupun secara administrasi telah mendapatkan sanksi dari instansi terkait. "Masih bisa jalan kok selama ini. Malah ada yang sudah dapat sanksi dari Dinas Lingkungan Hidup tidak ada penghentian sama sekali," kata Chandra. 

Aktivis Kawali Sumsel saat berada di Kantor Dirjen Penegakkan Hukum Kementerian LHK. (rmolsumsel)

Dia mengatakan, kondisi itulah yang membuat perusahaan abai terhadap kewajibannya dalam menerapkan prinsip pelestarian lingkungan di setiap operasionalnya. 

"Kalau memang ada ketegasan (penghentian operasional), tentu pelaku tambang akan menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujarnya. 

Terlebih, kata dia, penyetopan yang dilakukan bisa berimbas terhadap target produksi perusahaan. Nah, hal tersebut tentunya membuat perusahaan bisa lebih berhati-hati lagi dalam memenuhi aspek kelestarian lingkungan. 

"Jika wewenang ini digunakan dengan baik, perusahaan pasti tidak akan berani macam-macam karena akan berimbas ke produksinya. Sebab, kerugian materiil yang diderita perusahaan cukup besar. Namun yang terjadi saat ini, kecelakaan dan pencemaran lingkungan terus berulang," bebernya. 

Wewenang yang kurang dijalankan tersebut menimbulkan asumsi jika ada permainan antara petugas dengan perusahaan tambang di lapangan. 

Inspektur Tambang seolah tak berdaya menjalankan kewenangan itu hingga membuat kasus pencemaran lingkungan masih terus terjadi. 

"Kalau memang tidak ada, jelas Inspektur Tambang bisa tegas memberikan sanksi. Lempeng-lempeng aja karena tidak ada kepentingan. Tapi sejauh ini, kewenangan untuk menghentikan aktivitas tambang yang bermasalah hanya pada tataran imbauan semata. Tanpa disertai dengan pengawasan yang ketat," ucapnya. 

Sementara itu, Koordinator Inspektur Tambang (KorIT) Penempatan Sumsel, Oktarina Anggereyni saat dikonfirmasi via pesan Whatsapp belum memberikan balasan. 

Korit Sumsel, Oktarina Anggereyni. (rmolsumsel)

Padahal, kewenangan penghentian aktivitas penambangan oleh Inspektur Tambang tertuang dalam Pasal 36 PP No.55 Tahun 2010 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Dan Pelaksanaan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara, seperti yang diungkapkan Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Sunindyo Suryo Herdadi kepada Kantor Berita RMOLSumsel sebelumnya.

Dia mengatakan, Inspektur tambang memiliki kewenangan untuk menyetop sebagian atau keseluruhan aktivitas pertambangan yang dilakukan perusahaan, apabila terjadi pencemaran ataupun kerusakan lingkungan. 

Misalnya pada kasus jebolnya tanggul kolam pengendap lumpur atau pencemaran lingkungan yang bersifat berat yang dilakukan oleh perusahaan tambang sehingga berdampak kepada masyarakat. 

Maka untuk itu, inspektur tambang di setiap daerah memiliki kewenangan untuk menghentikan aktivitas pertambangan perusahaan tersebut. 

"Kegiatan pertambangan saat itu dapat dihentikan sebagian atau seluruhnya untuk fokus terhadap tindakan perbaikan jebolnya tanggul tersebut," kata Sunindyo.

Dia menegaskan konteks yang dimaksud tersebut lebih pada situasi dan kondisi dimana pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan itu sudah nyata adanya. Sehingga sebagai tindak lanjut, pihaknya juga mengaku terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup atau Dinas Lingkungan setempat. 

"Sebagai instansi yang berwenang terhadap pengawasan pelaku usaha dalam menjalankan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Tujuannya untuk mengawal dan memastikan tindakan perbaikan/penanggulangan segera dilaksanakan oleh pemegang IUP," pungkasnya.