Kontroversi Dermaga Tunas Lestari Tama: Tetap Operasi di Tengah Sanksi, Aktivis Desak APH Usut Dugaan Kongkalikong dengan PT HKI

Aktivitas di terminal khusus Tunas Lestari Tama (TLT) yang berlokasi di Sungai Dawas, Pinang Banjar, Sungai Keruh Musi Banyuasin. (ist/rmolsumsel.id)
Aktivitas di terminal khusus Tunas Lestari Tama (TLT) yang berlokasi di Sungai Dawas, Pinang Banjar, Sungai Keruh Musi Banyuasin. (ist/rmolsumsel.id)

Terminal khusus milik PT Tunas Lestari Tama (TLT) yang berlokasi di Sungai Dawas, Desa Pinang Banjar, Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, tengah disorot karena diduga beroperasi tanpa dokumen Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). 


Terminal ini diketahui digunakan untuk bongkar muat batu split yang menjadi bagian dari proyek konektivitas Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) ruas Betung-Jambi, khususnya seksi II ruas Tungkal Jaya-Bayung Lencir.

Meskipun status terminal tersebut saat ini tengah disanksi dan dibahas dalam rapat bersama kementerian serta utusan khusus Presiden, Prabowo Subianto, aktivitas operasional di lokasi tersebut diketahui masih berlangsung. 

Akibatnya sejumlah aktivis di Sumsel mempertanyakan ketegasan regulator yang bertanggung jawab atas sanksi penyetopan operasional tersebut, yakni Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Palembang. 

Hanya saja saat dikonfirmasi terkait ini, Kepala KSOP Kelas I Palembang, Laksamana Pertama TNI Idham Faca, belum memberikan jawaban. 

Di sisi lain, polemik operasional pelabuhan yang telah berlangsung sejak beberapa tahun ke belakang ini juga mengungkap dugaan kongkalikong antara PT TLT dan PT Hutama Karya Infrastruktur terkait adanya perjanjian sewa-menyewa dermaga. 

PT HKI diduga mengoperasikan dermaga untuk bongkar muat batu split, meskipun seharusnya perusahaan ini tidak memiliki izin untuk menjalankan aktivitas tersebut. Seperti diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA), Rahmat Sandi.

Sebagai perusahaan jasa konstruksi, PT HKI seharusnya hanya diperbolehkan melakukan perjanjian Jasa Upah Bongkar Muat dengan PT TLT sebagai operator terminal. "Jika benar ada perjanjian sewa-menyewa, berarti ada pelanggaran izin yang harus ditindaklanjuti," ujarnya, Rabu (11/12).

Kalaupun benar, Rahmat menegaskan bahwa PT HKI seharusnya memiliki Surat Izin Usaha Perusahaan Bongkar Muat (SIUPBM) yang dikeluarkan oleh Gubernur untuk mengoperasikan dermaga. "Apakah PT HKI sudah memiliki izin ini?" ujarnya, mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 152/2016 tentang penyelenggaraan bongkar muat barang dari dan ke kapal.

Sehingga aktivis lingkungan dan anti korupsi di Sumsel itu mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran ini. "Kami menduga ada tindak pidana korupsi dalam kasus ini. Aparat penegak hukum harus segera bertindak untuk mengusut lebih dalam, bukan hanya menegakkan pelanggaran izin semata," tegasnya.

Dinas Lingkungan Hidup Sumsel Telusuri Dugaan Pelanggaran Izin Lingkungan

Kasus dugaan pelanggaran izin ini menjadi sorotan publik, mengingat pentingnya aspek legalitas dalam pembangunan infrastruktur strategis nasional. Namun, saat dikonfirmasi terkait ini, Sekretaris Perusahaan PT HKI, Philadelphia H.H.P, tak membenarkan tak juga menyalahkan. 

Saat ini, pihaknya pihaknya tengah menunggu kelengkapan perizinan dari PT TLT. "Saat ini, HKI menggunakan dermaga komersial lain yang telah memiliki izin untuk mendukung proyek," jelasnya, Jumat (13/12).  

Meskipun demikian, Philadelphia menyebut bahwa pengerjaan beberapa seksi jalan tol Palembang-Jambi terus berjalan. Diantara progres pembangunan bervariasi, juga tetap menunjukkan kemajuan, mulai dari di bawah 3 persen hingga di atas 50 persen, tergantung pada seksi proyek.  

Di sisi lain, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Sumsel, Herdi Apriansyah mengungkapkan bahwa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) adalah izin utama bagi perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan. 

"Jika aktivitas perusahaan berada di kawasan hutan, itu bisa dilakukan, asalkan ada izin pelepasan kawasan hutan terlebih dahulu," jelasnya. Setelah itu, perusahaan dapat mengajukan izin lainnya, seperti Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).

Namun, Herdi menegaskan bahwa jika perusahaan tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan, pihaknya tidak akan mengeluarkan izin lainnya, termasuk izin Amdal. Terbukti pada kasus PT TLT. "Kami belum pernah mengeluarkan izin Amdal untuk PT TLT," ungkapnya.

Begitu pula dengan Kabid PDTL DLH Muba, Ilham, mengatakan pihaknya akan mempelajari lebih lanjut dugaan pelanggaran ini. "Akan saya pelajari dulu," ujar Ilham singkat. Sedangkan Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel belum menjawab konfirmasi terkait informasi mengenai operasional PT TLT yang tetap berlangsung di tengah sanksi.  (*/tim)