K-MAKI Sumsel: Manisnya 'Gula' RMK energy (RMKE), Bungkam Semua yang Awalnya Bersuara!

Deputi K-MAKI Sumsel Feri Kurniawan dalam sebuah diskusi lingkungan yang digagas Kantor Berita RMOLSumsel. (rmolsumsel)
Deputi K-MAKI Sumsel Feri Kurniawan dalam sebuah diskusi lingkungan yang digagas Kantor Berita RMOLSumsel. (rmolsumsel)

Bola panas dugaan pidana lingkungan yang terjadi dalam aktifitas operasional PT RMK Energy (RMKE) di kawasan Muara Belida, Muara Enim terus bergulir. Sorotan terhadap penanganan perkara ini datang dari berbagai pihak


Setelah sebelumnya Ketua PDI Perjuangan Sumsel Giri Kiemas, kini kembali salah satu aktivis anti korupsi, Deputi K-MAKI Sumsel Feri Kurniawan. Feri menyayangkan penanganan perkara yang terkesan lamban. Padahal sudah dilaporkan sejak 2021 silam, namun dimediasi oleh Polda Sumsel. 

Feri khawatir hal ini akan menjadi preseden buruk bagi institusi karena banyak asumsi yang berkembang. Padahal masih banyak pihak yang percaya dan mendukung Polda Sumsel untuk bisa bekerja maksimal. 

"Polda Sumsel tidak sendirian, apalagi banyak aktivis yang mendukung dan semua bukti pelanggaran RMKE ini juga sudah dijabarkan detil oleh media,"ungkapnya.

Mengulas sudut pandangnya dalam kasus RMKE, Feri juga menyayangkan para pejabat dan wakil rakyat yang awalnya frontal terhadap pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan ini, kini seolah diam. 

Dia mempertanyakan sejumlah anggota DPRD Sumsel yang sebelumnya begitu keras terhadap RMKE kini tak lagi muncul. Macam Ketua DPRD Anita Noeringhati, Ketua Komisi IV yang membidangi lingkungan, Holda dan jajaran yang sebelumnya juga sempat menyegel RMKE yang awalnya vokal. 

"Sekarang kita tidak tahu mereka kemana. Justru sosok wakil rakyat yang selama ini diam, malah semakin lantang. Kemana mereka yang selama ini vokal? Semakin kesini seharusnya semakin keras, jangan buat kita masyarakat ini curiga," kata Feri. 

Hal ini bukan tanpa alasan, Feri sebelumnya juga telah mengungkapkan bahwa kasus pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh RMKE sangat berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, antara perusahaan pelanggar, pejabat atau regulator dan aparat penegak hukum.

Dalam kasus yang melibatkan korporasi seperti ini, kongkalikong antara pelanggar dan regulator merupakan hal yang lumrah terjadi. Bahkan melibatkan nominal yang tidak sedikit, apabila diperhitungkan dengan keuntungan yang telah diraup oleh RMKE dari Sumsel. Sebagai catatan, pada 2022, RMKE mendapat Rp 2,7 triliun.

Sementara dalam rilis terbaru, tahun 2023 RMKE menargetkan pendapatan usaha sebesar Rp 3,2 triliun, meski di tengah polemik sanksi dan ancaman pidana lingkungan yang mengakibatkan perusahaan ini sudah lebih dari satu bulan tidak beroperasi. 

"Hebat sekali bukan? Jadi, kalau diibaratkan gula, apa yang patut diduga sudah diberikan RMKE kepada mereka yang seharusnya berada di garis depan untuk lingkungan dan masyarakat Sumsel ini merupakan gula yang sangat manis, sampai semua bungkam," jelas Feri. 

Untuk diketahui, sebelumnya terkait permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh aktifitas RMKE ini, Komisi IV DPRD Sumsel sudah menggelar rapat dengar pendapat. Beberapa anggota dewan menyayangkan RMKE yang dinilai bebal terhadap aturan. 

Dalam rapat tersebut, Askweni dari fraksi PKS mengungkapkan kalau sebenarnya permasalahan ini telah dimulai sejak tahun 2014 hingga 2020 dan RMKE dinilainya sudah tak manusiawi dengan masyarakat Selat Punai. “Tahun 2021 lalu ada laporan ke Polda Sumsel baru ada pembicaraan, kemudian RMK ini juga masuk dalam 29 perusahaan dengan proper merah,” kata dia.

Anggota Komisi IV lainnya, Andi Dinialdie dari Fraksi Golkar mengungkapkan, permasalahan ini sudah berlarut larut dan tidak diselesaikan oleh PT RMK. Bahkan tidak hanya di Palembang, melainkan di wilayah Kabupaten Muara Enim juga seperti itu.

“Secara pribadi ini perusahaan yang kurang ajar. Karena perusahaan ini tidak ada itikad baik, maka harus ditutup selama lamanya, sebelum lingkungan diperbaiki,” tegas dia.

Polemik RMKE lantas bergulir, sampai akhirnya Ketua DPRD Sumsel, Anita Noeringhati menjadi yang paling vokal dalam menyuarakan pelanggaran lingkungan RMKE. Wanita yang berjuluk Singa Betina Parlemen ini, bahkan menjadi yang terdepan mendorong sanksi pemberatan bagi perusahaan yang dimiliki oleh Tony Saputra itu. 

Anita juga mengungkapkan rasa kesalnya terhadap RMKE, yang disebutnya seolah kebal hukum. (Baca: (Baca: https://www.rmolsumsel.id/rmk-sudah-sepelekan-wakil-rakyat-anita-tersinggung-sudah-waktunya-ditutup

Sampai akhirnya, RMKE disegel oleh Kementerian LHK atas pencemaran lingkungan pada 14 September 2023 lalu. Rakyat Sumsel, khususnya warga Selat Punai dianggap menang dari pertarungan bertahun dari debu batubara, akibat aktivitas RMKE yang selama ini sudah mengeruk kekayaan dari bumi sumsel.

Sebelumnya, Anita dan Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, Holda bersama sejumlah anggota lainnya juga sempat berjanji mengawal kasus ini dan memastikan perusahaan pelanggar lingkungan di Sumsel mendapatkan sanksi berat, demi masyarakat.

Tidak hanya dewan, ada pula pejabat pemerintahan, sampai aktivis yang selama ini lantang bersuara menolak aktifitas korporasi perusak lingkungan, saat ini terkesan bungkam. Padahal, selayaknya suara itu terus diperdengarkan jika benar hadir untuk masyarakat.

Menjawab tudingan itu, Anita menegaskan komitmen DPRD Sumsel untuk  mengawal kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh RMKE untuk menjaga lingkungan di Sumsel. "Dari kemarin sampai saat ini komitmen DPRD Sumsel jelas," katanya kepada Kantor Berita RMOLSumsel, usai acara konsolidasi partai di Hotel Excelton, Kamis (2/11).

Dalam kesempatan itu dia juga meminta semua pihak untuk terlibat dan ikut mengawasi jalannya proses hukum terkait, lebih jauh adalah mengenai upaya menjaga lingkungan hidup di Sumsel kedepan agar bisa lestari dan menjadi warisan bagi anak cucu nanti. Meskipun Anita menolak mengomentari perkembangan terbaru kasus pidana lingkungan RMKE.