Justru Istilah New Normal Bikin Orang Lalai

Terminologi atau istilah new normal banyak variasi. Banyak perbedaan istilah baik antara pemerintah pusat maupun daerah. Padahal termonologi new normal ini membuat masyarakat lalai. Apalagi memang belum ada payung hukumnya.


Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Indo Barometer, M. Qodari saat menjadi pembicara diskusi virtual Smart FM bertajuk "Jelang Usai PSBB Transisi", Sabtu (4/7/2020).

Pembicara lain, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria; Wakil Ketua Ombudsman, Lely Pelitasari Soebekty; dan pakar epidemilogi UI Pandu Riono.

Qadari mengatakan, untuk menggambarkan fase hidup baru di tengah pandemik Covid-19 yang saat ini akrab dengan terminologi new normal, justri dinilai membuat masyarakat lalai.

"Saya pribadi dari awal sudah menggunakan terminologi tatanan hidup dengan Covid-19 disingkat THC. Saya bersikukuh nama Covid-19-nya tetap digunakan dalam istilah supaya orang punya kesadaran penuh bahwa kita ini masih hidup dengan Covid-19. Istilah new normal itu problematik karena bikin orang lalai," urai Qadari.

Terminologi new normal, tambah dia juga menyesatkan lantaran membuat masyarakat tidak sadar akan bahayanya virus yang hingga saat ini belum ditemukan vaksinya itu. Dengan adanya termonologi Covid-19, Qadari yakin masyarakat bakal sadar dan lebih disiplin.

"Jadi kalau Covid-19 ada di kepala mereka maka perilaku mereka akan lebih terjaga," ucap dia.

Masalah lainya, hingga saat ini new normal atau adaptasi kehidupan baru dan sejenisnya itu belum ada undang-undang yang menjadi payung hukum. Qadari mengungkap, sepengamatanya, payung hukum yang dijadikan rujukan hanyalah UU Karantina Kesehatan dan keputusan-keputusan yang berserak dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan.

"Padahal, UU Karantina Kesehatan dimaksudkan untuk mencegah penyebaran penyakit Covid-19, sebetulnya payung hukumnya belum ada yang ada sekarang ini baru uji coba, simulasi. Paling bantar itu kalau saya lihat keputusan-keputusan yang berserak baik yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas atau yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan kalau menurut saya harus UU ini entah bagian dari UU Kesehatan ataupun UU tersendiri," demikian M Qadari. [ida]