Pengusutan kecelakaan angkutan umum atau barang hingga kini dinilai belum optimal. Pasalnya, pengusutan tersebut hanya terhenti sebatas pengemudi.
- Bawaslu OKU Lakukan Klarifikasi Terkait Dugaan Pelanggaran Pilkada Secara Daring
- Gerindra Kampanyekan Prabowo Subianto Pakai Strategi Door to Door
- Jadi Peserta Pemilu 2024, Ini Respon PBB Sumsel
Baca Juga
Hal ini disayangkan Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno dikutip dari keterangan resminya, Jumat (20/5).
Dia menilai, setiap kejadian kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan umum hanya berhenti menjadikan tersangka dari pengemudi. Padahal pengemudi hanya menjadi tumbal pengusaha yang tamak. Dengan kondisi ini, tidak akan menurun angka kecelakaan angkutan umum.
"Jadi harus diusut tuntas jangan hanya menjadikan tumbal sopir sebagai tersangka," katanya.
Selama ini, dia menilai penyebab kecelakaan selalu hampir sama, yaitu kelelahan mengemudi. Kelelahan mengemudi dapat disebabkan manajemen perusahaan angkutan umum yang tidak mau menerapkan sistem manajemen keselamatan (SMK). Perusahaan angkutan umum yang sudah menerapkan SMK dapat meminimalkan terjadinya kecelakaan lalu lintas.
"Pengusaha seharusnya tidak mudah main investasi tanpa memikirkan risiko yang akan dihadapi," terangnya.
Saat ini yang menjadi permasalahan lainnya yaitu tidak ada izin atau matinya KPS. Padahal, Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Ditjenhubdat di daerah sudah melakukan upaya mendorong para pengusaha untuk mengurus izin tersebut ke Ditjenhubdat.
"Hingga saat ini juga masih banyak pengusaha otobus (PO) tersebut tidak mau melakukannya dengan berbagai alasan," pungkasnya.