Hasil Kajian WALHI Sumsel, Eksploitasi Batu Bara Timbulkan Kerugian Sosial Jangka Panjang

Diskusi hasil kajian WALHI Sumsel terkait dampak eksploitasi energi kotor batu bara di Santika Hotel Radial. (ist/rmolsumsel.id)
Diskusi hasil kajian WALHI Sumsel terkait dampak eksploitasi energi kotor batu bara di Santika Hotel Radial. (ist/rmolsumsel.id)

Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumsel merilis hasil kajiannya bersama tim Peneliti dari Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya (Unsri) terkait dampak eksploitasi energi kotor batu bara terhadap kehidupan sosial maupun ekonomi masyarakat. 


Kajian tersebut meneliti mengenai besaran biaya dan manfaat sosial yang diperoleh masyarakat dalam jangka panjang. Hasilnya, kegiatan pengusahaan energi kotor batu bara dalam jangka panjang akan tidak layak secara sosial. 

Peneliti FE Unsri, Imam Asngari mengatakan, kajian yang dilakukan mengambil subjek wilayah di Kabupaten Muara Enim, tepatnya di Kecamatan Tanjung Agung yang menjadi lokasi konsesi perusahaan tambang cukup luas. 

Sektor pertambangan di Muara Enim sendiri dilaksanakan secara agresif dengan luasan IUP 512.715,58 ha atau 68,51 persen dari luas wilayah Kabupaten yaitu seluas 748.306 ha. Sampai tahun 2020, dari seluruh konsesi perizinan tersebut yang masuk tahapan kegiatan operasi produksi mencapai total 145.213 ha atau 28,32 persen dan sisanya masih pada tahapan eksplorasi.

"Data kami ambil secara kualitatif dengan jumlah responden sebanyak 100 orang," kata Imam saat diskusi yang digelar di Hotel Santika Radial, Kamis (27/6). 

Dia mengatakan, hasil penelitiannya tambahan Biaya Sosial yang menjadi beban masyarakat sudah lebih besar dari Tambahan Manfaat Sosial yang dapat diterima masyarakat. 

Tambahan Biaya Sosial yang dimaksud berupa penurunan produktivitas pertanian, adaptasi mata pencaharian, pencemaran lingkungan, konflik sosial dan perubahan amenities dan kebahagian. 

Sementara untuk Tambahan Manfaat Sosial yang dimaksud yakni program CSR perusahaan, harga tanah naik, peluang kerja formal di perusahaan tambang dan peluang usaha non pertanian berupa perdagangan.

Secara menyeluruh pengusahaan pertambangan batubara harus segera 

dievaluasi dan secara bertahap dihentikan untuk menjamin keadilan sosial bagi generasi yang akan datang.

Kegiatan penambangan batubara secara konsisten dalam jangka panjang akan berdampak merugikan kehidupan sosial masyarakat karena meningkatnya tambahan biaya sosial marginal atau Marginal Social Cost (MSC) sebesar 1,07 jauh lebih besar dari tambahan manfaat marginal atau Marginal Social Benefit (MSB) yang diperoleh sebesar 0,403. 

"Artinya setiap tambahan biaya sosial yang dikeluarkan atau dinaikkan 100,7 persen hanya akan menambah manfaat sosial sebesar 40 persen. Sehingga, secara perhitungan sudah tidak sesuai lagi," ucapnya.

Menurut Imam, peralihan energi dari fosil menuju energi baru terbarukan (EBT) sudah harus dilakukan. Walaupun memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, namun besarannya tidak terlalu signifikan.  

"Dari sisi biaya sosial yang harus ditanggung dari eksploitasi batu bara, proses transisi ini jauh lebih baik," ucapnya. 

Dalam kajian itu juga, Tim Peneliti Walhi Sumsel yang terdiri dari Peneliti FE Unsri, Imam Asngari dan Subardin serta Direktur Eksekutif WALHI Sumsel, Yuliusman memberikan beberapa rekomendasi. 

Seperti pemerintah daerah, perlu memfasilitasi pengembangan kapasitas masyarakat desa dalam mengembangkan sumber ekonomi produktif non tambang batu bara berbasis sumber daya lokal. Meningkatkan pengawasan dampak lingkungan dari tambang dan PLTU yang berada disekitar wilayah desa. Terakhir, memastikan perusahaan melakukan perbaikan kerusakan lingkungan dan pemulihan bekas tambang.

"Pemerintah pusat juga perlu mempertimbangkan kembali IUP baru dan memastikan pengelolaan lingkungan menghasilkan manfaat ekonomi, sosial dan ekologi yang lebih besar dibandingkan biaya sosial yang akan ditanggung oleh masyarakat," ucap Imam.

Sementara itu, Direktur Eksekutif WALHI Sumsel, Yuliusman mengatakan, hasil kajian ini sebagai gambaran pemetaan terhadap proses transisi energi yang dilakukan Provinsi Sumsel. 

"Kita bisa mengukur kesiapan daerah terhadap berbagai tantangan dan hambatan dalam proses transisi energi ini kedepannya," tandasnya.