Harga Gabah Anjlok, Petani Sumsel Terancam Merugi

Ilustrasi padi. (Handout)
Ilustrasi padi. (Handout)

Sumatera Selatan menghadapi persoalan serius dalam sektor pertanian. Harga gabah yang terus merosot dan tidak sebanding dengan biaya produksi, ditambah rendahnya daya serap Perum Bulog, semakin memperburuk kondisi ekonomi petani.


Ketua Komisi II DPRD Sumsel, Ayu Nur Suri, menyoroti permasalahan ini dalam kunjungan kerja (kunker) ke Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), pada Kamis (20/3/2025). 

Kunker ini merupakan tindak lanjut dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD Sumsel, Bulog, dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait pada 4 Maret 2025 lalu.

Hasil peninjauan di lapangan, menunjukkan bahwa harga jual gabah di Lempuing masih jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram. Faktanya, petani hanya bisa menjual gabah mereka dengan harga berkisar antara Rp5.400 hingga Rp6.100 per kilogram.

Selain harga rendah, keterbatasan daya serap Bulog menjadi masalah serius lainnya. Saat ini, Bulog hanya menerima dua truk gabah per hari karena kapasitas penyimpanan dan fasilitas penggilingan yang terbatas.

"Kalau hanya dua truk per hari, bagaimana dengan ratusan ton gabah yang harus segera dijual? Petani tidak bisa menunggu terlalu lama karena gabah harus segera digiling dan dijual. Ini harus segera dicarikan solusinya oleh Bulog," tegas Ayu Nur Suri.

Sebagai solusi, Ayu mendesak Bulog memperluas kerja sama dengan pihak ketiga dalam menyiapkan gudang cadangan dan meningkatkan daya tampung. Ia juga meminta pemerintah mengkaji ulang sistem penyerapan hasil panen agar petani tidak terus-menerus mengalami kerugian.

Permasalahan lain yang mencuat dalam kunjungan ini adalah keterbatasan ketersediaan benih padi lokal. Berdasarkan laporan petani, lebih dari 60% benih yang digunakan berasal dari Provinsi Lampung dan daerah lain. 

Bahkan, sebagian harus dibeli secara online karena stok benih lokal di Sumsel tidak mencukupi.

"Ini ironis. Sumsel memiliki lahan sawah seluas 519.484 hektare, tetapi petani masih kesulitan mendapatkan benih lokal. Ketahanan pangan tidak cukup hanya dengan slogan, harus ada dukungan nyata," ujarnya.

Sebagai solusi jangka panjang, Ayu mendorong Bulog untuk segera membangun unit penggilingan padi (rice milling) di kabupaten-kabupaten penghasil padi di Sumsel. 

Langkah ini tidak hanya meningkatkan daya serap gabah petani, tetapi juga mendukung program cetak sawah baru seluas 150.000 hektare yang sedang dicanangkan.

Ayu juga menekankan pentingnya kebijakan pertanian yang lebih berpihak pada petani. Ia meminta Pemprov Sumsel segera memberikan skema bantuan modal lunak kepada petani dan gapoktan, terutama saat musim tanam dan panen. 

Bantuan ini mencakup penyediaan benih yang lebih terjangkau, distribusi pupuk subsidi yang merata, serta kemudahan akses terhadap alat dan mesin pertanian (alsintan).

"Kami juga meminta Gubernur Sumsel menerbitkan kebijakan pertanian yang jelas dan konkret, memastikan harga gabah sesuai HPP, mendukung Bulog dalam menyerap gabah lebih banyak, serta menjamin ketersediaan benih padi lokal. Ini langkah penting agar petani kita tidak terus-menerus dirugikan," tegasnya.