Apapun dalihnya, pagelaran konser yang musik di bulan suci Ramadhan merupakan bentuk intoleransi umat beragama.
- BPK Ungkap Sengkarut Tender Proyek di Pemkab PALI, Data 167 Paket Pekerjaan Bernilai Ratusan Miliar Hilang
- Trauma Kalah Pilpres, Ini Kata Cak Imin Soal Putusan MK
- Hari Ini, Heru Budi Bareng Erick Thohir dan Menteri Basuki Cek Kesiapan JIS
Baca Juga
Hal itu disampaikan Ketua GNPF Ulama Binjai Sanni Abdul Fattah kepada Kantor Berita RMOLSumut, Senin (18/5).
"Apapun dalihnya, siapapun yang menggelar, ini adalah bentuk intoleransi. Di saat kami, umat Islam khusyuk beribadah, beritikaf dan memuliakan malam lailatul qadr, pemerintah menggelar konser. Ini melukai kami," kata Sanni.
Dikatakan Sanni, sepanjang Indonesia merdeka, dirinya baru melihat kenyataan ini terjadi masa Pemerintahan Joko Widodo. Hal itu tentu saja menambah penilaian buruk umat Islam kepada rezim yang berkuasa.
"Bulan ramadhan itu, bulan yang suci bagi umat Islam. Sejak berdiri, Indonesia sangat bertoleransi pada keyakinan umat Islam itu. Tapi baru ini ada tradisi baru. Menggelar konser. Dan itu justru dibuat penyelenggara kekuasaan," kata Sanni.
Menurut Sanni, praktik intoleransi seperti ini akan memicu rentetan dan kelahiran tradisi baru dalam penghayatan toleransi di Indonesia ke depan.
"Ada yang pertama, dan sudah dimulai. Selanjutnya dan selanjutnya, mungkin sekali di Indonesia kedepan siapapun bisa melanggar kesakralan bulan ramadhan. Alasan itu bisa dibuat-buat," kata Sanni.
Apalagi, lanjut Sanni, pagelaran konser juga diadakan pada masa prihatin, di mana teror Covid-19 masih membayangi Indonesia.
"Apalah maksudnya, di malam lailatur qadr, di tengah Covid-19, ada konser digelar. Ini penghinaan terhadap akal sehat dan pejuang toleransi di Indonesia," demikian Sanni.[ida]
- Kominfo Coba Normalkan Situasi Imbas Peretasan PDNS
- Jangan Hanya Rafael Alun, KPK Harus Berani Garap Sri Mulyani
- Bebas dari Penjara, Dodi Reza Alex Noerdin Terlihat Hadiri Munas Partai Golkar