Forum Umat Islam (FUI) mengecam pernyataan Menkominfo Jhonny G Plate, yang menyatakan bahwa posting Tara Basro bukan pornogragi. Padahal ditinjau dari segala sisi, body shaming yang diunggah artis itu jelas-jelas pornografi.
- Akhirnya Merapat ke Golkar, Pasangan Airlangga-Emil Bakal Bikin Kelabakan Calon Lain
- Pj Bupati Bireuen Larang Live Musik, Kadis Syariat Islam: Banyak Keluhan Masyarakat
- Zulhas Akui PAN Intens Komunikasi dengan Golkar dan PDIP
Baca Juga
Sebelum pernyataan Menkominfo itu, Humas Kemkominfo Ferdinandus Sitepu sudah membuat pernyataan resmi. Ia menyebutkan, postingan pemeran film Pengabdi Setan itu melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Tapi Menteri Johnny G. Plate mementahkan pernyataan humas kementeriannya itu. Ia menyebut postingan nyaris telanjang tersebut tak melanggar UU ITE, karena posting itu merupakan bentuk seni.
Merespons hal itu, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath menilai menteri asal Partai Nasdem itu offside.
"Menkominfo sudah offside karena unggahan Tara Basro telah melanggar UU ITE 19/2016, Pasal 27 ayat 1 tentang konten yang melanggar kesusilaan," jelas Al Khaththath, Sabtu (7/3/2020).
Hal itu dinilai aneh lantaran bawahannya sudah terlebih dahulu 'memvonis' ada dugaan pelanggaran. Oleh karenanya, Al Khaththath meminta Presiden Joko Widodo bisa bersikap tegas kepada pembantunya tersebut lantaran sudah membuat kegaduhan.
"Itu Menkominfo tidak layak jadi, seharusnya Presiden Jokowi dapat mencopot Jhonny G. Plate karena sudah melanggar kok masih dibela," tegas Khaththath.
Ferdinand sebelumnya beralasan, unggahan Tara Basro di akun Twitternya mengandung unsur pornografi dan melanggar UU ITE lantaran telah memenuhi unsur Pasal 27 ayat 1 tentang melanggar kesusilaan.
Dalam pasal 27 Ayat 1 termaktub bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
"Yang jelas kami melihat itu memenuhi unsur Pasal 27 ayat 1 tentang melanggar kesusilaan. Itu menafsirkan ketelanjangan," ujar Ferdinand.
- Kemenag Disarankan Bikin Sertifikat Haram
- Ganjar: Pemerintah Bersih, Sikat Korupsi Bukan Sekadar Kata-kata
- Bawaslu Siagakan Pengawas TPS Antisipasi Pemilih Siluman di PSU Empat Lawang