Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua orang mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan 16 unit kapal patroli cepat atau Fast Patrol Boat (FPB) pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tahun anggaran 2013-2015.
- Selain Bupati Bangkalan, KPK Juga Jerat Lima Kepala Dinas Jadi Tersangka
- Kirim BPKB dan STNK Lewat Jasa Ekspedisi, Ternyata yang Datang Buku Pedoman Rumah Tangga
- Belum Ada Tersangka Baru, Kasus Korupsi Dinkes PALI Mengambang?
Baca Juga
Keduanya adalah Heru Pambudi, yang menjabat sebagai Dirjen Bea dan Cukai pada 2015, serta Agung Kuswandono, yang menjabat pada periode 2011-2015.
Jurubicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menjelaskan bahwa pemanggilan kedua saksi dilakukan pada Selasa (1/10) di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Jakarta. "Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," kata Tessa kepada wartawan di Jakarta.
Kasus ini telah mencuat sejak Mei 2019 di era kepemimpinan Agus Rahardjo dkk, ketika KPK mulai mengusut dugaan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp117,7 miliar.
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yaitu Istadi Prahastanto (IP), pejabat pembuat komitmen (PPK); Heru Sumarwanto (HS), ketua panitia lelang; serta Amir Gunawan (AG), Direktur Utama PT Daya Radar Utama (DRU).
Kronologi Kasus
Dugaan korupsi ini bermula pada November 2012, ketika Sekretaris Jenderal (Sekjen) Bea Cukai mengajukan permohonan persetujuan kontrak tahun jamak kepada Sekjen Kemenkeu untuk pengadaan 16 kapal patroli cepat. Bea Cukai kemudian mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp1,12 triliun.
Pada proses lelang, Istadi diduga memilih metode pelelangan terbatas untuk kapal patroli cepat 28 meter dan 60 meter, serta pelelangan umum untuk kapal patroli cepat 38 meter. Dalam pelelangan terbatas, Istadi diduga telah menentukan perusahaan yang dipanggil, dan mengarahkan panitia lelang untuk tidak memilih perusahaan tertentu.
Setelah proses lelang selesai, Istadi menandatangani kontrak untuk konsultan perencana, konsultan pengawas, serta pembangunan kapal dengan nilai total Rp1,12 triliun.
Namun, dalam pelaksanaan pengadaan, sejumlah tindakan melawan hukum diduga terjadi. Uji coba kecepatan kapal menunjukkan bahwa 16 kapal tersebut tidak memenuhi standar kecepatan yang disyaratkan dalam kontrak, dan gagal mendapatkan sertifikasi yang diperlukan.
Kendati tidak sesuai dengan spesifikasi, pihak Bea Cukai tetap menerima kapal-kapal tersebut dan melanjutkan pembayaran. Dari total 16 kapal, sembilan unit dikerjakan oleh PT DRU.
- Muzani Sudah Ingatkan Ahmad Dhani Jangan Singgung Hal Sensitif
- KPK Dalami Keterlibatan Pejabat Pemkab Lamteng di Kasus Suap Proyek di OKU
- Nurul Ghufron Didukung Siaga 98 Ikuti Seleksi Calon Hakim Agung