Revisi UU 6/2014 tentang Desa yang tengah digodok DPR RI sarat kepentingan politis praktis Pemilu 2024. Terutama mengenai masa jabatan sembilan tahun Kepala Desa (Kades) yang akan langsung berlaku ketika UU tersebut disahkan berpotensi abuse of power.
- Legislator Demokrat: Masak Negara Kalah dengan Judi Online
- Jelang Akhir Masa Jabatan, DPR Diminta Sahkan RUU Miras
- DPR Minta Kemenaker Turun Tangan Tuntaskan Polemik THR Ojol
Baca Juga
“Saya pikir iya sarat dengan kepentingan 2024, karena mereka menjabat di tingkat paling rendah di mana proses TPS (Tempat Pemungutan Suara) ada di wilayah kekuasaan Kades,” kata Direktur Pusat Studi dan Kajian Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (28/6).
Menurut Feri, dalam Pasal 87 UU 12/2011 mengatur soal pemberlakukan sebuah UU bisa ditunda dengan beberapa alasan. Belum siapnya sarana, prasarana dan Sumber Daya Manusia (SDM). Namun biasanya untuk mencegah konflik kepentingan berlaku juga asas universal dalam hukum.
“Maka semestinya tidak dapat diberlakukan seketika pada saat seorang sedang menjabat. Tapi (berlaku) untuk pejabat berikutnya,” kata Feri.
Atas dasar itu, Feri merasa heran dengan sikap DPR RI yang terus mengupayakan revisi UU Desa menjelang kontestasi Pemilu 2024.
“Jadi memang agak aneh cara DPR kali ini, terutama soal masa jataban. Jangan-jangan ini adalah transaksi kepentingan Pemilu 2024?” pungkasnya.
- Legislator Demokrat: Masak Negara Kalah dengan Judi Online
- Jelang Akhir Masa Jabatan, DPR Diminta Sahkan RUU Miras
- DPR Minta Kemenaker Turun Tangan Tuntaskan Polemik THR Ojol