Dibalik Tingginya Dana BPDPKS, DPR RI Kritik Tak Maksimalnya Pengembangan Sawit Rakyat

Dana di BPDPKS belum maksimal untuk pengembangan sawit rakyat. (Net/rmolsumsel.id)
Dana di BPDPKS belum maksimal untuk pengembangan sawit rakyat. (Net/rmolsumsel.id)

Anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang sangat tinggi ternyata belum dirasakan maksimal manfaatnya oleh para petani sawit.


Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Anggia Erma Rini mengatakan, anggaran BPDPKS memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan bukan hanya untuk peremajaan, tapi juga untuk peningkatan produksi sawit secara langsung. Namun dalam pelaksanaannya, saat ini alokasi penggunaanya dinilai terlalu banyak untuk kegiatan yang tidak bersinggungan langsung dengan kepentingan pengelolaan dan pengembangan sawit rakyat.

Dari informasi beberapa asosiasi petani sawit, dalam kurun waktu 2015 hingga 2021, dana yang dipungut BPDPKS dari perkebunan sawit diperkirakan sudah tembus Rp139 triliun.

“Selama ini ternyata yang dihasilkan tidak terlalu banyak, sedikit sekali. Kemudian juga kalau dilihat perkembangannya juga tidak maksimal, padahal anggaran BPDPKS tinggi sekali. Dan itu ternyata sebagian besar bukan untuk untuk tani rakyat. Tetapi untuk biodiesel,” ujar Anggia pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah asosiasi kelapa sawit di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (24/3).

Hadir dalam RDP dengan Komisi IV DPR RI kali ini, di antaranya Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Perjuangan (Apkasindo Perjuangan); Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Indonesia (Popsi); Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (ASPEKPIR); serta Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS).

“Bahkan kalau kita dengar, BPDPKS itu anggaran bukan hanya dua. Bukan hanya Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan biodiesel. Tapi juga untuk promosi, infrastruktur, tapi itu tidak pernah dilakukan. Itu kita dengar. Minggu depan kita akan ada rapat dengan BPDPKS untuk mengonfirmasi hal tersebut,” kata Anggia.

Anggia juga mengkritik jalannya program-program pengembangan dan pengelolaan kelapa sawit, yang tidak tepat sasaran dan tidak punya data yang konkret.

“Dua hari yang lalu kita rapat dengan Kementerian Pertanian. Kita meminta data petani sawit rakyat. Di mana, berapa, dan siapa saja, masak udah sekian lama enggak punya data sama sekali. Dirjen kan punya kaki tangan PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) di bawah, harusnya bisa dong punya data, tapi sampai hari ini kita enggak punya data. Dan data itu menjadi sangat penting, untuk intervensi yang jelas, pemberian bantuan, ataupun supaya anggaran PSR jelas ke mana. Jangan sampai abuse,” tutur politisi PKB ini.