Dampak Putusan MK, Suara Prabowo Bakal Anjlok jika Pilih Gibran jadi Cawapres

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming/ist
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming/ist

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan batas usia capres/cawapres di bawah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah dianggap merendahkan nilai-nilai demokrasi.


Kontroversi putusan tersebut juga diyakini akan memengaruhi pandangan positif publik terhadap marwah MK dan pemerintah. Pemerhati politik dari Forum Demokrasi Sriwijaya (ForDes) Bagindo Togar memprediksi suara Prabowo Subianto bakal anjlok jika memilih Gibran sebagai cawapres di pilpres nanti. Hal itu dipengaruhi putusan citra MK yang anjlok pasca putusan batas usia capres/cawapres kemarin.

"Justru suara Prabowo bisa anjlok kalau memilih Gibran. Karena putusan kemarin sudah memperburuk citra MK di masyarakat. Bahkan makin jelas bahwa keputusan MK kemarin itu untuk kepentingan para elit, inilah yang merusak demokrasi kita," tegasnya.

Lebih lanjut Bagindo mengatakan, Prabowo dianggap tak calon yang percaya diri jika harus memilih Gibran. Padahal dari survei yang beredar selama ini, mantan Danjen Kopassus tersebut tetap unggul dipasangkan dengan siapapun.

"Kalau saya menilai Prabowo itu berpotensi besar menang di Pilpres 2024 siapapun pasangannya. Mahfud MD, Kohofifah dan Erick Thohir itu dalam survei sangat besar peluangannya untuk menang. Tapi karena citra MK sekarang ini merosot, pasti berdampak pada Gibran jika dia memilih cawapresnya. Simpati masyarakat sudah tergerus dengan putusan MK kemarin," jelas Bagindo.

Bagindo menilai putusan MK yang seolah memberikan karpet merah kepada Gibran Rakabuming untuk maju di Pilpres 2024 nanti, justru memperburuk nilai demokrasi di Indonesia.

"Keputusan kemarin tentu sangat kontroversi dan itu sangat jelas muatan politik dari keinginan elit yang berkuasa sekarang. Makanya Mahkamah Kontistusi yang tadinya kredibel jadinya mahkamah ini konyol dan menjadi mahkamah kroni yang menciderai proses demokrasi yang sekarang ini sedang berjalan," tegasnya.

Bagindo mengatakan putusan ini justru seolah menjadikan perangkap Presiden Joko Widodo di penghujung masa jabatannya. Perangkap ini dimasuki oleh Presiden Joko Widodo karena terlalu membuka diri dan telah mengakui akan ikut cawe-cawe di Pilpres 2024.

Ditambah lagi putusan MK ini dikait-kaitkan dengan hasrat meloloskan putranya, Gibran Rakabuming bertarung di Pilpres 2024.

"Inilah yang sangat disayangkan, dipenghujung jabatan Jokowi sebagai Presiden istilahnya dia seperti tidak bisa soft landing. Karena putusan ini MK ini sangat menciderai nilai-nilai demokrasi yang mana kita semua tahu putusan itu untuk melanggengkan dinasti untuk kepentingan para oligarki," pungkasnya.