BRIN Kembangkan Radiasi Gamma untuk Deteksi Kerusakan

Ujicoba Gamma Scanning dengan sumber radiasi gamma. (Istimewa/BRIN)
Ujicoba Gamma Scanning dengan sumber radiasi gamma. (Istimewa/BRIN)

Proses produksi tentunya sangat penting agar tidak menimbulkan kerugian dalam produksi. Karena itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan gamma scanning yang bersumber dari radiasi gamma, untuk mendeteksi kerusakan tanpa harus membongkar peralatan.


Peneliti Ahli Utama, Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimetri (PRTRRB) – Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) BRIN, Duyeh Setiawan mengatakan, pada prosesnya, gamma scanning ini memanfaatkan sinar gamma dari sumber radiasi kobalt-60 (Co-60). Namun dikarenakan reaktor nuklir di Indonesia tidak dapat memproduksi Co-60 sehingga untuk mendapatkan Co-60 harus impor dengan harga yang mahal.

Menurut Duyeh, fungsi kobalt-60 sebagai sumber radiasi pada proses gamma scanning dapat digantikan dengan sumber radiasi gamma lainnya yang berasal dari radioisotop skandium-46 (Sc-46). Radioisotop Sc-46 dapat diproduksi dari reaktor riset yang dimiliki Indonesia. Perlu diketahui bahwa saat ini, Indonesia telah memiliki tiga reaktor riset yakni Triga Mark 2000 di Bandung, Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy di Serpong, dan reaktor Kartini di Yogyakarta. Dengan memberdayakan reaktor riset tersebut maka sumber radiasi dari radioisotop Sc-46 menjadi terjangkau dan limbahnya dapat digunakan kembali melalui proses radiasi ulang.

“Pengembangan ini  meliputi pembuatan desain sumber radiasi Sc-46 melalui teknik aktivasi netron di Reaktor Triga 2000 Bandung, sebagai upaya untuk menguji keandalan sumber Sc-46 dalam deteksi kerusakan peralatan di industri, terutama pada kolom distilasi atau penyulingan,” ujar Duyeh.

Proses pengembangan saat ini tengah dilakukan bersama rekan-rekan peneliti di PRTRRB. Mulai dari scanning kolom distilasi atau penyulingan bejana dapat dilakukan menggunakan radioisotop gamma bersegel (sealed) tertutup dan detektor radiasi. Baik sumber sinar gamma dan detektor dipindahkan bersamaan dalam pergerakan pelan di sisi yang berlawanan, di sepanjang eksterior unit dilakukan scan.

“Profil kepadatan relatif dari isi kolom akan diperoleh yaitu area yang mengandung bahan dengan kepadatan yang relatif tinggi, seperti cairan dan/atau logam, memberikan intensitas radiasi yang relatif rendah, sedangkan area dengan kepadatan yang relatif rendah, seperti ruang uap di antara baki, menghasilkan tingkat intensitas radiasi yang tinggi,” sambungnya.

Melalui teknik ini didapatkan informasi signifikan tentang kondisi seluruh proses dan bejana itu sendiri serta dapat mengidentifikasi malfungsi instalasi dalam kolom distilasi seperti baki yang rusak atau hilang dari posisinya (collapsed trays), tingkat banjir dan lokasinya (flooding), tetesan cairan dan berbusa (foaming), tingkat cairan dan penyumbatan. Dengan demikian, teknisi dan operator dapat menentukan status kolom tersebut dan akibatnya membuat pengaturan untuk pemeliharaan dan pemecahan masalah untuk mencegah penutupan darurat.

“Karena prosesnya tidak melibatkan kotak langsung dengan bagian dalam bejana, proses ini juga menghindari kemungkinan korosi, suhu atau masalah tekanan. Sementara itu, kolom proses adalah komponen penting dalam penyulingan minyak mentah untuk mengubahnya menjadi bahan bakar yang berharga, serta dalam mempertahankan sistem pendingin pabrik. Penutupan pabrik untuk pemeliharaan bisa menelan biaya sekitar ribuan dollar per jam, yang berarti jutaan Rupiah dalam kerugian setiap hari untuk beroperasi,” jelas Duyeh.

Saat ini, hasil penelitian sedang dilakukan uji coba di beberapa industri dengan bermitra dengan PT Catra Energi Perkasa (PT CEP) serta bekerja sama dengan PT Pertamina di Balikpapan dan PT Chandra Asri di Cilegon dalam menggunakan Sc-46 untuk gamma scanning untuk mendiagnosis produksi Petrokimia apakah masih bagus atau tidak produksinya.