Bertanggung Jawab Soal Dana Hibah, Ketum KONI dan Cabor Berpotensi Jadi Tersangka

(Ist/rmolsumsel.id)
(Ist/rmolsumsel.id)

Langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung yang menaikkan kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah KONI Lampung ke tingkat penyidikan mendapatkan apresiasi.


Pengamat Hukum Universitas Lampung, Yusdianto mengatakan, dirinya sangat mengapresiasi langkah Kejati Lampung tersebut. Di tahap penyidikan, lanjut dia, penyidik Kejati Lampung akan fokus mencari bukti-bukti untuk menetapkan tersangka penyelewengan anggaran ini. 

Yusdianto menilai, sebagai penerima hibah, Ketua KONI Lampung Yusuf Barusman paling berpotensi ditetapkan sebagai tersangka. Berikut dengan ketua-ketua cabang olahraga (cabor). 

"Asumsi ini selaras dengan yang disampaikan oleh Kajati, yang bermasalah adalah penerima hibah yaitu KONI Lampung dan pengguna hibah yakni cabor-cabor," kata dia, dilansir dari Kantor Berita RmolLampung.id, Kamis (13/1).

Yusdianto melanjutkan, orang-orang itulah yang pertama kali akan dibidik oleh penyidik untuk dimintai pertanggungjawaban. Namun, proses hukum ini, lanjutnya, harus diserahkan sepenuhnya ke Kejati Lampung. 

"Kita tunggu hasil penyidikannya seperti apa," tambahnya.

Sebelumnya pada Rabu (12/1), Kejati Lampung menaikkan status kasus dugaan korupsi dana hibah Rp30 miliar untuk KONI Lampung ke tahap penyidikan. Selain KONI Lampung, penyelewengan juga diduga terjadi di cabang olahraga.

“Dari penyelidikan ini, kami naikkan ke penyidikan umum, tapi kami belum sebutkan siapa orangnya. Tapi sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan,” ujar Kajati Lampung, Heffinur dalam konferensi pers di Kantor Kejati Lampung.

Heffinur menegaskan, bukan hanya KONI Lampung yang menjadi fokus penyidikan tetapi juga cabang-cabang olahraga.

“Baik untuk untuk KONI dan di cabang olahraga, dua duanya memang ada masalah di sini,” katanya.

Heffinur menjelaskan, pada tahun 2019 KONI Lampung mengajukan dana hibah Rp79 miliar untuk persiapan mengikuti Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua.

Namun, dari jumlah tersebut hanya disetujui Rp60 miliar yang ditandai dengan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) pada 28 Januari 2020.

“Pencairannya dibagi dua tahap masing-masing Rp29 miliar dan Rp30 miliar, tapi pencairan kedua tidak terlaksana karena Covid-19. Jadi yang dikelola hanya Rp29 miliar,” jelasnya.

Adapun rincian anggaran digunakan untuk pembinaan prestasi Rp22 miliar, anggaran partisipasi PON tahun 2020 Rp3 miliar dan anggaran sekretariat KONI Lampung Rp3 miliar.  

Setelah diselidiki, kata Heffinur, Kejati menemukan beberapa fakta, di mana program kerja dan anggaran KONI Lampung untuk pengajuan anggaran hibah tidak disusun berdasarkan usulan kebutuhan KONI dan cabor.

Sehingga, KONI dan cabang olahraga dalam pengajuan kebutuhan program kerja dan anggaran tahun 2020 tidak berpedoman kepada pengajuan kebutuhan dan anggaran awal hibah. Pihaknya, menduga telah terjadi penyimpangan penggunaan dana hibah ini.

Selanjutnya, ditemukan program kerja KONI dan cabor untuk pengadaan barang dan jasa tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan serta ditemukan adanya penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa. Juga ditemukan penggunaan anggaran dari KONI dan cabor yang tidak didukung bukti-bukti yang sah.