Batik Baru Khas Lubuklinggau, Motifnya Durian Rampak

Mada, perajin batik Lubuklinggau tengah menyelesaikan membatik batik durian rampak. (Ansyori Malik/RMOLSumsel.id)
Mada, perajin batik Lubuklinggau tengah menyelesaikan membatik batik durian rampak. (Ansyori Malik/RMOLSumsel.id)

Hingga saat ini perajin batik di Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan jumlahnya sudah cukup banyak. Salah satunya adalah Mada, perajin batik yang sudah melahirkan 3 motif batik di Lubuklinggau dengan mengusung buah durian.


Mada mengatakan, yang terbaru dirinya mendesain dan mengaplikasikannya ke dalam batik dengan motif durian rampak. Dimana menurutnya motif batik durian rampak ini baru diperkenalkan dan hak ciptanya sekarang ini lagi diajukan ke Dirjen HAKI.

"Motif durian rampak ini merupakan salah satu nama daerah dan kelurahan di Kota Lubuklinggau," kata Mada saat ditemui di galeri Batik Lukis Mada di Jalan Sejahtera, Gang Alkisam, Kelurahan Taba Jemekeh, Kecamatan Lubuklinggau Timur I, Rabu,(2/10).

Mada menjelaskan, motif batik durian rampak memiliki filosofi tersendiri. Dimana arti dari durian rampak adalah buah lebat atau durian yang rimbun.

"Jadi bahwasanya durian rampak ini durian yang lebat, rimbun yang rezekinya melimpah ruah. Itulah doa-doa kami para pembatik di kota Lubuklinggau ini agar Lubuklinggau gemah Ripah loh jinawi," ujarnya.

Adapun proses pembuatan dan produksi kata Mada, untuk saat ini masih edisi terbatas. Selain itu juga, proses pembuatannya memakan waktu 2 sampai 3 hari untuk satu kain batik.

"Jadi ini sudah yang ke beberapa kalinya. Sebelumnya yang pertama batik motif duren belah, kemudian yang kedua batik motif duren ceplok," jelasnya.

Ia mengaku, sekarang ini perkembangan batik di kota Lubuklinggau mulai dari Utara, Barat dan Selatan cukup pesat. Pihaknya berharap kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Lubuklinggau untuk mensupport, mengapresiasi ataupun membeli produk batik produksi pengrajin di kota Lubuklinggau.

"Di hari batik ini yakinlah teman-teman pengrajin batik bahwa hanya batik tulis dan cap ini akan selalu abadi. Jadi jangan khawatir dengan kemajuan teknologi, batik printing tetaplah berkarya secara manual. Karena karya ini akan abadi jadi jangan malu dengan kemajuan teknologi," ungkapnya.

Lebih lanjut, sejak tahun 2014 Mada sudah menjadi pengrajin batik. Namun dalam menekuni usahanya tersebut, Mada acapkali dihadapkan dengan kendala bahan baku.

"Bahan baku kita harus pesan di Jawa mulai dari kain, pewarna dan canting. Semuanya harus pesa di Jawa yakni Solo, Cirebon atau Jogja. Bahannya 1 Minggu baru sampai di Lubuklinggau," pungkasnya.