Bareskrim Polri Bongkar 2 Kasus Perdagangan Orang di Timur Tengah dan Turki, Begini Kronologinya

Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri ungkap dua kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO)/RMOL
Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri ungkap dua kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO)/RMOL

Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri ungkap dua kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jaringan internasional.


Pertama jaringan Indonesia, Yaman, Yordania, Arab Saudi. Kemudian kedua, jaringan Indonesia, Turki, Abu Dhabi.

Kasus pertama terbongkar saat Bareskrim Polri terima laporan dari Kedutaan RI terkait indikasi adanya korban perdagangan orang, laporan tersebut ditindaklamjuti dengan menetapkan lima tersangka yakni MA (53), ZA (54), SR (53), AS (58) dan R (38).

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyebut modus operandi yang dilakukan tersangka dengan menjanjikan para korban kerja di Arab Saudi dengan gaji 1.200 Riyal per bulan.

"Proses perekrutan tidak sesuai prosedur sehingga keberangkatan korban dengan visa turis, menampung sementara di Yordania, menunggu visa agar masuk ke Arab Saudi," kata Djuhandhani di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (4/4).

Untuk kasus kedua, penyidik mengungkap kasus perdagangan orang jaringan Indonesia, Turki dan Abu Dhabi.

Djuhandhani menyebut kasus ini terbongkar dari adanya informasi dari Kedutaan Besar RI di Singapura yang menerima laporan.

Laporan tersebut berisi penelantaran WNI di Singapura. Dari laporan ini polisi menangkap OP salah satu tersangka di Bali pada 30 Maret 2023.

Kepada penyidik, OP mengaku melancarkan modus kepada korban dengan menjanjikan pekerjaan yang layak di Turki.

Namun dalam praktiknya, OP lebih dulu meminta sejumlah uang ke para korbannya dengan dalih biaya penerbangan ke luar negeri, dengan besaran Rp 15 Juta hingga Rp 40 Juta.

Saat korban percaya dan membayar sejumlah uang, korban pun diterbangkan ke Singapura. Namun, di sana para korban justru ditelantarkan.

"Di Singapura mereka ditelantarkan kemudian ditemukan pihak Migran di Singapura, kemudian diserahkan ke KBRI," kata Djuhandhani.

Kini para tersangka dijerat pasal berlapis mulai dari Pasal 4 UU 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun penjara, dan paling banyak Rp 600 juta, Pasal 81 UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Pasal 86 huruf B UU 17/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.