Banjir Besar Muara Enim Cermin Lemahnya Kepemimpinan dan Buruknya Tata Kelola Pertambangan

Deretan mantan Bupati Muara Enim dalam kurun waktu satu periode terakhir. (kolase/rmolsumsel.id)
Deretan mantan Bupati Muara Enim dalam kurun waktu satu periode terakhir. (kolase/rmolsumsel.id)

Hujan deras yang mengguyur Muara Enim, Sumatera Selatan, menyebabkan banjir besar yang melanda beberapa wilayah, Kamis (23/5). Banjir ini mengakibatkan kerusakan infrastruktur dan kerugian materi bagi masyarakat.


Banjir besar ini mendapat sorotan masyarakat lantaran luasnya wilayah yang terserang. Sebelumnya di awal tahun, sejumlah wilayah di Kabupaten Muara Enim juga terserang banjir dimana merendam ribuan rumah dan bangunan. 

Menurut Sekretaris DPD LSM Gerakan Rakyat Peduli Keadilan (GRPK) RI, Nasihin, banjir tersebut merupakan cermin dari lemahnya kepemimpinan dan tata kelola pertambangan di Muara Enim. "Pertambangan yang serampangan tanpa memikirkan dampak lingkungan telah menyebabkan kerusakan alam yang parah," ujar Nasihin.

Dia mengatakan, pembukaan tambang batu bara terbuka tanpa memperhatikan aspek lingkungan membuat berubahnya bentang alam.

"Penebangan hutan liar dan alih fungsi lahan menjadi tambang batu bara telah menyebabkan hilangnya daerah resapan air, sehingga ketika hujan deras turun, air tidak lagi terserap ke dalam tanah dan meluap ke pemukiman," tambahnya.

Nasihin juga menyoroti lemahnya penegakan hukum terhadap perusahaan tambang yang tidak patuh terhadap aturan lingkungan. "Banyak perusahaan tambang yang mengabaikan prinsip pelestarian lingkungan namun masih tetap bisa beroperasi. Mereka masih bisa mengeruk keuntungan sementara masyarakat yang harus merasakan dampak buruknya," ucapnya. 

Di sisi lain, pemimpin Muara Enim yang terus mengalami pergantian membuat pembangunan infrastruktur di Bumi Serasan Sekundang juga tidak terarah. "Sehingga, program pencegahan bencana seperti banjir ini tidak bisa berjalan optimal," tegasnya.

Ali Imron, salah seorang warga Muara Enim, juga mengeluhkan terhadap bencana banjir yang begitu mudah menyerang wilayah Muara Enim. "Sebelum masifnya pertambangan batu bara ini, Muara Enim aman-aman saja. Tetapi setelah dibuka luas dengan banyaknya perusahaan tambang yang beroperasi saat ini, berbagai bencana mulai menyerang," ucapnya. 

Dampak yang paling dirasakannya yakni berubahnya suhu di Muara Enim, khususnya wilayah perbukitan. "Kalau dulu sejuk, sekarang hawanya panas sekali," ungkapnya.

Ali berharap pemerintah segera mengambil langkah tegas untuk mengatasi masalah ini. "Perlu ada peninjauan kembali terhadap perizinan tambang di Muara Enim. Pemerintah juga harus memperketat penegakan hukum terhadap perusahaan tambang yang tidak patuh terhadap aturan lingkungan," tegasnya.