Analisis Hukum Kasus Formula E

Profesor Romli Atmasasmita/Net
Profesor Romli Atmasasmita/Net

Namun pemeriksaan KPK tersebut ditanggapi terutama oleh kalangan parpol pengusung AB sebagai bakal calon presiden ditanggapi sebagai bentuk kriminalisasi sedangkan diketahui bahwa bentuk campur tangan tersebut merupakan bentuk politisasi perkara pidana.

Kekhawatiran yang dimunculkan dan merupakan reaksi terhadap sikap KPK dilontarkan dalam berbagai bentuk antara lain fitnah yang berasal dari informasi “orang dalam” dan telah terbantahkan dengan pernyataan KPK kepada publik, bahwa pemeriksaan dilakukan jauh sebelum AB ditetapkan bakal calon presiden.

Dipastikan dan dapat dipahami bahwa pemeriksaan KPK atas penyelenggaraan Formula E akan menyentuh AB baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga diikhawatirkan oleh kelompok pendukungnya dapat mengagalkan bakal calon presiden tersebut kemungkinan kekhawatiran tersebut bukan sesuatu yang mustahil karena diselenggarakan oleh Pemda DKI dimana pucuk pertanggungjawaban kegiatan berada di Pundak Gubernur DKI, AB.

Namun demikian kekhawatiran tersebut tidak perlu berlebihan sampai mengeluarkan pernyataan di koran tempo yang menyudutkan Firli sebagai Ketua dan telah dibantah bahwa proses pemeriksaan perkara Formula E bukan kriminalisasi untuk menjegal Anies. Lagi pula  sesuai UU KPK Perubahan tahun 2019, Pasal 40 menyatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun. (2) Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat 1 (satu) minggu terhitung sejak dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan. (3) Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi kepada publik. (4) Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dicabut oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan, atau berdasarkan putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.

Merujuk ketentuan Pasal 40 tersebut semakin jelas bahwa langkah hukum KPK terhadap pelaku korupsi tidak lagi berpedoman pada prinsip, zero tolerance against corruption, melainkan lebih diutamakan strategi pecegahan daripada penindakan; lebih baik mencegah daripada mengobati, prinsip dunia kesehatan.

Jika kasus Formula E tidak selesai penyelidikan dan atau penyidikan dalam tenggat waktu dua tahun maka sejak dikeluarkan Surat perintah Penyidikan (SPP), perkaranya harus di SP3. Namun pencabutan atas SP3 dapat dilakukan jika terdapat temuan-temuan baru dalam perkara tersebut. Penetapan SP3 dan juga pencabutan SP3 harus dan wajib dilaporkan kepada Dewan Pengawas KPK.

Selain dua perangkat hukum tersebut juga di dalam UU No 8 tahun 1981 KUHAP telah diatur ketentuan mengenai Pra-peradilan, yaitu Hak Tersangka untuk mengugat kewenangan KPK tentang a) sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, juga tentang ganti kerugian atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan, juga mengenai penggeledahan dan penyitaan.

Kasus Formula E yang diduga tindak pidana korupsi ada di dalam wilayah UU Tipikor tahun 2002/2019 dan kemungkinan UU TPPU tahun 2010 sehingga dimungkinkan sistem pembuktian terbalik (reversal of burden of proof) sejak tahap penyidikan dan dalam pemeriksaan sidang pengadilan. Selain kewenangan yang luas tersebut, juga ketiga UU tersebut memungkinan digunakan penyadapan tanpa izin pengadilan tetapi wajib melaporkan kepada Dewas KPK.

Disamping kewenangan KPK, tersangka memiliki hak untuk mengajukan keberatan melalui Dewas atas tindakan KPK yang melanggar ketentuan ketiga UU tersebut atau mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka. Kasus formula E sampai saat masih dalam tahap penyelidikan dan akan menjadi perkara serius untuk dihadapi ketika telah melalui tahap penyidikan dan KPK telah menetapkan tersangkanya.  

Hasil penyelidikan KPK dalam kasus Formula E terdapat fakta yang menunjukkan adanya kehendak Pemda DKI untuk segera dapat menyelenggarakan kegiatan Formula E sekalipun sarana dan prasarana belum tersedia dan memenuhi standar internasional. Kehendak tersebut bertujuan memajukan olah raga balap Formula E Indonesia ke dunia internasional. Namun doktrin hukum universal telah memberikan petunjuk bahwa tujuan tidak boleh menghalalkan cara yang disahkan menurut ketentuan peraturan perundangan.

Pertanyaannya adakah cara-cara yang dilarang ketentuan peraturan perundang-undangan? Dalam pengkajian atas kronologis fakta persiapan penyelenggaraan Formula E terbukti terdapat fakta bahwa, pertama, kegiatan Formula E dipaksakan sekalipun melanggar ketentuan Pengelolaan Keuangan Daerah cc UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan, kedua, melanggar Peraturan dan Mekanisme serta Tata Tertib DPRD tentang Pengesahan RAPB 2019 di mana pos anggaran untuk Kegiatan Formula tidak terdapat pada RAPB tahun 2019 dan kemudian dimasukkan dalam RAPB perubahan sekitar Tahun 2020; ketiga, begitu pula bertentangan dengan rekomendasi Kemendagri yang mengintruksikan penggunaan prinsip business to businesss akan tetapi dalam kenyataannya prinsip business to government (Pemda DKI) dimana dana persiapan penyelenggaraannya diperoleh dari kredit Bank DKI, BUMD yang harus dipertanggungjawabkan penggunaanya berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-undangan Pengelolaan Keuangan Daerah.

Selain dari alasan tersebut, KPK perlu mendalami keterangan dari anggota DPR untuk mendalami mekanisme pengesahan RAPBD Pemda DKI untuk kegiatan Formula E sebagaimana komentar politisi DPRD DKI antara lain, Uang PEN sebesar Rp 4,5 T yang dikucurkan ke Jakpro bunga dan cicilannya dibayar oleh rakyat melalui pajak/APBD, sementara Jakpro sebagai perusahaan pengguna uang tersebut tidak merasa harus membayar cicilan dan bunganya dan malah berangkat menghamburkan uang ke luar negeri.

Penyelenggaraan Formula E dianjurkan studi kelayakan (feasibility study/FS) ulang oleh BPK dalam hasil auditnya 2021, karena akan merugi Rp 100 M, apalagi bila sekarang dilakukan FS ulang, akan lebih merugi lagi," ujarnya.

"Gubernur sebaiknya memiliki sense of crisis melihat kinerja Direksi Jakpro, dan sepatutnya menunda penyelenggaraan Formula E yang jelas merugi dan semakin merugi dengan persiapan yang tidak baik sekarang," tambah Gilbert.

Janji Formula E akan diaudit seperti disampaikan Ketua Panitia Ahmad Sahroni dari Nasdem, dan Wagub Riza Patria tidak terlaksana walau sudah berbulan-bulan. Ini sangat memalukan, tidak bertanggung jawab," kata Gilbert dalam keterangannya, Minggu (16/10/2022).

Gilbert mengatakan Anies tak berani mempertanggungjawabkan laporan keuangan Formula E. Dia mengatakan Anies menghindari audit dengan menggunakan hak interpelasi legislatif yang dijamin oleh Undang-Undang. Pernyataan kedua anggota DPRD DKI Jaya tersebut memperkuat dugaan sementara masyarakat bahwa penyelenggaraan Formula E bermasalah sejak awal persiapanya,  terkait akuntabilitas, integritas dan profesionalitas dalam manajemen Pemda DKI yang tidak diketahui publik selama ini.

Perjanjian pihak PT Jakpro sebagai anak usaha Pemda DKI yang memperoleh suntikan dana APBD Pemda DKI dengan Kantor formula E New York USA, termasuk perjanjian internasional yang tunduk pada ketentuan arbitrase internasional; sekiranya terjadi perselisihan antara para pihak dalam perjanjian tersebut. Pembatalan sepihak oleh Pemda DKI atau Pihak Formula E harus diselesaikan di peradilan Arbitrase Singapura.

Alasan pertimbangan adanya mens-reas selain hal-hal yang telah diuraikan di atas, Pemda DKI melalui PT Jakpro telah menandatangi perjanjian penyelanggaraan Formula E bersifat mengikat dan dipastikan menguntungkan kedua belah pihak; dan PT Jakpro mewakili Pemda DKI telah menyetujui kontrak dengan penganggaran yang bersifat multi-year; sedangkan diketahui oleh Pihak Pemda DKI cc Guberner Anis bahwa meninggalkan jabatannya pada tahun 2022.

Dari aspek hukum, melepaskan jabatan selaku Gubernur DKI Jaya sekalipun tidak menghapuskan tanggung jawab hukum (pidana) artinya mantan Gubernur Anies Basweda tetap wajib bertanggung jawab jika KPK menaikkan perkara dari penyilidan ke tahap penyidikan.

*Penulis adalah Guru Besar ilmu hukum Universitas Padjadjaran