- Musim Panas
Baca Juga
Langkah ini bertujuan untuk merevitalisasi sektor energi nuklir Amerika, dengan target utama meningkatkan kapasitas energi nuklir dari sekitar 100 gigawatt (GW) menjadi 400 GW pada tahun 2050.
Saat ini Amerika Serikat memiliki 94 reaktor nuklir yang menghasilkan listrik sekitar 775 terawatt jam (TWh) per tahun
Keputusan politik Presiden AS ini merupakan salah satu keputusan penting dari perkembangan dan dukungan politik atas pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Meski keselamatan dan keamanan energi nuklir ini memicu penentangan publik dalam beberapa dekade terakhir, tetapi Trump menggambarkan teknologi itu sebagai "sangat aman".
“Tandai hari ini di kalender Anda. Ini akan memutar balik waktu pada lebih dari 50 tahun regulasi berlebihan terhadap suatu industri. Presiden Trump di sini hari ini telah berkomitmen untuk mendominasi energi, dan bagian dari dominasi energi itu adalah bahwa kita memiliki cukup listrik untuk memenangkan perlombaan senjata AI dengan China," kata Mendagri AS Doug Burgum, di ruang Oval tempat Trump menandatangani Executive Order tersebut.
Dalam hal perlombaan pembangunan PLTN, AS sepertinya agak kedodoran ketika berlomba dengan China saat ini. Menandai 70 tahun industri nuklirnya, China baru saja menyetujui 10 reaktor nuklir baru senilai 200 miliar yuan atau 27 miliar dolar AS. Perluasan ini sejalan dengan tujuan strategis China untuk mencapai kapasitas nuklir sebesar 200 GW pada tahun 2035, yang melibatkan pembangunan sekitar 150 reaktor tambahan.
Pembangunan ini termasuk delapan reaktor Hualong Satu dan dua reaktor CAP1000 dengan total kapasitas lebih dari 11 GWe. Dengan biaya sekitar 2,7 miliar dolar AS per unit menjadikan pembangunan PLTN di China ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara Barat dalam beberapa dekade ini.
Dengan mengoperasikan 58 reaktor nuklir dengan total kapasitas terpasang sekitar 60 GW, China menduduki peringkat ketiga secara global setelah Amerika Serikat dan Prancis.
China juga telah mengumumkan bahwa mereka akan berupaya mencapai puncak emisi karbon dioksida sebelum tahun 2030 dan mencapai netralitas karbon sebelum tahun 2060.
Perkembangan nuklir China yang pesat membuat khawatir AS akan ekspansi dari industri energi nuklir dari negara komunis itu. Betapa tidak biaya yang dikeluarkan oleh China untuk membuat PLTN sangat jauh lebih murah jika dibanding dengan negara Barat.
Sebagai perbandingan, dua reaktor di Hinkley Point C sebesar 3,2 GW di Inggris diperkirakan menelan biaya 60 miliar dolar AS. Proyek ekspansi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Plant Vogtle 3 dan 4 dengan tipe reaktor Pressurised Water Reactor (AP 1000 PWR) dari Westinghouse sebesar 2,2 GW di Waynesboro, Georgia, Amerika Serikat, telah mengalami pembengkakan biaya yang signifikan.
Awalnya, proyek ini diperkirakan menelan biaya sekitar 14 miliar dolar AS dan selesai pada tahun 2017. Namun, hingga saat ini, total biaya telah mencapai sekitar 31 miliar dolar AS menurut perhitungan Associated Press, dan bahkan mendekati 35 miliar dolar AS jika memasukkan pembayaran 3,7 miliar dolar AS dari kontraktor awal, Westinghouse, yang mengundurkan diri dari proyek tersebut.
Di Barat, penghentian sementara pembangunan instalasi tenaga nuklir mencerminkan kekhawatiran tentang keselamatan dari PLTN.
Bencana besar di Chernobyl, Ukraina, tahun 1986 dan Fukushima, Jepang, tahun 2011 diyakini oleh masyarakat luas menyebarkan bahan radioaktif atmosfer melintasi batas negara dan karenanya PLTN dianggap sebagai sumber energi yang menakutkan.
Meski tidak mengeluarkan karbondioksida dan polusi, pembangunan PLTN selalu ditentang, juga PLTN tidak dianggap sebagai bagian dari energi bersih (clean energy) karena memiliki sampah nuklir yang dianggap rumit dan berbahaya perwatannya.
Namun pendapat untuk tidak menggunakan PLTN mulai kini mulai ditentang. Tonny Blair, mantan Perdana Menteri Inggris melalui Tony Blair Institute for Global Change mengatakan, solusi kebijakan saat ini tidak memadai dan para pemimpin harus beralih ke “kebijakan pragmatis” yang memprioritaskan solusi teknologi.
Ia berpendapat bahwa strategi yang hanya fokus pada pengurangan konsumsi energi dan penghentian bahan bakar fosil dalam jangka pendek "ditakdirkan untuk gagal."
Sebaliknya, ia mendorong investasi pada teknologi seperti penangkapan karbon dan energi nuklir generasi baru, termasuk reaktor modular kecil (SMR), sebagai solusi realistis untuk dekarbonisasi.
Meski tidak secara langsung mendukung PLTN, jauh sebelumnya ilmuwan dari lintas disiplin ilmu yang diorganisir oleh London School of Economics dan Universitas Oxford Inggris telah mengeluarkan The Hartwell Paper pada tahun 2010 yang mengkritik peta jalan dekarbonisasi.
The Hartwell Paper menunjukkan perlunya pragmatisme energi dimana menurut mereka satu-satunya cara bagi umat manusia untuk memerangi perubahan iklim dan kemiskinan adalah dengan menemukan jalur menuju energi bersih yang berlimpah dan murah, lalu menghabiskan cukup uang untuk menyebarkannya dengan cepat.
Para ilmuwan ini juga menekankan perlunya inovasi dalam teknologi energi seharusnya dipercepat melalui insentif dan perlunya kebijakan iklim yang pragmatis. kebijakan iklim harus memperbarui dirinya, terdesentralisasi dan berorientasi pada masalah.
Jalan pragmatisme energi juga tampak dalam pertemuan Perdana Menteri Prancis Emmanuel Macron dengan Kanselir Jerman yang baru Friedrich Merz.
Dalam pertemuan awal Mei 2025 di Paris, kedua kepala pemerintahan telah “meniup pipa perdamaian”, di mana Jerman telah memberi isyarat kepada Prancis bahwa mereka tidak akan lagi menghalangi upaya Prancis untuk memastikan tenaga nuklir diperlakukan setara dengan energi terbarukan dalam undang-undang Uni Eropa.
“Jerman memberi tahu kami: kami akan sangat pragmatis dalam masalah tenaga nuklir,” kata seorang diplomat senior Prancis yang terlibat dalam pembicaraan tersebut. Ini berarti bahwa “semua bias terhadap tenaga nuklir, yang masih ada di sana-sini dalam undang-undang Uni Eropa, akan dihilangkan.”
“Pragmatik”, hal itu yang juga diungkapkan oleh Larry Fink, CEO dari BlackRock ketika menyampaian pesan tahunannya tahun 2024 lalu. Kita membutuhkan pragmatisme energi dan itu dimulai dengan memperbaiki proses perizinan yang lambat dan rusak di Amerika Serikat dan Eropa. Namun itu juga berarti memiliki pandangan yang jernih tentang bauran energi kita dan salah satu sumbernya adalah nuklir.
Dalam pesan tahunannya kali ini Larry Fink tidak menyinggung kata “iklim” sekalipun, namun kali ini dia melakukan reformulasi transisi energi secara hati-hati dengan istilah “pragmatisme energi” (energy pragmatism). Fink menyebut akan ada ledakan investasi senilai 68 tiliun dolar AS dalam sektor infrastruktur dalam 15 tahun kedepan dan sebesr 21 triliun dolar AS akan masuk ke sektor energi.
Selama ini sebagian besar investasi infrastruktur telah mengalir ke energi terbarukan. Namun menurutnya tenaga yang dihasilkan dari angin dan matahari tidak dapat secara andal menjaga lampu tetap menyala.
Dia menyoroti perlunya daya yang andal (reliable) dan dapat didistribusikan (dispatchable) untuk pusat data yang tidak dapat dilakukan oleh pembangkit dari angin dan matahari. Menurutnya energi nuklir dapat menjembatani kesenjangan ini, menyediakan listrik yang andal untuk infrastruktur penting.
BlackRock adalah perusahaan manajemen investasi terbesar di dunia dengan dana kelolaan sebesar 11,6 triliun dolar AS dan dia adalah pemimpin isu investasi dunia.
Karenanya ke depan perusahaan-perusahaan investasi tenaga nuklir akan semakin bertenaga untuk berkembang kedalam atau keluar Amerika dan itu dibuktikan dengan meningkatnya harga saham perusahaan-perusahaan terkait energi nuklir di bursa saham Amerika.
Uranium Energy (UEC.A), Constellation Energy (CEG.O), NuScale Power (SMR.N) dan seluruh saham lain yang terkait dengan energi nuklir di Amerika terdongkrak naik harga sahamnya pasca pengumunan Executive Order dari Presiden Trump.
Pragmatisme energi akan membuat “ledakan beruntun” perkembangan PLTN di seluruh dunia termasuk Indonesia, karenanya beberapa tahun kedepan slogan penolakan PLTN, Not In My Backyard (NIMB) akan berubah menjadi Yes In My Backyard (YIMB) dan adapatasi perubahan iklim menjadi adaptasi hidup bersama nuklir.
- Pelestarian Hutan Versus Teror Negara
- Superpower yang Bangkrut
- Empat Musim dalam Sehari di Melbourne