Alexander Marwata: KPK Akan Proses Laporan Jatam soal Menteri Bahlil

Alexander Marwata/ist
Alexander Marwata/ist

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memerintahkan anak buahnya untuk segera melakukan tindak lanjut atas laporan terkait proses pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) tahun 2021-2023 yang diduga dilakukan Menteri Investasi/BKPM, Bahlil Lahadalia.


Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat ditanya soal laporan terkait proses pencabutan izin pertambangan yang dilaporkan oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) pada hari ini, Selasa (19/3).

"Pimpinan sudah minta Dumas (Pengaduan Masyarakat) untuk melakukan telaahan atas informasi yang disampaikan masyarakat," kata Alex kepada wartawan, Selasa malam (19/3).

Sebelumnya, Koordinator Nasional Jatam, Melky Nahar mengatakan, pihaknya secara resmi telah melaporkan Menteri Bahlil kepada KPK terkait dugaan korupsi proses pencabutan izin tambang.

"Hari ini kami dari Jatam melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, saudara Bahlil kepada KPK terkait dengan proses pencabutan ribuan izin tambang sejak 2021-2023 kemarin yang kami duga penuh dengan praktik korupsi," kata Melky kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa sore (19/3).

Melky menjelaskan, pelaporan tersebut sangat penting agar KPK dapat membuka pola-pola yang digunakan pada pejabat negara, terutama Menteri Bahlil dalam kaitan dengan proses pencabutan izin tambang yang menuai polemik.

"Kalau kita cek, Presiden Jokowi kurang lebih mengeluarkan 3 regulasi yang kemudian memberikan kuasa yang besar kepada Menteri Bahlil," terang Melky.

Di mana kata Melky, Menteri Bahlil telah mencabut ribuan izin tambang di Indonesia paska mendapatkan kuasa dan mandat dari Presiden Jokowi sejak 2021 melalui Keputusan Presiden (Keppres) 11/2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi. Bahlil pun ditunjuk sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas), untuk memastikan realisasi investasi dan menyelesaikan masalah perizinan, serta menelusuri izin pertambangan dan perkebunan yang tak produktif.

Pada 2022, Presiden Jokowi kembali meneken Keppres 1/2022 tentang Satgas Penataan Lahan dan Penataan Investasi. Melalui Keppres itu, Menteri Bahlil diberi kuasa untuk mencabut izin tambang, hak guna usaha, dan konsesi kawasan hutan, serta dimungkinkan untuk memberikan kemudahan kepada organisasi kemasyarakatan, koperasi, dan lain-lain untuk mendapatkan lahan/konsesi.

Kemudian pada Oktober 2023 lalu, Presiden Jokowi kembali mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) 70/2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi. Melalui regulasi itu, Menteri Bahlil diberikan wewenang untuk mencabut izin tambang, perkebunan, dan konsesi kawasan hutan, serta bisa memberikan izin pemanfaatan lahan untuk ormas, koperasi, dan lain-lain.

"Kami nilai, proses pencabutan izin yang dilakukan oleh Menteri Bahlil kemarin itu cenderung tebang pilih dan penuh transaksional. Dan ini kemudian ujungnya bisa menguntungkan diri, menguntungkan kelompok atau badan usaha lain," terang Melky.

"Jadi bisa bayangkan, ribuan izin yang dicabut oleh Menteri Bahlil kemarin lalu kemudian ada dugaan Bahlil mematok fee atau tarif perusahaan yang ingin izinnya dipulihkan, ya pertanyaannya, seberapa besar keuntungan yang didapat dari praktik langsung seperti itu," sambungnya.

Dalam laporan tersebut, Jatam menyerahkan beberapa alat bukti, salah satu di antaranya adalah satu bundel terkait daftar sumbangan dana kampanye Pilpres 2019.

"Ada 2 perusahaan penyumbang cukup besar ke salah satu kandidat presiden dan yang terpilih pada waktu itu 2019 terhubung dengan Bahlil. Fakta-fakta itu, irisan-irisan itu yang penting untuk dibuka, diperiksa lagi oleh KPK, jangan-jangan kewenangan yang begitu besar adalah balas jasa dan karena di Pemilu 2019," timpal Kepala Divisi Hukum Jatam, Muhammad Jamil.