Jaksa bisa mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) jika Polda Metro Jaya tidak memiliki bukti kuat terkait penyidikan dugaan pemerasan, suap dan gratifikasi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif, Firli Bahuri.
- Wakil Bupati dan Kapolres PALI Tinjau Rekapitulasi Hasil Pemilu 2024 di Tingkat Kecamatan
- KPK Panggil Tiga Saksi Kasus Suap Unila, Salah Satunya Politisi PKB
- KPK Dikabarkan Sudah Tangkap Gubernur Papua Lukas Enembe
Baca Juga
Hal itu disampaikan pakar hukum dari Universitas Padjajaran (Unpad) Profesor Romli Atmasasmita menanggapi pernyataan kuasa hukum Firli yang menyatakan adanya bukti tangkapan layar pesan yang mencatut nama Firli.
"Harus temukan bukti lain jika ada untuk menguatkan dugaan pemerasan, jika tidak ada maka tidak terbukti unsur meminta sesuatu secara melawan hukum," kata Prof Romli kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (3/12).
Jika tidak bisa menemukan bukti baru, kata Prof Romli, maka kasus yang menjerat Firli Bahuri itu harus dihentikan.
"Ya, atau jika tidak ada (bukti yang kuat), maka Jaksa (bisa) SP3. Bisa (dihentikan) dn harus jika tidak ada bukti," pungkas Romli.
Sebelumnya, pengacara Firli, Ian Iskandar mengaku bahwa pihaknya diperlihatkan bukti tangkapan layar percakapan antara mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) dengan pihak yang mengaku Firli pada saat pemeriksaan, Jumat (1/12).
"SYL mengakui bahwa yang dia anggap berkomunikasi ternyata bukan Firli, jadi orang lain yang mengaku Firli. Itu diakui oleh SYL dan itu menjadi barang bukti yang diperlihatkan kepada kami. Artinya tuduhan terhadap beliau menjadi terbantahkan," kata Ian di Bareskrim Jumat malam (1/12).
Ian menjelaskan, orang yang mencatut nama Firli menggunakan foto profil yang sama, namun nomor yang digunakan untuk menghubungi SYL berbeda dengan nomor milik kliennya.
- Pasukan AS Tewaskan Komandan Senior ISIS Perencana Teror Timur Tengah dan Eropa
- Elon Musk Ikut Kampanye Trump di Lokasi Penembakan
- Alex Noerdin Siap Kirim Bantuan untuk Washington