Ada yang Berharap Megawati Turun Gunung pada 2024, Pengamat: Tak Bagus untuk Regenerasi

Megawati Soekarnoputri/ist
Megawati Soekarnoputri/ist

Di tengah spekulasi siapa yang akan diusung sebagai calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), muncul wacana Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, perlu turun gunung pada 2024 agar soliditas partai tetap terjaga.


Kalau Megawati turun gunung, silang pendapat di partai berlambang banteng moncong putih itu dinilai bakal selesai. Karena semua akan tegak lurus dengan perintah sang Ketum.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPD PDIP Jawa Tengah Bambang Wuryanto berpendapat, wacana yang berkembang tidak bisa diatur-atur dan dilarang.

Namun, ditegaskan Bambang, bagi semua kader dan fungsionaris di PDIP tidak ada kata lain kecuali bersikap tegak lurus pada keputusan ketua umum.

“Bagi kami para kader dan fungsionaris, sesuai keputusan Kongres tentang siapa yang akan diusung sebagai Capres dan Cawapres PDIP adalah hak prerogatif Ketua Umum,” ujar sosok yang dikenal dengan nama Bambang Pacul, Selasa (27/12).

Di sisi lain, pakar politik dan pemerintahan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro (FISIP Undip), Dr Teguh Yuwono, punya pandangan lain. Ia berpendapat tahun 2024 bukan waktunya lagi Megawati turun gunung, apalagi sampai dimajukan sebagai Capres.

“Saya kira jika Bu Mega maju Pilpres akan disayangkan banyak orang, terutama para pemilih dan generasi muda. Karena beliau itu kan tokoh bangsa, Ibu Bangsa. Saya kira sudah tidak waktunya lagi beliau untuk turun maju dalam Pilpres,” kata Teguh Yuwono, dikutip Kantor Berita RMOLJateng.

Menurut Teguh, selain sudah tidak waktunya lagi, turun gunungnya Megawati di ajang Pemilu 2024 justru akan menurunkan kewibawaannya sebagai Ibu Bangsa dan sebagai Presiden ke-5 Republik Indonesia.

Teguh Yuwono menambahkan, jikapun Megawati maju dalam bursa capres 2024, itu kemungkinan karena suatu sebab. 

"Saya melihat kalau Bu Mega sampai maju, saya lihat mungkin karena suasana yang mentok di PDIP. Karena mungkin persaingan antara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo yang begitu ketat. Tapi ini saya kira tidak bagus untuk regenerasi dan demokratisasi ke depan,'' jelasnya.

Teguh tidak menafikan tren munculnya pemimpin senior di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Rusia, Malaysia, dan beberapa negara lainnya.

Namun dia mengkhawatirkan jika terjadi di Indonesia akan berdampak kurang baik terhadap regenerasi dan demokrasi.

Dia mengkhawatirkan kalau itu terjadi, akan muncul pernyataan-pernyataan yang kurang pas.

"Ini orang akan berkata, kalau begitu Susilo Bambang Yudhoyono bisa maju lagi, Megawati maju lagi, Amien Rais maju lagi, jadi tokoh-tokoh senior lagi yang muncul ke permukaan. Sementara pasca-Jokowi, kan banyak tokoh-tokoh muda, ada Ridwan Kamil, ada Puan, ada Ganjar," papar Teguh.

"Tinggal bagaimana sekarang mendinamisasi proses-proses itu sehingga mengerucut pada tokoh-tokoh yang memang diharapkan masyarakat berdasarkan survei dan kecenderungan di dalam partai politik," tambahnya.

Karena itu, dia berharap dinamika yang berkembang di PDIP sebagai satu-satunya partai yang bisa mengusung sendiri Capres dan Cawapres dikelola dengan baik sehingga proses penjaringan calon bisa mengerucut.

"Selama belum ada keputusan, spekulasi akan terus ada,” tandasnya.