2,2 Juta Bidang Tanah di Sumsel Belum Tersertifikasi

Sertifikasi tanah yang dilakukan BPN. (Mita Rosnita/rmolsumsel.id)
Sertifikasi tanah yang dilakukan BPN. (Mita Rosnita/rmolsumsel.id)

Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sumsel mencatat sebanyak 2,2 juta bidang tanah di Sumsel belum tersertifikasi.


Hal ini dikarenakan sejumlah kendala diantaranya pemilik tanah yang enggan melakukan pendataan akibat jarak tempat tinggal primer ke lokasi tanah tersebut.

"Kita menargetkan sampai tahun 2025, semuanya bisa disertifikatkan. ini nantinya akan sesuai dengan pemetaan yang ditetapkan," kata Kepala Kanwil ATR/BPR Sumsel, Pelopor saat dibincangi usai penyerahan sertifikat tanah bagi rakyat, di Hotel Aryaduta, Selasa, (14/12).

Untuk mencapai target tersebut, maka setiap tahun pihaknya harus dapat menerbitkan setidaknya 490 ribu sertifikat di tahun 2022 mendatang. Ditahun 2021 ini, pihaknya menargetkan 130 ribu bidang tanah dapat disertifikasi, hanya saja terdapat sejumlah sehingga baru 91 ribu tanah yang sudah tersertifikasi.

"Ada sebagian yang belum bisa disertifikat, karena banyak masyarakat mundur, dalam artian tidak menyerahkan suratnya. Karena pada saat melakukan pengukuran, orangnya tidak datang. Ada penghuni sekitar namun tidak berani mewakilkan sebab pemiliknya ada yang di Palembang, Jakarta dan sebagainya, sehingga tidak bisa memberikan kesaksian," ungakpnya

Dia meminta kedepan, agar masyarakat yang terkendala untuk hadir langsung saat pemetaan tanah, bisa menitipkanya kepada keluarga yang tinggal dilokasi tanah bersangkutan. Selain itu, kompromikan juga dengan tetangga sekitar, mana yang menjadi tanahnya dan orang lain sehingga data dapat berjalan dan diwakilkan.

"Sertifikasi ini sangat penting untuk memberi label tanah ini milik siapa guna menghindari adanya kasus mafia tanah, kan sayang," tambahnya.

Dalam lima tahun terakhir, dia mencatat masyarakat sudah melek kebutuhan atas tanah sehingga mereka berpartisipasi untuk melakukan sertifikasi tanah. Terbukti, sepanjang lima lima tahun sebanyak 800 ribu sertifikat tanah telah diterbitkan. Berbanding dengan 54 tahun sebelumnya atau sekitar tahun 1961 hingga 2015, dimana sertifikat yang dikeluarkan hanya 1,2 juta di Sumsel.

"Kita mampu menaikkan 60 persen dibandingkan capaian setengah abad yang lalu," jelasnya.

Lanjutnya, pekerjaan besar berikutnya adalah bagaimana sejengkal tanah yang ada di Sumsel ini bisa digunakan dan dimanfaatkan sesuai daya dukung dan kemampuan serta kesesuaian tanahnya. "Sebab lewat pemanfaatannya kesejahteraan bisa diwujudkan," bebernya. Ia juga menyebut, tak ada konflik yang ditimbulkan akibat perselisihan tanah di Sumsel. "Dalam bidang pertanahan, sesuai tagline zero conflict urusan pertanahan di Sumsel," tutupnya.

Gubernur Sumsel, Herman Deru menambahkan, peningkatan sertifikasi tanah dibandingkan 54 tahun sebelumnya karena layanan yang diberikan mulai membaik dan masyarakat ikut aktif dalam menyertifikasi kepemilikan tanah. "Pemerintah terus mendorong agar masyarakat melakukan sertifikasi tanahnya sebagai upaya mengurangi konflik. Lahan yang bersertifikat pasti minim masalah, daripada hanya memggunakan alas hak adat, ulayat atau lainnya. Ditambah lagi potensi pemalsuan dan lainnya," ujarnya.

Dia menyebutkan, potensi konflik pertanahan di desa lebih tajam. Beberapa oknum melakukan pemalsuan data dan pemberian hak tanah oleh Kades. Termasuk lahan negara yang dibagikan sehingga tak memiliki legal standing kepada pembeli lahan terakhir. Ditambah lagi adanya oknum ATR/BPn nakal yang memghasilkan produk sertifikat. "Untuk itu, sertifikatkan lahan yang dimiliki karena potensi dicurangi dan konflik pasti lebih minim," jelasnya.

Selain itu, dia juga meminta agar digitalisasi peta segera dituntaskan. Sebab, di Indonesia  belum banyak daerah yang full peta digital. Agar tak ada juga tumpang tindih kepemilikan. "Empat yang benar kriteria tanah sah atau tidak,, pertama memguasai, tahu batas, memanfaatkannya dan surat. Jangan dibalik buat surat dulu tapi tidak tahu tempat dan yidak dimanfaatkan," katanya. Lanjutnya, ada aturan baru yang menegaskan tak lagi lima tahun jika tanah yang dimiliki terbengkalai bisa diambil negara. "Sekarang jadi 2 tahun, meski harus ke pengadilan. Kita juga ingin di Sumsel punya yekad mempertahankan zero conflict karena masalah pertanahan blini bisa jadi salah satu pemicunya," imbuhnya.

Ia juga mengungkaokan, 70 potensi konflik agraria yang dilapirkan padanya pada semester 1 terselesaikan oleh pihak kepolisian dan Pemda. "Ada win-win solution yang dihasilkan, sehingga potensi konflik hilang. Saya juga minta di ATR/BPN menghindari terjadinya makelar atau calo pertanahan," bebernya. Dalam serah terima sertfikat itu, ia juga berharap ada oemanfaatan surat tanah itu sehingga memiliki manfaat. "Yang punya usaha bisa meningkatkan kapasitas permodalannya, tapi yang tidak jangan dipinjamkan," pungkasnya.