UU Ciptaker Disahkan, Gubernur Ini Ajak Terima Dulu Sembari Dievaluasi

Menarik cara berpikir Gubernur Jawa Barat Ridwan Kami. Dia menanggapi Pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR RI dan Pemerintah dengan pemikiran jernih; yaitu terima dulu.


Menurut Ridwan Kamil, aturan dan kebijakan yang tertuang dalam UU Cipta Kerja belum tentu gagal dan belum tentu berhasil dalam memenuhi ekpektasi masyarakat, khususnya kaum buruh.

Mantan Walikota Bandung itu menyebut, keberhasilan dan kegagalan UU tersebut tergantung pada situasi.

"Belum tentu berhasil juga belum tentu gagal tergantung situasi. Saran saya, kita terima dulu, nanti dievaluasi dalam setahun dua tahun. Apakah pelaksanaannya menyejahterakan semua orang, mengadilkan ekonomi," ucap Emil, sapaan akrabnya, Selasa (6/10/2020).

Menurutnya, UU yang disahkan pada Senin malam (5/10) tersebut pasti menimbulkan dinamika. Karenanya, ia pun menyarankan agar para buruh bisa menerima untuk kemudian dievaluasi.

"UU sudah disahkan, mari kita monitor sisi positifnya, juga mungkin ada dampak-dampak negatifnya. Pada dasarnya kita harus jangan kaku, yang namanya hal seperti ini pasti ada dinamika," katanya, dikutip Kantor Berita RMOLJabar.

"Kalau kurang kita revisi, evaluasi. Kalau baik ya kita teruskan," jelasnya.

Sebelumnya, Ketua Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos mengatakan, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) tetap menggelar aksi di daerah masing-masing dari 6 sampai 8 Oktober 2020.

Ia menyebut, aksi penolakan RUU Ciptaker akan diikuti ribuan buruh yang tersebar di seluruh daerah se-Indonesia secara serentak. Mulai dari Jakarta, Serang, Banteng, Karawang, Bekasi, Subang, Indramayu, Purwakarta, Garut, Semarang, Yogyakarta, Solo, Madiun, Gresik, Surabaya, Kalimantan, Lampung, Riau, Sumatera Selatan, dan Sulawesi.

Nining menegaskan, pihaknya telah sepakat untuk menolak dan sudah tak ingin bernegosiasi terkait Omnibus Law Ciptaker. Karena menurutnya, dalam proses pembuatan undang-undang tersebut sudah tak memiliki itikad baik, diam-diam, tidak demokratis, bertentangan dengan azas demokrasi negara.

"Namun Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini tidak membuat daya guna dan hasil guna bagi masyarakat mayoritas. Nah artinya ini bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan sosial yang justru jauh atas RUU Ciptaker," katanya.

"Karena RUU Ciptaker ini justru lebih mendorong persoalan lebih ke arah perundingan antara buruh dan pengusaha, sementara pemerintah sebagai penonton melepaskan tanggung jawabnya. Padahal adanya kepastian hukum saja pengusaha dan buruh itu terjadi relasi yang timpang," tutup Nining.[ida]