Tolak Pemilihan Wabup Muara Enim, Ratusan Massa Datangi Kantor DPRD

Ratusan massa aksi gelar unjuk rasa ke gedung DPRD Muara Enim., Senin (29/8). (Noviansyah/ RmolSumsel.id)
Ratusan massa aksi gelar unjuk rasa ke gedung DPRD Muara Enim., Senin (29/8). (Noviansyah/ RmolSumsel.id)

Ratusan masyarakat yang mengatasnamakan diri Gabungan Masyarakat Muara Enim Menggugat (GMMM) menggelar aksi ke depan kantor DPRD Muara Enim, Senin (29/8).


Dalam penyampaiannya massa aksi menolak penyelenggaraan Pemilihan Wakil Bupati (Pilwabup) Muara Enim, sisa masa jabatan 2018-2023, yang dinilai tidak sesuai dengan perundang-undangan dan sudah kedaluwarsa.

Juru bicara aksi, Adriansyah mengatakan, aksi gabungan hari ini adalah bentuk penolakan keras terhadap rencana anggota DPRD Muara Enim yang akan menyelenggarakan Pilwabup Muara Enim, karena massa aksi menilai menurut undang-undang bahwa kewenangan DPRD untuk melaksanakan itu sudah kedaluwarsa.

Sesuai dengan Pasal 174, bahwa Bupati Muara Enim sudah inkrah sejak 15 Juni, artinya Muara Enim sudah tidak memiliki bupati. Di pasal 7 tertulis bahwa  sisa masa jabatan Bupati kurang dari 18 bulan maka Mendagri melalui Gubernur menunjuk Penjabat (Pj) Bupati.

"Lantas kenapa anggota DPRD tetap ngotot untuk melaksanakan Pilwabup ini,?kata mereka (DPRD) sesuai surat Mendagri, namun perlu diketahui bahwa surat itu tidak ditujukan kepada DPRD, tidak kepada Pj Bupati, tapi kepada Gubernur Sumsel," ujar Adriansyah.

Setelah itu Gubernur Sumsel, pada 3 Agustus 2022 meneruskan surat ke DPRD dan Pj Bupati yang salah satu poinnya, poin ke-7 berbunyi untuk mengkaji secara komprehensif proses pemilihan Wakil Bupati Muara Enim.

"Di sini kami pertanyakan, apakah sudah dikaji secara komprehensif tersebut, mengingat pasal 176 ayat 2 mengatakan partai pengusung atau gabungan mengusulkan 2 calon ke DPRD Muara Enim melalui bupati, timbul pertanyaan apakah Muara Enim saat ini memiliki Bupati Definitif, kembali lagi ke pasal 174 Muara Enim saat ini tidak memiliki bupati, artinya keinginan DPRD Muara Enim sudah kedaluwarsa," katanya.

Pada undang-undang pemerintah daerah (Pemda) pasal 84 ayat 3 mengatakan bahwa pemberhentian Bupati tidak perlu melalui proses atau mekanisme di DPRD, berarti jelas ketika putusan Bupati sebelumnya sudah inkrah otomatis Bupati tersebut sudah diberhentikan.

Selebihnya, mengenai Pilwabup ini, dirinya merasa miris bahwa DPRD kabupaten Muara Enim mempunyai anggaran sendiri dalam proses Pilwabup. Bahkan dikatakan anggarannya tidak banyak.

“Perlu diingat sebelum ini mereka melakukan studi banding Rp6.300.000 per orang, itu jumlah besar juga," ujarnya.

Dengan demikian, berdasarkan aturan yang berlaku bahwa proses Pilwabup ini tidak bisa dilaksanakan, esensi yang lebih penting proses Pilwabup ini bisa memunculkan gesekan di tengah-tengah masyarakat, karena ada pro dan kontra.

Artinya, gesekan tersebut bersumber dari keputusan Dewan yang memutuskan untuk menggelar Pilwabup ini, apabila pemilihan ini tidak dihentikan maka ke depan akan ada aksi selanjutnya dengan massa yang lebih banyak lagi.

"Oleh itu kami juga meminta Gubernur Sumsel, Herman Deru untuk turun tangan  dan menyelesaikan permasalahan ini, karena mengingat surat tersebut dari beliau juga, kemudian kami minta juga Mendagri, insyaallah Rabu nanti kami juga akan aksi ke Mendagri, untuk menolak Pilwabup Muara Enim ini," katanya.

Idealnya, DPRD harus terbuka tentang hal ini, karena mereka implementasi dari pada rakyat dan bukan implementasi daripada kepentingan fraksi-fraksi, jadi keinginan masyarakat harus dipenuhi sesuai tata kelola aturan yang berlaku, bukan kehendak kelompok-kelompok yang tidak berdasar 

"Sebenarnya yang paling arif ketua DPRD beserta anggota segera meminta fatwa ke Mahkamah Agung terkait Pilwabup ini, terkait pasal 176, 174 karena itu landasan hukum yang tepat, atas terjadinya kekosongan. Jadi yang paling tepat adalah fatwa Mahkamah Agung, bukan fatwa yang dipakai Bekasi, karena kasusnya berbeda,”ujarnya.


Sementara itu, Ketua DPRD Muara Enim Liono Basuki yang menerima massa aksi, menyampaikan ucapan terima kasih atas kehadiran massa aksi, terkait penolakan penyelenggaraan Pilwabup Muara Enim.

"Ini akan kami sampaikan di forum, untuk sama-sama menghormati regulasi, aturan-aturan yang ada, jadi penyampaian ini akan kami bahas di dalam lembaga DPRD, kita memiliki harapan yang sama bahwa lembaga DPRD ini untuk tetap konsisten memperjuangkan Aspirasi Masyarakat,”kata Liono.