Telan Dana Rp25 Miliar, Pasar Ikan Modern Palembang Hanya Dihuni 9 Pedagang

Pasar Ikan Modern Palembang sepi penghuni. (mita rosnita/rmolsumsel.id)
Pasar Ikan Modern Palembang sepi penghuni. (mita rosnita/rmolsumsel.id)

Pasar Ikan Modern Palembang telah menghabiskan dana APBN sekitar Rp25 miliar. Namun, anggaran yang terbilang fantastis tersebut tidak sebanding dengan kelayakan atau fungsi bangunan.


Pasalnya, pasar tersebut saat ini hanya dihuni oleh 9 pedagang. Sepinya pengunjung membuat pedagang lebih memilih berjualan ke lokasi lainnya.

Pantauan di lapangan, Selasa (5/10), pasar yang diresmikan langsung oleh mantan Menteri Perikanan dan Kelautan, Edhy Prabowo, November 2020 lalu tersebut terlihat sepi dari aktivitas. Di lokasi hanya terdapat 9 pedagang yang berjualan. Mayoritas dihuni oleh pedagang ikan hias sebanyak 8 orang. Sementara, satu pedagang lainnya berjualan ikan giling. Pedagang ikan giling itu pun merupakan orang yang tinggal di sekitar lokasi Pasar Ikan Modern Palembang.

Beberapa fasilitas di Pasar Ikan Modern juga tidak difungsikan dengan maksimal. Seperti ruang kantor yang terdapat di lantai dua. Terlihat terbengkalai dan beberapa toilet banyak yang terkunci.

Salah seorang pedagang ikan hias, Fredi (26) mengatakan bahwa hampir selama lima bulan belakangan minat pembeli berangsur berkurang. Aktivitas jual beli di pasar yang memiliki dua lantai tersebut sudah sangat sepi.

“Dari 30an lapak untuk ikan hias yang tersedia, sekarang tinggal delapan. Dan untuk ikan olahan, lapak yang ada tinggal satu, itupun karena penjual ikan olahan itu memang tinggal di sini (kawasan pasar ikan modern),” katanya saat dibincangi Kantor Berita RMOL Sumsel.

Fredi menyebutkan, kondisi ini akibat antusiasme pengunjung yang berkurang. Pengunjung hanya ramai datang saat weekend saja.

“Mayoritas orang banyak yang masih memilih beli ikan hias di pasar burung, tidak di sini. Hal ini berdampak ke kami, penjualan semakin menurun, soalnya yang datang cuma banyak di hari sabtu sama minggu. Yang gak kuat bayar tagihan lapak, terpaksa jualan di rumah atau nyari tempat lain,” terangnya. 

Tepat di sebelah kios milik Fredi, terdapat tiga akuarium berukuran 30x15 cm yang terjejer rapi, hanya saja nampak lumut hijau telah memenuhi isi akuarium bersamaan dengan sisa air yang ditinggalkan pedagangnya.

“Kalau ini sudah dua bulan ditinggalkan, sekarang dia udah gak jualan disini. Katanya gak dapet untung, apalagi ikan yang dia jual didominasi ikan-ikan hias laut. Akuarium ini sementara dia tinggal, mungkin nanti akan diambil,” paparnya.

“Ikan olahan juga sama, sekarang boleh dilihat ada berapa kios yang terisi. Katakanlah tidak ada, pasar ini hanya ramai pas awal-awal saja,” jelasnya lagi. 

Saat ini, Fredi dan ketujuh rekannya sangat memerlukan perhatian pemerintah untuk promosi. Sehingga pengunjungnya bisa ramai lagi.

“Selain jadi tugas kami, hal ini juga jadi PR bagi pemerintah. Kami selalu diminta untuk melakukan promosi ke media sosial, jangkauan kami sangat terbatas. Bila promosi ini juga dilakukan pemerintah, nantinya bukan cuma pedagang lokal yang datang, bahkan wisatawan dari luar daerah juga akan penasaran dan berkunjung,” pungkasnya.