Kebijakan pemerintah yang tidak memberlakukan lockdown atau penguncian pada awal pandemi Covid-19 membuat masyarakat mengalami pandemic fatigue.
- Mulai Lusa, Tol Lima Puluh-Kisaran Resmi Berbayar
- Banyak Titik Kritis Penularan Covid-19 Terkait Kegiatan Kurban, Kementan Ingatkan Prokes
- Jinjing Sepatu dan Terjang Genangan Air di 3-4 Ulu, Ini yang Dilakukan Istri Gubernur Sumsel
Baca Juga
Pandemic fatigue merupakan kondisi ketika masyarakat lelah dengan ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir.
"Kondisi masyarakat kita tentu sudah menjurus ke pandemic fatigue karena masuk tahun kedua, kita di awal tidak mengambil kebijakan untuk lockdown, tapi strategi buka-tutup," ujar sosiolog Universitas Indonesia (UI), Daisy Indira Yasmine dalam diskusi virtual "Tanya Jawab Cak Ulung" yang digelar Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (22/7).
Daisy menuturkan, strategi kebijakan buka-tutup juga telah dilakukan banyak negara. Namun di Indonesia sendiri kebijakan ini tidak diimbangi dengan penanganan Covid-19 yang lebih serius.
"Nah keseimbangan ini yang belum ditemukan. Keseimbangan kebijakan social distancing dengan dampaknya, ditambah penyebaran virus ini nggak matching," jelasnya.
Dalam hal ini, Daisy juga menyoroti kurangnya pelibatan masyarakat oleh pemerintah ketika mengambil kebijakan.
Jika ditinjau dari segi sosiologis, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang kompleks, sehingga resistensi terhadap kebijakan pemerintah tidak bisa dihindarkan. Untuk itu, perlu keterlibatan lembaga masyarakat dalam pengambilan kebijakan.
- Disebut Media Asing Jadi Episentrum Pandemi di Asia dan Lebih Buruk dari India
- Luhut Prediksi Pandemi Membaik Dalam Lima Hari, PKS : Rakyat Perlu Aksi
- Menkes Budi Sebut Masalah Melonjaknya Pandemi Ada pada Mobilitas Masyarakat