Soal Cuitan Menteri LHK, Ini Respon Greenpeace Indonesia

Tangkapan layar respon Greenpeace Indonesia. (Istimewa/rmolsumsel.id)
Tangkapan layar respon Greenpeace Indonesia. (Istimewa/rmolsumsel.id)

Greenpeace Indonesia menanggapi cuitan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar di Twitter tentang Emisi Karbon dan Deforestasi. Menurut Greenpeace Indonesia, pembangunan atas nama kemajuan ekonomi sangat bisa sejalan dengan prinsip rendah karbon dan keberlanjutan ekologi.


“Misalnya dengan menerapkan Green Economy yang merupakan model pembangunan yang mengacu pada efisiensi sumber daya, penurunan gas rumah kaca, serta peningkatan kesejahteraan dan keadilan sosial,” melalui postingan Instagram @greenpeaceid pada Kamis, (4/11).

Green Economy atau Ekonomi Hijau juga dinilai memiliki tujuan untuk mengurangi resiko lingkungan dan kelangkaan ekologi, sekaligus menerapkan pembangunan berkelanjutan tanpa merusak lingkungan. Ada tiga agenda utama dalam Ekonomi Hijau.

Pertama, pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB) dan Produk Domestik Bruto (PDB). Kedua, kerusakan lingkungan teratasi ditandai dengan berkurangnya Gas Rumah Kaca. Ketiga, memastikan kekayaan alam memberi manfaat untuk kesejahteraan manusia.

Menurut Greenpeace Indonesia, Penerapan ekonomi hijau penting bagi Indonesia. Sebab, tanpa upaya penerapan prinsip ekonomi yang ramah lingkungan, membawa kerugian besar bagi semua. Data dari Greenpeace Indonesia ada 5.700 HA hutan yang hilang dalam rentan waktu Tahun 2000-2016. Terdapat juga 556 total bencana alam pada terjadi di awal 2021. Menyebabkan suhu bumi meningkat sebesar 3 C, dimana idealnya kenaikan hanya 1,5 C.

Lalu, Implementasi Ekonomi Hijau bisa dengan cara beralih dari energi batu bara ke energi terbarukan, menghentikan izin baru pembukaan lahan untuk kelapa sawit demi menjaga kelestarian hutan, membuat dan mengimplementasikan kebijakan yang berorientasi pada proteksi lingkungan dan inklusi secara sosial.

Sayangnya, menurut Greenpeace meski RUPTL Hijau 2021-2030 penambahan EBT naik sebesar 51,6% tapi pembangkit fosil masih tetap bertambah sebesar 48,4%.

“Pemerintah Indonesia masih mempertahankan Kelapa Sawit sebagai solusi semu bagi kebutuhan energi. Artinya, pemerintah masih akan membuka lahan Kelapa Sawit yang kian memakan sisa lahan hutan kita. Nah, jika memang pemerintah terus berambisi untuk melakukan pembangunan besar-besaran, prinsip ekonomi hijau harus selalu jadi dasar dalam menentukan kebijakan.”

Sebab menurut Greenpeace juga, perjuangan kita melawan krisis iklim tidak boleh berhenti atas nama kepentingan politik atau atas nama oligarki.

Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menyampaikan pembangunan yang sedang berlangsung di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi.

"Pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi," demikian salah satu cuitan Siti Nurbaya.