Sepakat! Pilkada di Sumsel Harus Ditunda, Keputusan Akhir Ada di Jokowi

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada 9 Desember 2020 ini dinilai banyak membawa mudharatnya karena dilaksanakan di masa pandemi Covid-19. Bahkan Pilkada ini, khususnya di Sumatera Selatan akan menimbulkan klaster baru penambahan virus mematikan tersebut sehingga sebaiknya ditunda hingga tahun 2021 mendatang.


Selain tidak menarik, keikutsertaan masyarakat juga dinilai rendah yakni di bawah 60 persen. Bahkan disinyalir akan menimbulkan masalah baru di tujuh daerah pelaksana Pilkada Sumsel. Selain itu sudah ada himbauan dari Nahdhatul Ulama, Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), ICMI, Komnas HAM serta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk meminta Pilkada ditunda.

Atas dasar itu beberapa kalangan seperti Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumsel, dr Rizal Sanif, Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sumsel Ramlan Holdan, Sekretaris DPD Partai Golkar, Herpanto, pengamat politik dan sosial Bagindo Togar bersepakat untuk meminta pemerintah dan penyelenggara Pilkada menunda hingga 2021.

Kesepakatan bersama saat diskusi publik dengan tema Efektivitas Pilkada di Tengah Pandemi yang dilaksanakan PelitaSumsel, kemarin.

"Alasannya jelas, target keikutsertaan tidak logis karena di bawah 60 persen. Selain itu Pilkada ini tidak mendidik karena sudah tahu kita dalam Pandemi tapi masih dipaksakan. Selain itu calon-calonnya juga tidak menarik di Sumsel ini karena main borong partai, tidak ada persaingan secara sehat di situ," terang Bagindo Togar.

Togar menilai, Pilkada khususnya di Sumsel lebih ditunda paling lambat pada Maret 2021. Pertama, ada fairplay antara penantang dan incumbent karena rentangnya cukup panjang karena ada kesempatan untuk penantang lebih banyak bersosialisasi lagi. Kedua, pelaksanaannya relatif lebih aman karena mungkin pandemi bisa berlalu sehingga baik Paslon, penyelenggara pemilu seperti KPU, Parpol, Bawaslu jadi aman. Ketiga, rakyat yang mencoblos juga aman dari Covid dan tidak menimbulkan baru setelah Pilkada.

IDI Sumsel juga sepakat agar Pilkada ditunda sampai Pandemi benar-benar selesai. Bagi IDI Sumsel, bahaya tidaknya pandemi ini bukan dilihat dari jumlah penderitanya saja tapi berdasarkan jumlah kematian. 

"Dari beberapa daerah yang melakukan Pilkada, ada yang jumlah kematiannya cukup tinggi yakni di OKU Selatan mencapai 26 persen. Makanya bagi kami, setuju kalau Pilkada ini ditunda karena terkait penyebaran Covid 19," ujar Ketua IDI Sumsel, Rizal Sanif.

Untuk itu Rizal meminta agar pelaksanaan Pilkada nanti benar benar memperhatikan protokol kesehatan agar nantinya tidak menimbulkan masalah baru.

Dari kalangan partai sendiri ternyata tidak semua kader sepakat dengan 9 Desember, banyak juga diantara mereka yang meminta agar Pilkada ini ditunda.

"Salah satu yang meminta ditunda itu adalah saya sendiri, malah waktu itu pandemi belum sebesar ini. Saya meminta ditunda karena akan jadi masalah baru karena ada Covid ini. Ternyata prediksi saya benar, kalau saya minta ditunda hingga pertengahan 2021 lah. Tapi itu semua kan kembali ke partai," ungkap Sekretaris DPD Golkar Sumsel, Herpanto.

Untuk saat ini, selagi belum ada penundaan, Partai Golkar Sumsel sudah mendapat instruksi untuk membuat barisan Satgas Covid hingga tingkat desa untuk memberi sosialisasi.

Sikap tegas menunda Pilkada 9 Desember disampaikan Ketua DPW PKB, Ramlan Holdan yang yakin kalau Pilkada 2020 ini lebih banyak membawa dampak mudharatnya.

"Bayangkan sampai hari ini ada penambahan 4.440 yang positif dan yang meninggal setiap hari mencapai 100 orang. Ini belum Pilkada. Bisa dibayangkan, bagaimana kalau ada Pilkada. Ini akan menambah klaster baru. Ada ratusan, ribuan rakyat yang meninggal nanti akibat Pandemi nanti. Makanya kami minta agar Pilkada dimundurkan," terang Ramlan Holdan.

Meski PKB tetap mengikuti ajang Pilkada lanjut Ramlan karena hal itu telah diputuskan bersama melalui Undang Undang dan PKB akan patuh. Di sisi lain PKB yang merujuk ke NU juga bersepakat untuk meminta Pilkada ditunda, sesuai dengan rekomendasi NU.

"Kalau tidak ada pelandaian Covid 19 ini untuk apa dipaksakan lebih baik ditunda di 2021 saja. Sekarang keputusan ditunda atau tetap lanjut ada di tangan Presiden Jokowi. Kalau tidak mau melihat rakyat jadi korban, sebaiknya Jokowi menunda hingga 2021. Keluarkan Perppu untuk menundanya. Kuncinya ada di Jokowi," tegasnya.