Bagi Ajeng (39), warga Kota Palembang, mengasah kecerdasan anak tidak harus dilakukan di sekolah formal pada umumnya. Sekolah alam menjadi pilihannya untuk menggali potensi putra pertamanya, Idho.
- Dinas Pendidikan OKI Tetapkan Rencana Pembelajaran Selama Ramadhan
- Telkom Indibiz Rayakan Hari Guru dengan Promo Spesial untuk Sekolah
- Kasus Bully Siswi SMP 3 Segayam Kecamatan Gelumbang Berakhir Damai
Baca Juga
“Lebih karena melihat kecerdasan Idho bukan di akademik. Jadi kalau dipaksakan ke hal itu nanti justru bikin kecerdasan khas lainnya tidak berkembang,” tuturnya dibincangi Rmolsumsel, Kamis (10/6).
Putra pertamanya itu sudah dua kali masuk Sekolah Alam. Pertama sebuah sekolah alam di kawasan Bukit Siguntang. Tapi, pindah karena ada perubahan manajemen di sekolah tersebut. Idho kini bersekolah di Sekolah Alam Sriwijaya.
Sekolah Alam dinilai bisa menjadi alternatif institusi pendidikan untuk buah hati. Konsepnya pendidikan berbasis alam dan lingkungan. Lingkungannya pun tidak seperti sekolah formal.
Seperti terpantau di Sekolah Alam Palembang (SAPA) yang berlokasi di Jakabaring. Secara fisik, bentuk sekolah ini bukanlah gedung atau bangunan, melainkan hanya saung atau rumah panggung yang dikelilingi pepohonan rindang. Ada sungai kecil di tengah area sekolah.
Para siswanya tidak diberi materi di dalam ruang kelas, melainkan di lapangan, kebun, peternakan. Mereka juga diajak belajar praktik wirausaha hingga backpacker ke luar kota. Perbedaan lain dari sekolah alam seperti SAPA adalah institusi ini tidak mengenal seragam sekolah karena anak bebas menggunakan pakaian apa pun ketika datang ke sekolah alam.
"Tujuan didirikannya sekolah alam adalah mengajarkan anak untuk eksplorasi langsung dan melatih life skill anak-anak. Mereka juga ditekankan untuk menghargai perbedaan dan memandang keberagaman sebagai sesuatu yang perlu dipelihara, termasuk menghormati dan peduli teman yang berkebutuhan khusus," jelas Prof Yuwono, pendiri Sekolah Alam Palembang.
Meski memiliki beberapa perbedaan dengan sekolah konvensional, pedoman pendidikan alias kurikulum yang diterapkan pada sekolah alam tetap tidak boleh menyimpang dari kurikulum yang berlaku secara nasional. SAPA milik pakar mikrobiologi ini punya empat kurikulum, yang pertama dan utama adalah akhlak, dimana selain bebas berekspresi anak-anak dididik untuk bisa jujur, sopan, dan hormat.
“Secara garis besar, kurikulum yang berlaku di sekolah alam kami memiliki prinsip tidak akademik semata. Penilaian akademik sesuai Diknas ada, tapi rapornya ditambah penilaian perilaku. Kalau soal kesetaraan dengan sekolah formal, kami yakin punya keistimewaan dan kami juga hargai keistimewaan sekolah formal,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, Pengamat Sosial dan Kemasyarakatan Sumsel, Tarech Rasyid menilai, sekolah alam sesungguhnya sekolah formal juga. Hanya saja ada perbedaan dari sisi kurikulum, dengan menambahkan kemandirian anak dan sebagainya.
Menurut Rektor Universitas IBA Palembang yang juga pernah mengelola sekolah tanpa kelas untuk anak-anak jalanan ini, hal penting sekolah bisa memberikan pendidikan dan beradaptasi pada perkembangan teknologi.
“Baik sekolah alam ataupun sekolah formal harus bisa memanfaatkan teknologi karena manusia harus bisa mengendalikan teknologi. Tapi di balik itu, tetap saja lembaga pendidikan harus bisa mentransfer nilai-nilai baik, membangun etika dan moral untuk anak didiknya. Itu harus dipahami juga oleh guru dan orang tua,” jelas dia.
- Dinas Pendidikan OKI Tetapkan Rencana Pembelajaran Selama Ramadhan
- Telkom Indibiz Rayakan Hari Guru dengan Promo Spesial untuk Sekolah
- Kasus Bully Siswi SMP 3 Segayam Kecamatan Gelumbang Berakhir Damai