Komunitas Sahabat Cagar Budaya (SCB) menggelar kegiatan mengheningkan cipta, bincang pusaka dan Heritage Walk di Taman Tentara Pelajar, Jalan Merdeka Palembang, Sabtu (1/1/2021). Kegiatan itu bagian dari peringatan Perang 5 Hari 5 Malam yang terjadi di Kota Palembang pada 1-5 Januari 1947.
- Dinas Kebudayaan Kota Palembang Dukung Penuh Peringatan Pertempuran 5 Hari 5 Malam
- 86 Komunitas Semarakan Peringatan Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang
- Kisah Pratu Ruslan Usman, Berjuang di Perang 5 Hari 5 Malam
Baca Juga
Dalam kegiatan itu, hadir sebagai oenateru yakni Sejarahwan dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Syafruddin Yusuf, Sultan Palembang Darussalam Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R M Fauwaz Diradja, anggota SCB dan masyarakat umum.
Dikatakan Syafruddin Yusuf, perang 5 hari 5 malam di Palembang sangat penting dan harus diperingati karena perang tersebut merupakan wujud dari masyarakat di Palembang dan Sumatera Selatan (Sumsel) secara umum yang memiliki tekad untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan.
“Kalau generasi tua pasti tahu perang 5 hari 5 malam, tapi generasi muda ini yang umur 20 tahunan kurang, karena mata pelajaran sejarah yang membahas perang ini tidak ada dalam kurikulum," ujar dia.
Situasi semakin pelik, karena guru-guru tidak berani menyampaikan materi lokal diluar kurikulum yang ada. "Mestinya sasaran pertama kalau mau perang ini dikenal masyarakat, khususnya generasi muda sekarang di lembaga pendidikan ini nanti kaitannya nanti Dinas Pendidikan yang mewajibkan memberikan materi tentang perang lima hari lima malam itu,” katanya.
Dalam sejarah itu, kata dia, dapat diketahui faktor apa saja yang membuat Belanda ingin menguasai Palembang, yaitu faktor ekonomi di mana Palembang kaya dan banyak penghasilan Sumber Daya Alam.
Lalu faktor politik, dimana Palembang adalah pusat pemerintahan wilayah Sumatera Bagian Selatan, dimana secara politik menguasai Palembang berarti bisa menaklukkan daerah lain di luar kota Palembang.
“Faktor militer, Palembang juga pusat kekuatan militer untuk Sumatera Bagian Selatan dan dari sisi sosial dimana waktu zaman Jepang, orang Belanda ditahan dan disiksa oleh Jepang. Oleh karena itu Belanda ingin mengembalikan citra Belanda adalah bangsa yang besar dan kuat, satu-satunya jalan dia ingin mengembalikan citra itu dengan menguasai Palembang,” katanya.
Untuk titik perang lima hari lima malam paling sengit menurutnya diantaranya di Charitas, Bagus Kuning Plaju, Gedung Handlezaken, Talang Semut dan pusat kekuatan Belanda di Benteng Kuto Besak. "Ini sifatnya perang kota,” ucap dia.
Menurutnya, jika generasi muda tidak tahu perang 5 hari 5 malam di Palembang, hal itu dinilai sangat berbahaya. "Nanti nilai-nilai generasi muda untuk menghargai kepahlawanan sangat kurang, sebab di dalam perang 5 hari 5 malam itu kan dihilangkan faktor agama, faktor kesukuan yang penting sama-sama mempertahankan kemerdekaan,” katanya.
Sementara, Penggagas Komunitas Cagar Budaya, Robby Sunata, menambahkan, Perang 5 Hari 5 Malam merupakan perang besar dan harus mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat.
"Jelas perang ini penting, perang ini diperhatikan oleh pemerintah pusat yang ada di Yogyakarta, karena Palembang waktu itu ada dua kilang minyak terbesar di Asia Tenggara, jadi sekitar 70 persen penghasil minyak di Indonesia ada di Palembang, jadi secara ekonomi dan politik Palembang penting," tandas dia.
- Animal Hopes Shelter Indonesia Laporkan Dugaan Penjagalan Anjing di Palembang
- Dua Wanita yang Melaporkan Tetangganya di Palembang Dilaporkan Balik Kasus ITE dan Penggelapan
- Siswi SMA Jadi Korban Penodongan dengan Senjata Api di Palembang