Setiap tahun, ketika hujan deras melanda, warga Kota Palembang terus menghadapi persoalan banjir. Masalah ini seolah tak bisa terselesaikan.
- Pemkot Palembang Sebut 42 Kawasan Rawan Banjir Masih Jadi Tantangan Besar
- 5 Kecamatan di Musi Rawas Langganan Banjir, BPBD Pantau Debit Air Sungai
- Aceh Selatan Terendam Banjir hingga Satu Meter
Baca Juga
Padahal, titik langganan banjir sudah bisa dipetakan. Namun, langkah konkret yang dilakukan pemerintah belum terlihat.
Seperti di kawasan Jalan Masjid Az Zikra, Macan Lindungan, Kelurahan Bukit Baru, Kecamatan Ilir Barat I. Di kawasan tersebut, ada tiga perumahan yang sebulan terakhir mengalami banjir yang tak kunjung surut. Ketiga perumahan itu yakni Kompleks Pelangi Macan Lindungan, Syahputra Bersaudara 2 dan Mega Cakra Residences.
Banjir tersebut, menurut warga, merupakan banjir siklus yang biasa terjadi 5 tahun sekali. "Dulu 2019 juga pernah terjadi. Tapi, tidak setinggi ini. Kalau dengar dari warga asli sini, banjir yang paling besar itu 2013. Hampir dua bulan tak surut-surut," kata Haris warga Blok F, Perumahan Mega Cakra Residences.
Haris mengatakan, luapan air hanya menyerang sebagian rumah yang berada di dekat aliran anak sungai di dekat perumahan. Dia mengatakan, kondisi banjir paling parah menimpa warga yang tinggal di kompleks Perumahan Pelangi Macan Lindungan.
Ketinggian air bahkan sampai dada orang dewasa. Sebagian penghuni harus mengungsi ke lokasi lain ataupun rumah warga yang tidak terserang banjir.
"Kalau di kompleks kami hanya menggenangi sampai pekarangan rumah. Tapi yah, akses kendaraan tidak bisa masuk rumah. Jadi diparkir di depan lorong. Kami bergantian saja menjaga agar tidak kecurian," ucapnya.
Haris berharap, pemerintah Kota Palembang bisa segera menemukan solusi atas permasalahan banjir yang terus dihadapi warga. "Belum sekalipun ada unsur pemerintah yang datang. Menanyakan penyebab genangan ataupun memberikan bantuan. Yah, kami harap pemerintah bisa serius menangani permasalahan banjir ini," tuturnya.
Pemerintah sebenarnya telah membangun infrastruktur pencegahan banjir di kawasan tersebut. Bahkan, akhir tahun lalu, normalisasi anak sungai masif dilakukan di kawasan tersebut. Hanya saja, upaya ini tidak bisa mencegah genangan air ke pemukiman.
Kawasan lain di Kota Palembang yang juga menjadi langganan banjir yakni Perumahan Griya Mutiara 2 Sukawinatan. Salah seorang warga, Abdul Wahab mengeluhkan masalah banjir yang hingga kini belum ada solusi dari pemerintah kota Palembang.
"Kalau kami sudah biasa, perumahan ini sudah jadi langganan banjir setiap tahun. Tapi sampai sekarang belum ada respon dari Pemkot Palembang padahal ratusan warga yang terdampak," katanya.
Warga menduga aliran air di Sungai Sedapat tertimbun tumpukan sampah di TPA Sukawinatan yang menyebabkan air melebar.
"Tiap musim hujan, biasanya kami mengungsi karena aliran sungai Sedapat itu tidak lancar dan ketika hujan lebat banjir tak bisa terelakan," jelasnya.
Pemkot Palembang Dinilai Belum Serius Atasi Banjir
Mencermati situasi dan realitas banjir yang terus saja berulang, Pemerhati Sosial dan Kebijakan Publik Bagindo Togar mengatakan Pemkot Palembang dinilai kurang serius karena tidak memiliki master plan yang baik dalam penanganan banjir.
Bahkan Togar berani mengatakan jika para pejabat lebih banyak melakukan pencitraan agar terlihat bekerja dalam melakukan penanganan banjir.
"Kita tidak tahu, apa langkah kongkrit Pemkot Palembang dalam penanganan banjir. Tapi yang muncul di sosial media banyak sekali pencitraan agar terlihat bekerja. Faktanya, banjir tetap terjadi dan ini tidak pernah terselesaikan," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, permasalahan banjir di Palembang harusnya sudah selesai jika pemerintah bisa serius ingin membereskan.
"Kalau serius saya rasa mudah mengatasi banjir ini, tapi sepertinya kejadian banjir ini seperti komoditas politik bagi para pejabat. Seperti pemadam kebakaran, selama ini yang dilakukan ketika banjir terjadi pejabatnya datang seolah aktif dan responsif sehingga yang muncul sarat muatan tebar pesona," jelasnya.
"Kalau seperti itu dak masalah banjir di Palembang ini, setiap tahun datang terus," tambahnya.
Menurut Bagindo, ada 3 faktor utama penyebab yang sangat butuh difollow up secara serius dan berulang kali disampaikan.
Diantaranya, normalisasi anak sungai, perbaikan drainase dan penambahan daerah serapan air dan pengawasan menyeluruh secara sistemik dan regulatif ruang perkotaan dan objek strategis.
"Jika itu sudah dilakukan dengan benar, bisa dipastikan musibah banjir bisa dihindarkan atau minimal berkurang. Karena sampai sekarang penyempitan drainase di seluruh sudut kota belum terselesaikan, itu baru satu variabel saja bagaimana dengan yang lain apakah sudah dibereskan," pungkasnya.
Pembangunan di Kawasan Rawa Kian Masif
Banjir di Kota Palembang merupakan dampak dari pembangunan pemukiman di kawasan rawa yang kian masif. Pembangunan tersebut dilakukan dengan menimbun rawa.
Ketika hujan turun dengan deras, kawasan ini berperan sebagai penampung alami bagi air hujan yang berlimpah, sehingga mengurangi tekanan pada sistem drainase kota.
Namun, alih fungsi kawasan rawa menjadi areal pemukiman menyebabkan limpahan air dari debit sungai yang meninggi ketika hujan langsung menggenangi pemukiman.
Direktur Eksekutif Lembaga Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA), Rahmat Sandi Iqbal mengatakan, alih fungsi rawa ini menjadi penyebab utama banjir yang melanda wilayah Kota Palembang. Luapan air dari sungai seharusnya dapat ditampung di kawasan rawa sebelum menyerang wilayah perkotaan.
"Sayangnya, wilayah resapan air baik di rawa maupun kawasan perkotaan lainnya ini sudah terus berkurang. Perizinan perumahan dibangun di kawasan rawa masih terus diberikan," kata Rahmat.
Padahal, kata Rahmat, sudah ada Perda Rawa yang mengatur perlindungan kawasan rawa di Kota Palembang. "Selain itu, kita juga punya Perda Ruang Terbuka Hijau yang mana pemerintah wajib memenuhi 30 persen dari luas perkotaan. Namun yang jadi pertanyaan, apakah aturan ini benar-benar telah dilaksanakan," ucapnya.
Rahmat mendesak pemerintah untuk serius menangani persoalan banjir di Palembang. Setiap tahun, langkah yang diambil pemerintah hanyalah upaya penanganan bencana. Membentuk tim untuk mengevakuasi warga yang terkena bencana.
"Harusnya ada rencana jangka panjang yang betul-betul dapat menyelesaikan persoalan ini," bebernya.
Ratu Dewa Klaim Penanggulangan Banjir Sudah Sesuai Perencanaan
Pemerintah Kota Palembang menyebut bahwa banjir yang terjadi setiap kali hujan deras di wilayahnya dipicu karena ratusan sungai sudah hilang.
Dari sebelumnya ada 726 sungai di Palembang, kini hanya tersisa 114 sungai saja. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Palembang, Ahmad Bastari, Jumat (23/2).
"Dulu (masa lalu) ada sekitar 726 sungai yang mengalir di Kota Palembang. Namun lambat laun karena Kota Palembang terus berkembang saat ini sungai di Palembang tinggal 114 saja, atau hilang 612 sungai," ujarnya saat kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Sungai Tuo Palembang, Jumat (23/2).
Bastari mengatakan, informasi mengenai Palembang memiliki sungai yang banyak saat ia bertemu dengan para ahli sejarah dan budayawan Palembang.
"Banyak sungai yang hilang, karena air ini, volumenya tetap hanya saja rumahnya (wadah aliran sungai) yang berkurang sehingga masuk ke pemukiman, jalan dan lainnya," ungkap Bastari.
Sementara itu, Pj Walikota Palembang Ratu Dewa mengklaim normalisasi sungai sudah berjalan sesuai dengan perencanaan. Hal itu juga merupakan langkah dari pemkot Palembang dalam menjalankan putusan PTUN terkait penanggulangan banjir dan pelaksanaan rencana tata ruang yang sebelumnya digugat Walhi Sumsel.
"Terkait pelaksanaan putusan PTUN atas banjir yang terjadi di kota Palembang yang juga berdampak terhadap penanganan banjir dapat dijelaskan bahwa telah dilaksanakan pendirian posko banjir pada wilayah yang terdampak banjir," katanya.
Dia melanjutkan, Pemkot Palembang juga terus melakukan perbaikan dan pengembalian fungsi drainase secara optimal dalam penanggulangan banjir di musim hujan.
"Kita sudah lakukan dan sudah berjalan dengan perencanaan, terkait normalisasi sungai dan perbaikan drainase kita lakukan secara terus menerus," jelasnya.
Sebagai rencana kerja jangka panjang, Dewa juga mengatakan Pemkot Palembang terus berupaya melakukan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) 30 persen dan penyediaan kolam retensi yang cukup.
"Hal itu memang adalah rencana kerja jangka panjang yang memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit, tentu terus diupayakan realisasinya secara terukur. Bahkan untuk ganti rugi kepada korban banjir telah dilaksanakan," tandasnya.
- Pj Wali Kota Palembang Lantik 12 Komunitas Peduli Sungai dan Banjir
- Pemkot Palembang Sebut 42 Kawasan Rawan Banjir Masih Jadi Tantangan Besar
- Debat Pilkada Palembang, Prima Salam Janjikan Restorasi 114 Anak Sungai di Palembang