Saksi Ungkap PT SMS Tidak Berikan Deviden Selama Kepemimpinan Sarimuda

Kepala BPKAD Sumsel Ahmad Mukhlis dihadirkan disidang pembuktian perkara Sarimuda di Pengadilan Tipikor Palembang/Foto: Yosep Indra Praja
Kepala BPKAD Sumsel Ahmad Mukhlis dihadirkan disidang pembuktian perkara Sarimuda di Pengadilan Tipikor Palembang/Foto: Yosep Indra Praja

Sidang pembuktian perkara dugaan tindak pidana korupsi kerjasama pengangkutan batubara sebesar Rp18 miliar pada PT Sriwijaya Mandiri Sumsel yang menjerat terdakwa Sarimuda MT digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (26/2).


Kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan empat saksi salah satunya yakni, Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sumsel, Ahmad Mukhlis.

Dalam persidangan, saksi menyebut selama kepemimpinan Sarimuda sebagai Dirut PT SMS tidak pernah ada deviden yang dibagikan ke Pemprov Sumsel.

Dihadapan majelis hakim diketuai Pitriadi, dia menerangkan tujuan awal dari pendirian PT SMS adalah keterkaitannya dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Tanjung Api-Api pada tahun 2017.

"Namun seiring berjalannya waktu, KEK dibatalkan sehingga nomenklatur bisnis PT SMS pun berubah diantaranya jasa pengangkutan batubara," sebut Mukhlis.

Diterangkannya, sejak terdakwa Sarimuda diangkat menjadi Dirut apda tahun 2019 hingga tahun 2021 menurut laporannya Pemprov Sumsel selalu menyertakan modal kepada PT SMS.

Nilai penyertaan modal terhadap PT SMS, kata Mukhlis digulirkan secara bertahap oleh Pemprov Sumsel sebagai pemilik saham utama PT SMS diantaranya senilai Rp65 miliar.

Nilai penyertaan modal itu, lanjut Mukhlis diharapkan agar mendapatkan atau memperoleh keuntungan dari penyertaan modal yang disetorkan oleh Pemprov Sumsel saat itu.

Akan tetapi, ungkap Mukhlis pada kenyataannya selama terdakwa Sarimuda saat menjabat sebagai Dirut PT SMS tahun 2017 tidak memperoleh keuntungan sama sekali hingga tahun 2021.

Bahkan saat ditanya majelis hakim apakah ada kecenderungan merosotnya PT SMS, Mukhlis menjawab dengan istilah "Nisbi" maksudnya adalah masih relatif antara rugi atau untung.

"Saya tidak bisa menjawab, karena masih Nisbi yang mulia," tutur Mukhlis.

Keterangan Mukhlis tersebut dibantah oleh terdakwa Sarimuda dipersidangan, bahwa pada tahun 2021 ada keuntungan yang didapat oleh PT SMS senilai Rp8 miliar.

Namun, terdakwa Sarimuda berkilah bahwa keuntungan itu ditahan atas rekomendasi dari Gubernur Sumsel saat itu sebagai pemegang saham PT SMS.

"Karena rekomendasi Gubernur meminta agar keuntungan itu jangan di setor dulu karena untuk modal usaha," sebut Sarimuda.

Selain Kepala BPKAD Sumsel Ahmad Muklis, turut dihadirkan sebagai saksi dipersidangan Dirut PT SMS aktif Adi Trenggana Wirabakti Dirut PT SMS, Regina Arianti Komut PT SMS serta Cecep Kurniawan Staf Khusus Logistik PT SMS.

Para saksi, akan diperiksa secara bergilir guna pembuktian terkait penyertaan modal serta sejumlah aset PT SMS semasa terdakwa Sarimuda menjabat sebagai Dirut PT SMS saat itu.

Sebelumnya, jaksa KPK RI mendakwa Sarimuda kasus dugaan korupsi memperkaya diri sendiri senilai, sekaligus penyalahgunaan kewenangan terkait pengangkutan batubara.

Sehingga berdasarkan dakwaan jaksa KPK RI, perbuatan terdakwa Sarimuda diduga telah merugikan keuangan negara Rp18 miliar.

Adapun modus yang dilakukan tersangka Sarimuda, yaitu dalam entang waktu tahun 2020 hingga 2021, atas perintah Sarimuda terjadi proses pengeluaran uang dari kas PT SMS Perseroda. 

Yakni dengan cara membuat berbagai dokumen invoice (tagihan) fiktif.

Nyatanya, pembayaran dari beberapa vendor tidak sepenuhnya dimasukkan ke dalam kas PT SMS Perseroda, akan tetapi dicairkan dan digunakan Sarimuda untuk keperluan pribadi.

Selanjutnya, dari setiap pencairan cek bank yang bernilai miliaran rupiah tersangka Sarimuda melalui orang kepercayaannya menyisihkan uang dengan besaran ratusan juta.

Uang ratusan juta diambil baik dalam bentuk tunai, serta mentransfer ke rekening bank milik salah satu anggota keluarganya yang tidak ada hubungan dengan PT SMS.

Perbuatan tersangka dimaksud tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp18 Miliar.

Selain tindak pidana korupsi, ternyata penyidik KPK RI juga mencium adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Yang mana, sejumlah penggunaan uang dari dugaan korupsi yang menjerat tersangka Sarimuda digunakan untuk pencalonan diri maju sebagai Calon Walikota Palembang beberapa tahun silam.

Oleh sebab itu, terdakwa Sarimuda dijerat jaksa KPK RI dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.