Saksi Ungkap Permintaan Fee dari Dirjen Kemenhub di Sidang Kasus Korupsi LRT Palembang

Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek Light Rail Transit (LRT) Palembang/Foto: Yosep Indra Praja
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek Light Rail Transit (LRT) Palembang/Foto: Yosep Indra Praja

Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek Light Rail Transit (LRT) Palembang tahun anggaran 2016-2020 kembali digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (4/2).


Dalam persidangan, tujuh saksi dari petinggi PT Waskita Karya dihadirkan, termasuk mantan Direktur Utama dan Direktur Operasional perusahaan tersebut.

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fauzi Isra SH MH mendengarkan keterangan dari tujuh saksi petinggi PT Waskita Karya, termasuk M Cholik (Direktur Utama PT Waskita Karya tahun 2008-2018),  Adi Wibowo (Direktur Operasional), Dartomo (Kabag Divisi I), dan beberapa pejabat lainnya.

Saksi Adi Wibowo mengungkapkan bahwa Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boedithajono, meminta fee sebesar 5 persen dari nilai kontrak proyek LRT Palembang.

"Awalnya, Pak Tukijo keberatan atas permintaan tersebut, sehingga tidak berani menghadap Pak Prasetyo. Akibatnya, komunikasi terhambat dan pekerjaan pun tidak berjalan," ujar Adi.

Adi melanjutkan bahwa ia kemudian menghadap Menteri Perhubungan Budi Karya, yang menggantikan Ignasius Jonan, dan menyampaikan keberatan terhadap permintaan tersebut. "Pak Budi Karya akhirnya setuju, dan Pak Prasetyo digantikan dengan Staf Ahli Kemenhub," tambahnya.

Hakim Pitriadi menanyakan lebih lanjut terkait fee yang diminta oleh Prasetyo, dan Adi menegaskan bahwa fee yang diminta adalah sebesar 5 persen dari nilai kontrak proyek LRT Palembang.

Saksi lainnya, M Cholik, mengungkapkan bahwa penunjukan PT Perenjtana Djaya sebagai perencana proyek LRT Palembang berdasarkan saran dari Dirjen Perkeretaapian Kemenhub, Prasetyo Boedithajono. 

Dia menjelaskan bahwa PT Perenjtana Djaya dipilih karena memiliki pengalaman dalam proyek perencanaan monorel.Selain itu, hakim menggali alasan PT Waskita Karya menerima proyek LRT Palembang meskipun waktu pelaksanaan yang sangat terbatas. 

Cholik mengungkapkan bahwa proyek tersebut harus selesai sebelum Asian Games 2018. "Kami justru bersyukur diberikan proyek LRT Palembang," kata Cholik.

Sebelumnya dalam dakwaan, Bambang Hariadi Wikanta, yang menjabat sebagai Direktur PT Perenjtana Djaya, didakwa tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak surat perjanjian. 

Meskipun demikian, PT Waskita Karya (Persero) Tbk tetap melakukan pembayaran 100 persen atas pekerjaan yang tidak selesai tersebut, dengan total mencapai Rp109.375.068.000,00 yang dibayar dalam delapan tahap.

Dakwaan ini menunjukkan adanya dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek LRT Palembang, di mana PT Waskita Karya melakukan pembayaran meskipun sebagian pekerjaan tidak terealisasi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

Pembayaran tersebut, menurut jaksa, dilakukan tanpa adanya pengawasan yang tepat dan tanpa memperhatikan kesesuaian pekerjaan yang dilaksanakan.

Selain Bambang Hariadi Wikanta, terdakwa lainnya, yaitu Ir. Ignatius Joko Herwanto, Ir. Tukijo, dan Ir. Septian Andri Purwanto, didakwa melakukan perbuatan melawan hukum bersama dengan Ir. Prasetyo Boedithajono, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Prasarana Perkeretaapian dan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. 

Mereka diduga terlibat dalam pemilihan penyedia yang tidak sesuai prosedur dan tidak melaksanakan proses pemilihan penyedia dengan benar. Dakwaan juga menyebutkan bahwa PT Perenjtana Djaya, yang ditetapkan sebagai pelaksana pekerjaan perencanaan teknis proyek LRT Palembang, diduga terlibat dalam pengkondisian dan adanya kesepakatan fee yang harus diserahkan kepada PT Waskita Karya.

Dalam pelaksanaannya, ditemukan pula pekerjaan yang tidak dilaksanakan, yang tidak sesuai dengan kontrak atau surat perjanjian yang berlaku.