Rusia Buka Opsi Perundingan, Presiden Ukraina Tolak Bertemu di Belarusia

Asap membubung tinggi dari depot minyak yang terbakar dilaporkan terkena tembakan di dekat pangkalan udara militer Vasylkiv di wilayah Kyiv, Ukraina, 27 Februari 2022. (Reuters/rmolsumsel.id)
Asap membubung tinggi dari depot minyak yang terbakar dilaporkan terkena tembakan di dekat pangkalan udara militer Vasylkiv di wilayah Kyiv, Ukraina, 27 Februari 2022. (Reuters/rmolsumsel.id)

Di tengah meningkatnya serangan ke ibu kota Ukraina, Kyiv, Rusia membuka opsi perundingan. Namun hal itu ditolak mentah-mentah Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy.


Dilansir dari Reuters, rudal yang dilepaskan pasukan Rusia telah menyerang dan mengenai target fasilitas minyak dan gas di Vasylkiv, barat daya Kyiv, Ukraina yang memicu ledakan besar pada hari Minggu waktu setempat.

“Pasukan Ukraina berupaya sekuat tenaga menahan pasukan Rusia yang bergerak maju di ibu kota, Kyiv,” kata Zelenskiy di hari keempat serangan Rusia ke negara yang dipimpinnya.

Zelenskiy menyebut, serangan Rusia malam itu berlangsung brutal dan membabi buta dengan menembaki infrastruktur sipil dan serangan terhadap segalanya, termasuk ambulans.

Presiden Rusia, Vladimir Putin memulai operasi militer khusus pada hari Kamis (24/2) dan mengabaikan peringatan Barat sebelumnya dengan mengatakan "neo-Nazi" yang berkuasa di Ukraina mengancam keamanan Rusia.

Tuduhan itu pun dibantah pemerintah Barat dan Kyiv yang balik menuding hal itu propaganda tak berdasar dan pembenaran atas serangan Rusia tersebut.

Meski demikian, Kremlin menawarkan secercah harapan untuk negosiasi. Sebuah tim delegasi telah tiba di negara tetangga Belarusia untuk melakukan pembicaraan dan sedang menunggu pihak Ukraina. Tapi undangan itu ditolak Presiden Zelenskiy karena menilai Belarusia terlibat dalam invasi.  Ukraina bersedia untuk berunding jika digelar di tempat netral.

Seorang penasihat presiden Ukraina mengatakan, sekitar 3.500 tentara Rusia tewas atau terluka. Para pejabat Barat mengatakan intelijen menunjukkan Rusia menderita korban yang lebih tinggi dari yang diperkirakan.

Namun sejauh ini Rusia belum merilis angka korban dan tidak mungkin untuk memverifikasi jumlah korban atau gambaran persisnya di lapangan.

Sebuah badan bantuan PBB mengatakan pada Sabtu malam (26/2) setidaknya 64 warga sipil telah tewas menambah jumlah total korban sipil menjadi 240 orang. Lebih dari 160.000 orang telah mengungsi dan lebih dari 116.000 telah melarikan diri ke negara-negara tetangga.