RSUD Siti Fatimah dalam Sorotan: Bebaskan Tarif Layanan untuk Keluarga dan Mitra sampai Rp2 Miliar [Bagian Keempat]

RSUD Siti Fatimah/Foto:RMOLSumsel
RSUD Siti Fatimah/Foto:RMOLSumsel

Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tarif Pelayanan RSUD Siti Fatimah diketahui bahwa Direktur Rumah Sakit dapat membebaskan sebagian atau seluruh tarif sampai 0% (nol persen) dari tarif kegiatan pelayanan.


Namun, pembebasan layanan ini diberikan hanya untuk pasien yang tidak mampu membayar atau kondisi/situasi tertentu dengan memperhatikan kemampuan keuangan rumah sakit dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal ini, pada hasil pengujian data pasien pada database SIMRS yang dilakukan oleh BPK RI, diketahui terdapat pembebasan pembayaran dengan pemberian diskon dan pembebasan tarif layanan berdasarkan SOP (tanpa keputusan direktur) serta mekanisme payer RSUD (dengan peraturan direktur).

Pemberian keringanan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan, dengan uraian sebagai berikut.

a. Pemberian keringanan biaya layanan rumah sakit kepada pasien tidak tepat sebesar Rp95.261.446,60 

Hasil pemeriksaan uji petik pada database SIMRS menyajikan data pemberian keringanan biaya sebagian atau seluruhnya atas layanan RSUD Tahun 2021 s.d. Oktober 2023 pada 2.507 pasien sebesar Rp902.903.736,14. Hasil pemeriksaan atas database SIMRS, dokumen pendukung pemberian keringanan biaya dan permintaan keterangan kepada Direktur RSUD Siti Fatimah diketahui hal berikut.

1) Pemberian keringanan biaya RS belum ditetapkan dengan keputusan direktur

Direktur RSUD diberi kewenangan untuk memberikan keringanan biaya layanan yang dilaksanakan berdasarkan Keputusan Direktur. Selanjutnya, RSUD melaksanakan pemberian keringanan hanya berdasarkan pada dokumen SOP tentang Pemberian Keringanan Biaya Pasien yang ditandatangani oleh Pelaksana tugas (Plt.) Direktur tanggal 2 Januari 2020 tanpa nomor dan stempel. 

Kasubbag Hukum dan Kepala Bagian (Kabag) Keuangan menyatakan bahwa SOP tersebut tidak ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur dan bersifat sementara sampai dengan terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2021. 

Pergub tersebut mengatur ketentuan untuk pembebasan sebagian atau seluruh tarif diatur dengan Keputusan Direktur. Direktur belum menetapkan keputusan tersebut sehingga RSUD Siti Fatimah masih menggunakan SOP tersebut.

SOP tersebut mengatur pemberian keringanan biaya pasien dengan mengurangi atau menghapus semua atau sebagian dari biaya yang seharusnya dibayar oleh pasien atau penjamin pasien. Keringanan tersebut tidak berlaku untuk selisih tarif antara tarif RS dengan tarif penjamin. 

Keringanan biaya juga diberikan kepada karyawan RSUD, keluarga karyawan, orang tua/mertua karyawan, pasien tidak mampu yang tidak memiliki asuransi penjamin, dan kondisi lain berdasarkan kewenangan direktur. 

2) Pemberian keringanan biaya RS tidak tepat

SOP terkait pemberian keringanan biaya RS tidak mengatur mekanisme permohonan pemberian keringanan. Hasil permintaan keterangan kepada Direktur RSUD diketahui bahwa pemberian pembebasan sebagian atau seluruh tarif hanya untuk pasien yang tidak mampu membayar tagihan rumah sakit. Prosedur pemberian keringanan adalah pasien/keluarga pasien menyampaikan surat permohonan kepada direksi dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti surat keterangan tidak mampu, Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan invoice. Kelengkapan dokumen tersebut divalidasi oleh bagian keuangan untuk mendapat persetujuan dari direktur secara berjenjang. 

Dari 2.507 pasien yang mendapatkan keringanan, hanya 82 pasien mengikuti prosedur permohonan persetujuan pemberian keringanan kepada direksi, sedangkan sisanya 2.423 pasien (96,65%) tidak disertai dokumen permohonan persetujuan.

Hasil pemeriksaan atas 82 pasien dengan dokumen permohonan persetujuan diketahui bahwa nilai keringanan sebesar Rp1.003.206.484,56 terdiri dari Tahun 2021 sebanyak 44 pasien sebesar Rp283.752.236,5, Tahun 2022 sebanyak 22 pasien sebesar Rp396.551.276,06 dan Tahun 2023 sebanyak 16 

pasien sebesar Rp322.902.972,00. Pemberian keringanan diberikan sebesar 21% s.d. 100% yang diberikan kepada pegawai, keluarga pegawai, pasien tidak mampu, dan pasien sesuai rekomendasi direksi.

b. Pemberian pembebasan tagihan dengan penggunaan payer RSUD tidak sesuai ketentuan

Hasil pemeriksaan atas database SIMRS diketahui bahwa metode pembayaran yang digunakan adalah personal untuk pasien pribadi, asuransi penjamin (BPJS, COVID-19, asuransi dan perusahaan/instansi penjamin) dan payer RSUD. Hasil pemeriksaan atas pembayaran metode RSUD diketahui pemberian pembebasan tagihan dengan pengguna payer RSUD tidak sesuai ketentuan yaitu:

1) Peraturan Direktur Nomor 3 Tahun 2020 tentang Payer RSUD tidak sesuai ketentuan

Peraturan Direktur Nomor 3 Tahun 2020 ditetapkan oleh Plt. Direktur pada tanggal 31 Desember 2020 menyatakan bahwa Payer RSUD adalah segala biaya yang timbul akibat tindakan medis dan non medis yang dibebankan kepada RSUD Siti Fatimah sehingga apabila pada saat pendaftaran menggunakan payer RSUD, maka akan dibebaskan seluruhnya dari tagihan RS. Payer RSUD dipergunakan untuk:

a) Ruang rawat inap VVIP Paviliun Leanpuri lantai 9 bagi pejabat ASN Eselon I, II, dan III Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, Pejabat Eselon I, II, dan III FORKOPIMDA, Pejabat Eselon I, II, dan III pada Instansi Vertikal serta Pejabat Eselon lingkup RSUD Siti Fatimah;

b) Ruang rawat inap VIP Paviliun Az-Zahra lantai 8 bagi Pejabat ASN Eselon IV Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, Pejabat Eselon IV FORKOMPIMDA, dan Pejabat Eselon IV pada Instansi Vertikal, serta karyawan RSUD non eselon;

c) Keluarga inti karyawan RSUD Siti Fatimah yaitu istri/suami, anak, dan orang tua/mertua; dan

d) Pasien yang mendapat rekomendasi dari Direksi dengan fasilitas yang didapatkan yaitu: 

a) tidak dikenakan biaya sebagian atau seluruhnya; 

b) tidak ditagihkan atas selisih bayar, dan semua yang dikeluarkan akibat pelayanan dibebankan pada anggaran BLUD RSUD Siti Fatimah Provinsi Selatan.

Pembebasan seluruh tarif dari kegiatan pelayanan pasien melalui metode Payer RSUD tidak sesuai dengan Permenkes Nomor 85 Tahun 2015 dan Pergub Nomor 11 Tahun 2021 yaitu diperuntukan bagi pasien yang tidak mampu membayar atau kondisi tertentu dengan memperhatikan kemampuan  keuangan RS dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. 

Lebih lanjut, Permenkes 85 Tahun 2015 dan Pergub Nomor 11 Tahun 2021 mengatur tentang kondisi dan situasi tertentu diantaranya adalah pelayanan dalam keadaan emergensi dan bencana, kejadian yang diakibatkan kerusuhan/huru-hara yang mengakibatkan sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan menjadi rusak, kejadian yang diakibatkan kesalahan alat/standar prosedur operasional/human error yang menimbulkan korban dan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, daerah perbatasan, dan daerah bermasalah kesehatan.

Hasil analisis atas laporan keuangan tahun 2022 s.d. 2023 diketahui bahwa RSUD Siti Fatimah belum memiliki kemampuan keuangan yang mandiri, karena sebagian besar belanja operasionalnya yaitu 55,91% tahun 2022 dan 58,8% tahun 2023 masih bergantung dengan APBD. Selain itu, penerima manfaat yang dimaksud dalam Perdir Nomor 3 Tahun 2020 tersebut seharusnya sudah memiliki jaminan kesehatan BPJS. 

Hasil analisis lebih lanjut atas UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diketahui bahwa Pelaksana Tugas tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran. Dengan demikian, Plt. Direktur yang menjabat pada tahun 2020, membuat kebijakan di luar kewenangan yang diberikan karena terkait pemanfaatan fasilitas RS yang mengakibatkan kehilangan pendapatan dan tidak dicatat dalam laporan keuangan, yang seharusnya dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran BLUD. 

2) Pelayanan kesehatan bagi pasien payer RSUD membebani RS

Berdasarkan hasil inventarisasi Kasubbag Rekam Medik dan SIMRS atas pemanfaatan payer RSUD tahun 2021 s.d. 2023 diketahui payer RSUD diberikan kepada Pejabat Pemprov Sumsel, pejabat dan pegawai RSUD, keluarga inti pegawai, pasien dengan rekomendasi direktur dan pasien yang tidak dapat diidentifikasi dengan rincian pada tabel berikut.

Tabel Pengguna Payer RSUD Siti Fatimah Tahun 2021, 2022 dan 2023/ist

Pejabat eselon pada tabel di atas merupakan pejabat eselon pada lingkup Pemprov Sumsel/RSUD/Instansi vertikal, sedangkan pasien dengan rekomendasi direktur adalah mitra/keluarga mitra RSUD, diantaranya keluarga inti pejabat daerah, atau pihak lain yang direkomendasikan.

Pemeriksaan lebih lanjut atas transaksi pelayanan pasien diketahui penggunaan payer RSUD diberikan untuk:

a) Pemeriksaan rapid antigen/swab untuk direksi/pegawai, pejabat eselon dan keluarga pegawai RSUD, mitra RSUD sebagai syarat perjalanan dinas sebesar Rp326.160.000,00;

b) Pemeriksaan MCU, laboratorium, dan pemeriksaan MRI untuk direksi/pegawai/pejabat eselon, keluarga direksi, dan mitra RSUD sebesar Rp339.247.002,30;

c) Layanan Rawat Jalan untuk kegiatan khitanan masal, pemeriksaan psikologis untuk calon pegawai, pengobatan untuk keluarga direktur, pejabat dan pegawai RSUD, pejabat pemprov, instansi vertikal serta mitra RSUD sebesar Rp329.407.088,44;

d) Penggunaan Rawat Inap VVIP/VIP dan kelas lainnya kepada direksi, keluarga direktur, pegawai, pejabat eselon beserta keluarga, keluarga pejabat daerah, mitra RSUD, dan kegiatan operasi bibir sumbing gratis dalam rangkat HUT RSUD Siti Fatimah sebesar Rp870.302.984,98; dan

e) Layanan IGD kepada pegawai, pejabat eselon, keluarga inti, dan mitra RSUD sebesar Rp84.716.519,73. Semua tindakan tersebut tidak berbayar, tetapi seharusnya semua penerima layanan tersebut dapat ditagihkan ke pihak penjamin layanan kesehatan. Semua pegawai/tenaga kerja seharusnya telah terdaftar dalam layanan jaminan kesehatan seperti BPJS atau asuransi swasta. Sementara itu, untuk kegiatan khitanan dan operasi bibir sumbing dianggarkan dalam suatu program dan kegiatan RSUD.

Atas pembebasan biaya seluruhnya tersebut mengakibatkan pendapatan RSUD tidak tercatat sebagai pendapatan layanan dalam Laporan Keuangan RSUD sebesar Rp1.949.833.595,45 dan kehilangan pendapatan atas klaim penjamin yang seharusnya dapat diterima oleh RSUD untuk membiayai pengeluaran BLUD. 

Berdasarkan hasil permintaan keterangan kepada Direktur dan Wakil Direktur diketahui bahwa pembayaran payer RSUD telah ada sejak RSUD berdiri pada tahun 2018 dan latar belakang pemberian tersebut telah didiskusikan dengan BPKAD dengan pertimbangan bahwa:

a) Karyawan RSUD Siti Fatimah sebaiknya menggunakan fasilitas Rumah Sakit, karena BPJS tidak menanggung semua biaya fasilitas rumah sakit sehingga dibutuhkan pelayanan tambahan untuk menanggung biaya tersebut;

b) RSUD merupakan rumah sakit pemerintah yang memiliki banyak mitra sehingga harus menjaga hubungan baik;

c) Fasilitas payer RSUD diberikan untuk pembayaran selisih biaya penggunaan kelas VIP dan VVIP bagi pejabat dan mengakomodir jenis pelayanan yang tidak ditanggung oleh BPJS;

d) Pegawai Kontrak dan Non ASN RSUD belum terdaftar sebagai peserta BPJS; 

e) RSUD Siti Fatimah merupakan RSUD Tipe B, pasien BPJS tidak dapat secara langsung mendapatkan pelayanan pada poli rawat jalan sehingga untuk mendapatkan layanan rawat jalan, maka Pejabat Pemprov dan Instansi Vertikal menggunakan payer RSUD;

f) Pemprov Sumsel tidak menganggarkan dana untuk pemeriksaan COVID-19 bagi pegawai yang akan melakukan perjalanan dinas. Jajaran direksi menganggap BMHP pemeriksaan COVID-19 bersumber dari dana APBD sehingga dapat diberikan untuk semua pegawai Pemprov. Untuk mendapatkan layanan pemeriksaan, Kepala SKPD terkait mengajukan permohonan kepada Direktur; dan

g) Kegiatan bibir sumbing gratis merupakan kegiatan RSUD bekerja sama dengan Yayasan UR. Pihak RSUD hanya menyediakan layanan operasi dan ruang rawat inap, sedangkan Yayasan UR menyediakan BMHP dan dokter yang melakukan operasi merupakan pemilik yayasan dan juga dokter pada RSUD Siti Fatimah.

Keterangan yang disampaikan Direktur dan Wakil Direktur RSUD tersebut tidak tepat karena jika memang hal tersebut dibutuhkan, seharusnya menggunakan mekanisme pemberian keringanan sebagaimana diatur dalam Permenkes Nomor 85 Tahun 2015 dan bukan pembebasan seluruhnya terutama bagi pasien VVIP/VIP, pejabat dan lainnya yang memiliki jaminan kesehatan. 

Hasil walkthrough pelaksanaan pelayanan serta proses pembayaran pada rawat jalan diketahui bahwa penggunaan payer RSUD hanya bisa apabila terdapat rekomendasi oleh Direksi. Permasalahan tersebut mengakibatkan RSUD Siti Fatimah kehilangan kesempatan memperoleh pendapatan layanan sebesar Rp2.045.095.042,05 (Rp95.261.446,60 + Rp1.949.833.595,45).

Hal tersebut menurut laporan BPK RI disebabkan oleh:

a. Direktur RSUD tidak menetapkan peraturan Direktur terkait pelaksanaan pengurangan dan pembebasan tarif layanan RSUD; dan

b. Peraturan Direktur Nomor 3 Tahun 2020 ditandatangani oleh Plt. Direktur yang tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis termasuk pembebasan pembayaran dengan mekanisme payer RSUD. (bersambung/tim)