Rizal Ramli Tuding Anggota DPR "Penakut"

Mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan, ia melihat banyak masalah terjadi di lapangan. Daya beli masyarakat turun drastis, pemutusan hubungan kerja (PHK), pendapatan pedagang anjlok, petani yang hasil panennya tidak terserap pasar.


Menurutnya, banyak lagi persoalan lain. Di antaranya penanganan Pandemi COVID-19 yang dinilainya buruk tapi para Anggota DPR RI diam saja.

"Anggota DPR sekarang pada takut bersuara. Debat kebijakan saja tidak ada karena semuanya takut di-recall ketua umum partainya," kata Rizal dalam kanal Hersubeno di YouTube.

Dia menceritakan, seperti dilansir JPNN.com hari ini Minggu (30/8/20200 saat Soeharto jatuh, anggota DPR punya kebebasan besar untuk mengkritisi kebijakan pemerintah.

Bahkan di zaman Gus Dur dan BJ Habibie, Anggota DPR tidak boleh direcall kecuali dia melakukan tindakan pidana.

"Itu mengakibatkan DPR pascareformasi menjadi sangat hidup dan kritis," cetusnya.

Namun, kemudian setelah Pemerintahan Gus Dur berakhir sekitar tahun 2002, ada upaya agar hak recall itu kembali ada dan dimiliki ketum partai. Akibatnya walaupun ada anggota yang cerdas, kritis, punya niat baik untuk memperjuangkan rakyat jadi takut bicara.

"Mulai 2002 anggota DPR takut ngomong karena ketum partai bisa recall dia setiap saat dan digantikan dengan pengganti antarwaktu (PAW). Harusnya ini yang diubah," sergah Rizal.

Dia lagi-lagi membandingkan anggota DPR di zaman pemerintahan Soeharto. Walaupun otoriter, anggota DPR masih bisa saling debat kebijakan.

"Zaman Pak Harto saja yang otoriter debat policy boleh. Prinsipnya saat itu, silakan debat, asal jangan nyerang Pak Harto. Hari ini DPR-nya debat kebijakan saja tidak ada karena takut direcall ketum," tuturnya.

Untuk mengembalikan kekritisan anggota DPR, Ramli menegaskan, harus dibenahi sistemnya. Misalnya anggota DPR daerah pemilihan (dapil) Semarang, yang berhak me-recall adalah rakyat Semarang. Bukan ketum partai. Kalau ini tidak diubah, lanjutnya, seolah-olah ketum adalah raja. Sementara para ketum parpol ini kepentingannya banyak kadang-kadang bisnis, legal protection.

"Bila anggota DPR masih takut melontarkan kritik karena takut di-recall ketumnya dan sistem ini dibiarkan terus, ngapain ada partai. Habis-habisin duit saja. Biarin para ketum partai saja yang berkuasa," pungkasnya.[ida]