Presiden Dinilai Gagal Pahami Kegelisahaan Mahasiswa

Pandangan kritis mahasiswa dari sejumlah kampus seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) dan Aliansi Mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) terhadap Presiden Joko Widodo mengandung unsur kreativitas.


Ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Adhie M. Massardi mengatakan, pilihan kata-kata yang tidak vulgar, melainkan satire (The King of Lip Service dan Juara Umum Lomba Ketidaksesuaian Omongan dengan Kenyataan) tersebut menjadi tradisi mengeritik kaum intelektual di seluruh dunia.

Sikap masyarakat yang demikian itu, menganggap pemerintah "tidak satu dengan perbuatan atau tindakan", tidaklah berlebihan. Karena hal demikian juga dirasakan oleh masyarakat internasional.

“Terbukti dengan diterbitkannya buku 192 halaman berjudul Man of Contradictions: Joko Widodo and the struggle to remake Indonesia karya Ben Bland, Direktur Program Asia Tenggara Lowy Institute, Australia, awal September 2020," ujar Adhie Massardi, Rabu (30/6).

Menurutnya, respon Presiden terhadap kritik yang disampaikan juga dipandang sama sekali tidak menyentuh substansi. “Presiden gagal memahami apa yang menjadi kegelisahan masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya, sehingga melahirkan kritik satire "The King of Lip Service" yang menjadi trending topic sekarang ini,” katanya.

Presiden Widodo hanya mengatakan, kritikan itu bentuk ekspresi mahasiswa dalam negara demokrasi. Jadi, kritik itu boleh-boleh saja. Padahal menurut Adhie Massardi, yang diharapkan mahasiswa dan masyarakat adalah jawaban dan atau penjelasan Presiden mengenai kenapa, pernyataan yang dilontarkan bisa berbeda dengan kenyataan, atau pernyataan yang satu bertentangan dengan pernyataan berikutnya.

“Misalnya, ketika marak demonstrasi menolak omnibus law, Presiden menyatakan: "Jika tak puas omnibus law silakan bawa ke MK". Akan tetapi beberapa waktu kemudian, media massa memberitakan pernyataan Presiden yang minta MK tolak semua gugatan tentang UU Cipta Kerja,” tutur Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) itu.

Pernyataan terbaru dan ada benang merah dengan kritik satire para mahasiswa terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadi isu nasional saat digelar Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Presiden mengatakan hasil TWK tidak serta-merta bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan para pegawai yang tidak lolos tes, tapi kenyataannya berbeda dengan pernyataannya.

Terkait sikap kritis mahasiswa, Presiden juga mengatakan, universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk berekspresi.

“Tapi kita tidak tahu bagaimana langkah Rektorat terhadap para mahasiswanya yang menyampaikan kritik itu. Apakah akan sama dengan yang terjadi di KPK, di mana pernyataan Presiden berbeda dengan apa yang terjadi di lapangan?” sebut Adhie Massardi.

Terakhir, agar persoalan kritik satire mahasiswa ini tidak menimbulkan hiruk-pikuk politik yang tidak perlu, KAMI meminta kepada Presiden Jokowi untuk segera menjawab. Disertai dengan bukti atas kritikan mahasiswa yang juga menjadi kegelisahan masyarakat dan dunia internasional akan adanya ketidakpastian dalam hampir semua kebijakan pemerintah.

“Presiden bisa memilih yang mungkin dirasa paling penting dijelaskan kepada masyarakat. Misalnya, apa yang sesungguhnya terjadi dalam tata kelola BUMN, tata kelola ekonomi, tata kelola utang luar negeri, dan apa yang sesungguhnya akan dilakukan pemerintah terhadap pandemi Covid-19 yang kian ganas, karena masyarakat merasa harus menghadapinya sendirian,” ucap Adhie Massardi.