Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengambil langkah tegas untuk menertibkan alih fungsi lahan di Kawasan Bandung Utara (KBU), yang dianggap memperparah risiko bencana ekologis seperti banjir dan longsor.
- Soal Penghapusan Honorer, Pemkot Palembang: Kami Masih Butuh
- “Pak Gubernur Edy Tolong Perhatiannya, Kalau tak Mampu, Mundur,"
- Kanwil Kemenkumham Sumsel Gelar Rapat Presentasi Proposal Monev Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Berbasis IPK-IKM
Baca Juga
Bupati KBB Jeje Ritchie Ismail mengatakan, pemerintah kini memperketat pengendalian pemanfaatan ruang, seiring arahan Gubernur Jawa Barat. Langkah ini menyusul rangkaian bencana yang terjadi di wilayah Lembang pada Mei lalu.
“Kita mengikuti arahan provinsi. Pak Gubernur telah menerbitkan Pergub tentang pengendalian alih fungsi,” kata Jeje, dikutip RMOLJabar, Sabtu (7/8/2025).
Saat ini, Pemkab Bandung Barat menegakkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 11 Tahun 2025 dan Perda Provinsi Jabar Nomor 2 Tahun 2016, yang mensyaratkan setiap proyek di KBU wajib mengantongi rekomendasi gubernur. Selain itu, Surat Edaran Gubernur Dedi Mulyadi juga menjadi dasar untuk membatasi izin di kawasan rawan bencana.
Data Dinas PUTR KBB mencatat sekitar 50 persen bangunan di kawasan Lembang berdiri tanpa izin, termasuk di lahan resapan air, tanah milik Perhutani, dan perkebunan negara seperti PTPN.
“Ini bukan hanya soal administratif. Ini langkah konkret menyelamatkan masa depan ekologis Cekungan Bandung,” ujar Jeje.
Ia menegaskan, yang dikendalikan bukan jenis usahanya, melainkan agar lahan pertanian, kawasan lindung, dan perkebunan tidak dialihfungsikan.
Pemkab juga akan memulai program rehabilitasi lingkungan, termasuk reboisasi di wilayah prioritas seperti Cikahuripan. Selain itu, moratorium atas izin pembangunan baru diberlakukan sebagai bentuk komitmen menjaga fungsi KBU.
“Kita hijaukan kembali kawasan yang rusak. Izin itu bukan formalitas, tapi tanggung jawab kolektif terhadap alam,” tegas Jeje.
Ketua Komisi III DPRD KBB Pither Tjuandys menyoroti lemahnya pengawasan pasca-berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja, yang memusatkan perizinan di tingkat pusat dan melemahkan peran desa dan kecamatan.
“Pemerintah desa dan kecamatan, yang selama ini jadi ‘mata dan telinga’, kini tidak lagi dilibatkan penuh dalam proses verifikasi izin,” ujar Pither.
WALHI Jawa Barat mencatat alih fungsi ruang hijau di KBU meningkat 23 persen dalam lima tahun terakhir, umumnya menjadi perumahan dan objek wisata di zona rawan longsor.
DPRD mendorong Pemkab menyusun regulasi pelengkap untuk melibatkan aparat kewilayahan dalam perizinan, demi mencegah pembangunan liar dan menjaga keberlanjutan lingkungan KBU.
- Menhut Dicecar Soal 20 Juta Hektar Hutan Cadangan Lahan Ketahanan Pangan
- Satu Hektar Lahan Kosong Terbakar di Empat Lawang
- Ganti Rugi Rp6.000 Permeter, Warga Keban Agung Unjuk Rasa di Tugu Monpera