Partai Gelora Sebut Ramadan Tahun ini Bakal Jadi Ujian Berat

ilustrasi/net
ilustrasi/net

Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menilai Ramadan tahun ini bakal menjadi ujian berat bagi umat Islam di Indonesia. Pasalnya, sejumlah permasalahan terus terjadi mulai kelangkaan sejumlah komoditas hingga kenaikan harga bahan pokok.


Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Partai Gelora Indonesia, Acmad Nur Hidayat mengatakan masyarakat terus menghadapi penderitaan bertubi-tubi, diantaranya kenaikan dan kelangkaan sejumlah komoditas, baik itu energi maupun kebutuhan bahan pokok, akibat situsi global yang makin tidak menentu.

"Selain kenaikan BBM, rakyat akan hadapi kenaikan PPN 11 persen, mahal dan langkanya minyak goreng, gula pasir dan daging pada bulan puasa nanti," katanya dalam keterangannya, Rabu (30/3/2021).

Menurut dia,  BBM subsidi saat ini akan semakin langka di pasaran. Setelah Premiun menghilang, Pertalite dipastikan juga akan langka dan hilang di pasaran. Masyarakat akan dipaksa 100 persen menggunakan BBM non subsidi seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Dexlite.

Hal ini diakibatkan utang pemerintah ke Pertamina yang harus dibayarkan pada akhir 2021 sebesar Rp109 triliun, meliputi Rp84,4 triliun untuk BBM dan Rp24,6 triliun untuk listrik. 

"Pertalite akan bernasib sama seperti Premium, tiba-tiba hilang dipasaran. Premium dan Pertalite akan hilang dari pasaran karena pemerintah tak kunjung membayarkan utangnya kepada Pertamina," ungkapnya.

Selain itu, dampak Perang Rusia-Ukraina sudah dirasakan oleh berbagai negara, termasuk Indonesia. Harga minyak dunia naik 5 persen menjadi US$ 121 per barel pada Rabu (23/3) lalu. Hal ini akibat gangguan pada ekspor minyak mentah Rusia dan Kazakhstan lewat pipa Caspian Pipeline Consortium (CPC). 

Situasi ini diperparah adanya penyerangan terhadap kilang minyak Aramco, buntut pertikaian Arab Saudi dengan Yaman. Dua situasi ini tentu saja akan menyebabkan kelangkaan minyak, dan harga minyak dunia akan semakin melambung tinggi.

"Kenaikan ini tentu akan berakibat kenaikan harga BBM di dalam negeri dan tentunya akan menambah beban APBN dalam pengadaan BBM," ujarnya.

Namun, keputusan Pertamina menaikkan BBM nonsubsidi Pertamax menjadi Rp16 ribu per liter seharusnya tidak dilakukan. Sebab, akan menambah beban penderitaan masyarakat bertubi-tubi di tengah kenaikan harga dan kelangkaan komoditas. Pemerintah, seharusnya fokus mengatasi masalah-masalah bahan pokok dengan kebijakan secara kongkret. Bukan sebaliknya, menaikkan harga BBM subsidi untuk menutupi defisit APBN.

"Rakyat harus mobilisasi untuk hidup lebih mandiri dari hasil produksi sendiri, memenuhi kebutuhan pokok dari kebun rakyat sendiri," katanya.

Pasar oligariki juga harus diurai dan penjahat penimbun harus ditangkap, serta membuat program digitalisasi pemasok bahan pokok. Sehingga rakyat mampu mengetahui secara realtime ketersediaan dan harga pokok dari petani. Pemerintah juga harus sudah mempersiapkan langkah antisipasi dampak yang ditimbulkan dari kenaikan harga minyak ini.

Langkah antisipasi diantaranya dengan mempercepat konversi minyak nabati menjadi BBM dengan menggunakan teknologi dari anak-anak bangsa, seperti mempercepat implementasi D100 (Diesel) dan B100 (Bensin) dari Sawit. 

"Jika langkah antisipasi tidak cukup baik dan siap tentunya masyarakat akan merasakan penderitaan secara bertubi-tubi sebagai dampak kenaikan BBM dan dampak turunan yang ditimbulkannya khususnya di Puasa 2022 ini," pungkasnya.