Pajak Sembako Harusnya Sasar Produk Premium

Plt Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura (DPTPH) Sumsel, R. Bambang Pramono. (Ist/rmolsumsle.id)
Plt Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura (DPTPH) Sumsel, R. Bambang Pramono. (Ist/rmolsumsle.id)

Penerapan pajak sembako yang diwacanakan pemerintah pusat dinilai sah-sah saja dilakukan. Namun, sasaran produk atau objek barang yang dikenakan seharusnya menyasar produk pertanian premium, bukan produk yang dihasilkan petani.


Plt Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura (DPTPH) Sumsel, R. Bambang Pramono mengatakan, produk pertanian premium saat ini sudah mulai banyak diproduksi. Ia mencontohkan beras merk Fortivit yang diproduksi Perum Bulog. Beras tersebut memiliki kandungan beberapa kandungan gizi yang tinggi. Diantaranya, vitamin A, vitamin B1, vitamin B3, vitamin B6, zat besi, dan zink.

Lalu, ada juga tepung gandum premium. Sayur-sayuran tertentu yang dibanderol dengan harga mahal. “Kalau produk yang dikenakan pajak yang sejenis itu saya sepakat saja. Karena memang sasaran pasarnya kan orang menengah atas. Bisa saja itu diterapkan,” kata Bambang saat dibincangi, RMOLsumsel.id, Minggu (13/6).

Ia mengatakan, beberapa produk pertanian impor juga bisa dikenakan pajak. Seperti saat ini tengah gandrung beras asal Jepang untuk keperluan restoran dan lainnya. “Jenis produk pertanian impor yang menyasar pasar khusus juga bisa dikenakan,” ujar Bambang.

Hanya saja, sambung Bambang, untuk sasaran produk petani lokal, belum saatnya untuk dikenakan pajak. Ia menjelaskan, pengenaan pajak terhadap produk yang dihasilkan petani tentunya cukup memberatkan. Baik bagi petani maupun masyarakat yang mengonsumsi.

“Saya belum tahu apakah ini benar-benar diterapkan atau sebatas wacana. Tapi, kalau memang diterapkan ke petani, tentunya sangat memberatkan petani,” ulasnya.

Ia tidak yakin jika kebijakan tersebut akan menyasar petani kecil. “Pemerintah tentunya punya berbagai pertimbangan sebelum akhirnya akan menerapkan kebijakan tersebut. Saya rasa sasarannya itu memang produk premium. Bukan produk hasil pertanian yang diproduksi petani kita,” imbuhnya.

Sumatera Selatan sendiri merupakan wilayah penghasil beras terbesar di Indonesia. Di 2019, realisasi produksi padi sebesar 2.603.396,24 ton Gabah Kering Giling (GKG). Sementara di 2020,  terjadi peningkatan sebesar 1,05 persen menjadi sebesar 2.743.060,00 ton GKG.