Pajak Pendidikan Dinilai Cederai Pancasila

Anggota Komisi X DPR RI, Prof. Zainuddin Maliki. (net/rmolsumsel.id)
Anggota Komisi X DPR RI, Prof. Zainuddin Maliki. (net/rmolsumsel.id)

Rencana pemerintah pusat untuk menarik pajak bagi sekolah atau jasa pendidikan lainnya dinilai mencederai nilai Pancasila dan UUD 1945. Sebab, penerapan pajak diprediksi bakal menaikkan ongkos pendidikan di sekolah. Ujungnya memberatkan masyarakat.


Dalam draf RUU 6/1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang beredar di masyarakat, pemerintah juga akan menarik pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen bagi sekolah atau jasa pendidikan lainnya.

“Jika pungutan pajak juga merambah ke dunia pendidikan, tentu harus ditolak,” ungkap Anggota Komisi X DPR RI, Prof. Zainuddin Maliki yang juga anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Jumat (11/6).

Menurutnya, sesuai amanat UUD 1945, pemerintah memiliki kewajiban untuk membiayai khususnya pendidikan dasar. “Bukan justru memungut pajak pendidikan dari rakyat,” lanjutnya.

Zainuddin Maliki mengungkapkan, dalam pasal 7 ayat (4) RUU KUP dinyatakan tarif pajak PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen. “Jelas penerapan pajak seperti itu berbau kapitalistik yang tentu bertentangan dengan jiwa Pancasila,” ungkap mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.

Ia mengungkapkan, masyarakat berpotensi tidak mendapat layanan pendidikan yang lebih baik tahun depan. Pasalnya, pagu anggaran pendidikan 2022 dikurangi lebih dari Rp10 triliun. Dari Rp 83,5 triliun pagu 2021, tinggal Rp 73,08 trilun pada pagu indikatif 2022.

“Kalau tidak bisa memberi layanan lebih baik jangan pula menambah beban pajak pendidikan kepada rakyat,” kritik Zainuddin Maliki, legislator asal Dapil Jatim X Gresik-Lamongan itu.